MATA KULIAH
SISTEM
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
MINI TESIS
ANALISIS PERATURAN PEMERINTAH NEGARA RI
MENGENAI PNBP DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN PUBLIK YANG BERKUALITAS MENUJU GOOD
GOVERNANCE (STUDI KASUS DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN)
TUGAS INDIVIDU
DOSEN: DR. NUNUY NUR AFIAH, SE.,
MSI., AK
DI SUSUN OLEH:
ANJELITA
120620120505
MAGISTER AKUNTANSI – KEMENPU
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan keuangan negara
merupakan alat bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara
dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan,
mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai
stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara
umum.
Setiap tahunnya APBN ditetapkan
dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN
dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan
RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD).
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan
negara dan hibah (Pasal 1 angka 1 UU No. 41 Tahun 2009 tentang APBN 2009
mendefinisikan Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara
yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta
penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.), yang diperoleh dari:
a. Penerimaan perpajakan;
b. Penerimaan negara bukan pajak; dan
c. Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar
negeri.
PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang
dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas
komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan
undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan
BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Pasal 1 angka 9 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mendefinisikan Penerimaan Negara adalah uang
yang masuk ke kas negara.
Menurut pasal 1 angka 13
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 di disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih. Dari pengertian tersebut maka pemerintah pusat mempunyai
berbagai hak, yang salah satunya adalah menggali sumber-sumber penerimaan bagi
negara untuk membiayai berbagai belanja atau pengeluaran negara yang berkaitan
dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Wujud pendapatan negara (government revenue) berupa uang (cash) sebagai penerimaan negara.
Menurut pasal 1 angka 9
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
uang yang masuk ke kas negara. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.06/2006 tanggal 19 Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara,
Penerimaan Negara terdiri dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan
Pembiayaan, dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga. Dalam makalah ini akan menjurus pada
pembahasan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak atau yang sering disebut
PNBP.
Tata
kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang
lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil,
partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara
berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa yang lalu, konsep Good Governance ini
lebih dekat dipergunakan dalam Reformasi sektor publik. Menurut Saifuddin,
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance) dapat diartikan
sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan
implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif
secara adil. Oleh karena itu, Good Governance akan tercipta manakala di
antara unsur-unsur Negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM, pers,
lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki keseimbangan
dalam proses checks and balances dan tidak boleh satupun di antara
mereka yang memiliki kontrol absolut.
Penggunaan PNBP yang tadinya
diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat namun pada prakteknya berbagai
persoalan besar di negeri ini terus bermunculan. Belum tuntas kasus pengucuran
dana triliunan rupiah kepada PT Bank Century, telah muncul kasus manipulasi
pajak Gayus Tambunan yang melibatkan aparat penegak hukum, dan disinyalir
segera terkuak kasus mafia pertambangan dan kehutanan. Belum lagi kasus dana
Hambalang dan yang terbaru adalah kasus pencucian uang yang dilakukan oleh
Ahmad Fathanah dalam impor daging sapi dan Tindak pidana korupsi dalam
penyetoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada sekretariat Konsil kedokteran
Indonesia (KKI) tahun 2006-2011 dengan tersangka Tusiwin. Kemudian pemilik PT
Citra Mandiri Metalindo Abadi dan pemenang lelang proyek simulator bersalah
merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,446 miliar,
dalam proyek senilai lebih dari Rp 198 miliar.
Kasus-kasus tersebut melengkapi
banyak persoalan lain, seperti masih tingginya angka pengangguran dan
kemiskinan, pelayanan birokrasi yang tidak memuaskan, dan korupsi yang
melibatkan pejabat pemerintah pusat dan daerah, anggota DPR dan DPRD. Dari
uraian di atas makan dalam penelitian ini akan dibahas “Analisis
Peraturan Pemerintah Negara RI Mengenai PNBP Dalam Memberikan Pelayanan Publik
Yang Berkualitas Menuju Good Governance (Studi Kasus Di Kementerian Hukum Dan
Ham Dan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan)”
RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana proses PNBP di Indonesia?
- Bagaimana perkembangan PNBP di Indonesia?
- Bagaimana Good Govermand diterapkan di Indonesia?
TUJUAN PENULISAN
- Untuk mengetahui bagaimana proses PNBP di Indonesia
- Untuk mengetahui perkembangan PNBP di Indonesia
- Untuk mengetahui bagaimana Good Govermand diterapkan di Indonesia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Menurut UU nomor 20 tahun 1997
tentang PNBP pasal 1 angka 1, Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh
penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP
diantaranya adalah sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta
penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Setiap anggaran kementerian
negara/lembaga pada dasarnya mempunyai penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
yang bersifat umum tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya,
antara lain seperti penerimaan hasil penjualan barang inventaris kantor yang
tidak digunakan lagi, penerimaan hasil penyewaan barang milik negara, hasil
penyimpanan uang negara pada bank pemerintah atas jasa giro, penerimaan kembali
uang persekot gaji/tunjangan. Selain penerimaan umum tersebut masih ada lagi
PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang berasal dari hasil hasil
pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan
tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada sebagian besar
kementerian negara/lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu
kementerian negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya,
tergantung kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian
negara/lembaga.
Menurut
UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Dasar hukum PNBP diantaranya:
1
Undang-Undang nomor 20 tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2
Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 1997 tentang
jenis dan penyetoran PNBP
3
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 tentang
Tata Cara Penguunaan PNBP yang Bersumber Dari kegiatan Tertentu
4
Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2004 tentang
tatacara penyampaian rencana dan laporan realisasi penerimaan negara bukan
pajak.
5
Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2005 tentang
pemeriksaan PNBP
6
Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2009 tentang
Tata Cara penentuan jumlah dan penyetoran PNBP yang terutang
7
Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengajuan dan penyelesaian keberatan atas penetapan PNBP yang
terutang
8
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945.
9
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286).
UU
tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi:
- penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
- penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
- penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
- penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah
- penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
- penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah
- penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri
Kecuali
jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam
kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui
UU.
SEJARAH SINGKAT PNBP
Sebelum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997
ditetapkan, kondisi ekonomi Indonesia sedang membutuhkan sumber pembiayaan
selain penerimaan dari sektor perpajakan. Potensi penerimaan Negara yang dapat
diharapkan dan paling menjanjikan dapat menutup sumber pembiayaan tersebut
adalah PNBP.
Pada awalnya pengelolaan PNBP belum ada
Undang-Undang yang mengaturnya, sehingga menimbulkan kecenderungan
penyelewengan pada instansi pemerintah yang melaksanakan pemungutan PNBP.
Banyak instansi pemerintah yang enggan untuk melaporkan dan menyetor PNBP ke
Kas Negara, artinya adanya ketidakpatuhan instansi pemerintah tersebut dalam
menyelenggarakan pengelolaan PNBP yang baik.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun
1997, penertiban dan penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP dapat dilaksanakan,
karena di dalam undang-undang tersebut diatur konsep hukuman (punishment) yang
cukup tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh wajib bayar dan pejabat pengelola PNBP.
Hukuman tersebut berupa hukuman administrasi berupa pengenaan denda dan juga
sanksi pidana penjara.
Pengaruh hukuman dalam pengelolaan PNBP ini membawa
pengaruh yang cukup signifikan terhadap ketertiban dan kepatuhan instansi
pemerintah dalam melaporkan dan menyetorkan PNBP.
Penegakan hukum dalam pengelolaan PNBP yang diusung
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tidak serta merta diterima oleh semua
instansi pemerintah. Beberapa instansi pemerintah berusaha bertahan dengan pola
lama yang sarat dengan jebakan moral (suatu kondisi yang bersumber
dari orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan
yang dapat memperbesar terjadinya peristiwa yang bisa menimbulkan kerugian.). Kondisi
ini menghasilkan bentuk ‘kompromi’ dalam pengelolaan PNBP yang dinamakan
earmarked. Dalam konsep Earmarked PNBP, instansi pemerintah diberikan
kewenangan untuk dapat menggunakan PNBP yang dipungut/dihasilkannya, untuk
membiayai kegiatan tertentu dengan persetujuan Menteri Keuangan.
JENIS-JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)
Secara umum
PNBP dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu:
1.
Penerimaan sumber daya alam, Terdiri atas
pendapatan sumber daya alam (SDA) migas yang diperoleh dari bagian bersih
pemerintah atas kerjasama pengelolaan sektor hulu migas dan SDA non-migas yang
diperoleh dari hasil pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
2.
Pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Pendapatan ini Merupakan imbalan kepada pemerintah pusat selaku pemegang
saham BUMN (return on equity) yang
dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap laba bersih (pay-out ratio). Pendapatan ini
diklasifikasikan ke dalam kelompok perbankan dan nonperbankan.
3.
PNBP lainnya, meliputi berbagai jenis pendapatan yang
dipungut oleh Kementerian Negara/Lembaga atas produk layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Pungutan dilakukan oleh instansi pemerintah atas dasar
Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada
Kementerian/Lembaga tertentu. Dalam modul ini akaun lebih fukus pada PNBP jenis
ini.
4.
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU), Pendapatan BLU
diperoleh atas produk layanan instansi pemerintah yang diberikan kepada
masyarakat. Bedanya, pendapatan yang diperoleh melalui mekanisme BLU ini dapat
langsung digunakan oleh instansi yang bersangkutan. Selain itu, jenis dan tarif
PNBP BLU tidak ditetapkan melalui PP melainkan Peraturan Menteri Keuangan. (19
kementerian lembaga)
Dalam pasal 2 UU No.20 tahun 1997 terdapat 7 jenis
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yaitu:
1
Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana
pemerintah yang terdiri: Penerimaan jasa giro, Penerimaan sisa anggaran
pembangunan (SIAP) dan sisa anggaran rutin (SIAR).
2
Penerimaan dari pemanfaatan SDA terdiri: Royalti
bidang perikanan, Royalti bidang kehutanan, Royalti bidang pertambangan,
kecuali Migas. Royalti adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan
dengan pemberian izin atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain
untuk memanfaatkan atau mengolah kekayaan negara.
3
Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan terdiri: Bagian laba pemerintah, Hasil penjualan saham
pemerintah, Deviden: pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara
sehubungan dengan keikutsertaan mereka selaku pemegang saham dalam suatu
perusahaan.
4
Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan
pemerintah terdiri: Pelayanan pendidikan, Pelayanan kesehatan, Pemberian hak
paten, hak cipta, dan merk.
5
Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang
terdiri: Lelang barang, Denda, Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan;
6
Penerimaan berupa hibah.
7
Penerimaan lain yang diatur dengan UU.
Penerimaan Negara Bukan Pajak terbagi atas 2 jenis
yaitu;
1
PNBP Umum
PNBP umum merupakan PNBP yang berlaku umum di semua kementerian negara/lembaga.
Setiap kementerian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai penerimaan Negara
bukan pajak (PNBP) yang bersifat umum yaitu PNBP yang tidak berasal dari
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. PNBP umum sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP antara lain:
a
Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.
b
Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.
c
Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa
giro).
d
Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara
(tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan).
e
Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian
pekerjaan pemerintah.
f
Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
g
Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran
lalu.
2
PNBP Fungsional
Selain PNBP
Umum terdapat PNBP di kementerian/lembaga yaitu PNBP yang bersifat fungsional.
PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang berasal dari hasil pungutan
kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas
pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada sebagian besar kementerian
negara/lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian
negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa
pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga.
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak
disebutkan bahwa kelompok PNBP, meliputi jenis - jenis penerimaan sebagai
berikut :
a. Penerimaan
yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b. Penerimaan
dari pemanfaatan sumber daya alam.
c. Penerimaan
dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
d. Penerimaan
dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
e. Penerimaan
berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
f.
denda administrasi.
g. Penerimaan
berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
h. Penerimaan
lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.
Jenis PNBP
yang berlaku pada setiap Kementerian/Lembaga antara lain sebagai berikut :
1. PNBP
pada Kementerian Luar Negeri :
a.
Penerimaan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia.
b.
Penerimaan dari jasa pengurusan dokumen konsuler.
2. PNBP
pada Kementerian Pertahanan dan Keamanan.
a.
Penerimaan dari pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM).
b.
Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK).
c.
Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK).
d. Penerimaan dari pemberian Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
baru.
e.
Penerimaan dari pelayanan kesehatan.
3. PNBP
pada Kementerian Kehakiman
a.
Penerimaan denda administrasi.
b.
Penerimaan dari pelayanan jasa hukum.
c. Penerimaan dari penggunaan jasa tenaga narapidana dan hasil penjualan
barang keterampilannya.
d.
Penerimaan dari pendaftaran ciptaan.
e.
Penerimaan dari permintaan hak paten.
f.
Penerimaan dari pemberian merek.
g.
Penerimaan dari keimigrasian.
h.
Penerimaan balai harta peninggalan.
i.
Penerimaan pengadilan.
4. PNBP
pada Kementerian Penerangan
a.
Penerimaan dari siaran iklan.
b.
Penerimaan dari siaran iklan spot Radio Republik Indonesia (RRI).
c. Penerimaan dari penyelenggaraan sensor film, video tape, kaset, film
reklame komersial dan non komersial.
d. Penerimaan dari pembuatan film untuk instansi pemerintah dan
penyewaan peralatan perfilman.
5. PNBP
pada Kementerian Keuangan
a. Penerimaan denda administrasi atas keterlambatan penyampaian laporan
perusahaan di bidang pasar modal.
b. Penerimaan denda administrasi yang dikenakan pada pihak yang
melanggar peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.
c.
Penerimaan Bea Lelang.
d.
Penerimaan dari biaya administrasi lelang swasta.
e.
Penerimaan dari Bea Lelang Batal.
f. Penerimaan dari biaya administrasi Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN).
g.
Penerimaan dari penjualan saham bagian Pemerintah.
h.
Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara.
i. Penerimaan dari selisih lebih karena perubahan harga jual yang
ditetapkan Pemerintah atas persediaan gula pasir di gudang-gudang Bulog dan
gudang dari pabrik gula, dan persediaan pupuk di semua gudang Pusri.
j. Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan oleh
Perusahaan Pembiayaan.
k. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan
laba rugi bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan.
l. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan bagi perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
m. Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan bagi Dana
Pensiun.
n.
Penerimaan kembali pinjaman yang disalurkan oleh Pemerintah.
o.
Penerimaan dari laba bersih minyak.
p.
Penerimaan bagian Pemerintah dari annual fee PT. Inalum.
6. PNBP
pada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
a. Penerimaan dari biaya pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu
barang.
b.
Penerimaan dari biaya jasa pelatihan.
c.
Penerimaan dari pendaftaran perusahaan
d.
Penerimaan dari penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA).
e.
Penerimaan dari jasa pengujian/pemeriksaan tembakau.
f.
Penerimaan dari jasa pembinaan petani tembakau oleh pabrikan rokok.
g.
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
h.
Penerimaan dari jasa pembinaan industri kecil.
i.
Penerimaan dari jasa pelayanan teknis.
j.
Penerimaan dari pengaturan tata niaga cengkeh.
k.
Penerimaan dari jasa tera/tera ulang.
7. PNBP
pada Kementerian Pertanian
a. Penerimaan dari pungutan pengusahaan perikanan.
b. Penerimaan dari pungutan hasil perikanan.
c. Penerimaan dari pungutan perikanan atas penggunaan kapal perikanan
berbendera asing dengan cara sewa untuk menangkap ikan di zona ekonomi
eksklusif Indonesia.
d. Penerimaan dari pungutan perikanan yang berasal dari hasil
penangkapanatau pembudidayaan.
e. Penerimaan dari hasil pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak.
f. Penerimaan dari penetapan pendaftaran dan pengujian mutu obat hewan.
g. Penerimaan dari pendapatan perubahan harga hasil produksi pusat
veterinaria.
h. Penerimaan dari penjualan hasil pendidikan dan pelatihan, balai benih
ikan dan udang.
i. Penerimaan dari penjualan embrio ternak untuk bibit.
j. Penerimaan dari penjualan obat hewan, vaksin dan semen beku.
k. Penerimaan dari jasa tambah labuh.
l. Penerimaan dari jasa pengadaan es.
m. Penerimaan dari jasa pengadaan air sumur dan air minum.
n. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
o. Penerimaan dari jasa karantina tumbuhan, ikan dan hewan.
p. Penerimaan dari jasa pelayanan diagnosa penyakit hewan.
q. Penerimaan dari jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih tanaman
pangan.
r. Penerimaan dari jasa pelayanan teknologi, penelitian dan
pengembangan.
s. Penerimaan dari redistribusi ternak Pemerintah.
t. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pertanian.
8. PNBP
pada Kementerian Pertambangan dan Energi
a. Penerimaan dari jasa teknologi di bidang pertambangan umum.
b. Penerimaan dari jasa penelitian/pengembangan dan jasa penerapan
teknologi pada puslitbang teknologi minyak dan gas bumi.
c. Penerimaan dari iuran tetap/landrent.
d. Penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti.
e. Penerimaan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
f. Penerimaan dari jasa teknologi geologi tata lingkungan.
9. PNBP
pada Kementerian Kehutanan
a. Penerimaan dari Provisi Sumber Daya Hutan.
b. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH).
c. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(IHPHTI).
d. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusaha Hutan (IHPH) Bambu.
e. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Tanaman Rotan.
f. Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam.
g. Penerimaan dari pungutan masuk hutan wisata, taman nasional, tanam
hutan raya dan taman wisata laut.
h. Penerimaan dari Iuran menangkap/mengambil dan mengangkut satwa liar
dan tumbuhan alam yang tidak dilindungi Undang-undang serta jarahan satwa baru.
i. Penerimaan dari Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan (DPEH).
j. Penerimaan dari Denda post audit dan tata usaha iuran hasil hutan.
k. Penerimaan dari pengambilan jenis tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi Undang-undang dari alam maupun dari hasil penangkaran
10. PNBP
pada Kementerian Pekerjaan Umum
a.
Penerimaan dari jasa penyewaan peralatan dan jasa perbengkelan.
b.
Penerimaan dari jasa laboratorium.
c.
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
d.
Penerimaan dari jasa pembuatan peta citra dari data media satelit.
e.
Penerimaan dari jasa penyelidikan geoteknik.
f.
Penerimaan dari jasa saran teknis dan pemeriksaan laboratorium.
g.
Penerimaan dari jasa pengkajian mutu komponen.
11. PNBP
pada Kementerian Perhubungan
a. Penerimaan dari pemberian surat izin mengemudi.
b. Penerimaan dari jasa pelabuhan penyeberangan laut, selat dan teluk.
c. Penerimaan dari jasa terminal dan fasilitas sandar kapal
penyeberangan sungai dan danau.
d. Penerimaan dari jasa kepelabuhan untuk kapal pelayaran dalam negeri
dan luar negeri pada pelabuhan unit pelaksana teknis (UPT) kantor pelabuhan.
e. Penerimaan dari jasa dermaga dan penumpukan di pelabuhan unit
pelaksana teknis (UPT) kantor pelabuhan.
f. Penerimaan dari penyewaan tanah pelabuhan di pelabuhan unit pelaksana
teknis (UPT) kantor pelabuhan.
g. Penerimaan dari jasa pelayanan penerbangan (JP2) untuk penerbangan
internasional.
h. Penerimaan dari jasa pelayanan penumpang pesawat udara (JP3U) pada
bandar udara untuk angkutan udara luar negeri.
i. Penerimaan dari jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat
udara (JP4U) penerbangan internasional.
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan kesehatan.
k. Penerimaan dari pemberian dokumen penerbangan.
l. Penerimaan dari jasa pelayanan meteorologi dan geofisika dan
penyewaan peralatan.
m. Penerimaan dari sumbangan pembinaan pendidikan dan latihan (SPPL).
12. PNBP pada
Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a.
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pariwisata.
b.
Penerimaan dari uang ujian perwira radio elektronika dan operator radio.
c.
Penerimaan dari pemberian izin usaha jasa titipan.
d.
Penerimaan dari pemberian izin amatir radio.
e.
Penerimaan dari pemberian izin antene parabola penerima siaran televisi.
f.
Penerimaan dari pemberian izin komunikasi radio antar penduduk (KRAP).
g. Penerimaan dari pemberian hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi radio konsesi.
h. Penerimaan dari pemberian izin hak penyelenggaraan (BHP) jasa
telekomunikasi.
i.
Penerimaan dari jasa penyelenggaraan/pengawasan ujian amatir
13. PNBP
pada Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a. Penerimaan dari pembinaan tenaga kerja Indonesia dalam rangka
pengembangan program Antar Kerja Antar Negara (AKAN).
b.
Penerimaan dari jasa latihan kerja dan kursus latihan kerja (BLK/KLK).
c. Penerimaan dari pungutan Tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP).
d.
Penerimaan dari pendayagunaan fasilitas hiperkes dan keselamatan kerja.
14. PNBP
pada Kementerian Pendidikan Nasional
a
Penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan.
b
Penerimaan karcis tanda masuk museum.
c
Penerimaan dari kontrak kerja yang sesuai dengan
peran dan fungsi perguruan tinggi.
d
Penerimaan dari hasil penjualan produk yang
diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan tinggi.
e
Penerimaan dari sumbangan dan hibah dari
perorangan, lembaga pemerintahan, atau lembaga non pemerintah.
15. PNBP
pada Kementerian Kesehatan
a. Penerimaan dari pemberian izin peredaran makanan dan minuman.
b. Penerimaan dari pemberian izin peredaran minuman keras.
c. Penerimaan dari pemberian izin pelayanan kesehatan oleh swasta.
d. Penerimaan dari pemberian izin mendirikan rumah sakit oleh swasta.
e. Penerimaan dari jasa pendidikan tenaga kesehatan.
f. Penerimaan dari jasa pemeriksaan laboratorium.
g. Penerimaan dari jasa pemeriksaan air secara kimia lengkap.
h. Penerimaan dari jasa Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4).
i. Penerimaan dari jasa Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan obat, minuman, makanan, kosmetika,
dan alat-alat kesehatan.
k. Penerimaan dari uji pemeriksaan spesimen.
l. Penerimaan dari jasa pelayanan rumah sakit.
16. PNBP
pada Kementerian Agama
a.
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
b.
Penerimaan dari peradilan agama.
c.
Penerimaan dari pencatatan nikah dan rujuk.
17. PNBP
pada Kementerian Sosial
a. Penerimaan Pendidikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung.
b. Penerimaan dari izin pengumpulan uang dan barang.
c. Penerimaan dari izin penyelenggaraan undian.
d. Penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah.
18. PNBP
pada Kejaksaan Agung
a. Penerimaan dari penjualan barang rampasan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.
c. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.
d. Penerimaan biaya perkara.
e. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan
dan hasil penjualan barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak.
f. Penerimaan denda.
19. PNBP
pada Lembaga Administrasi Negara
a.
Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
20. PNBP
pada Badan Pusat Statistik
a.
Penerimaan dari penjualan publikasi statistik.
21. PNBP
pada Badan Tenaga Atom Nasional
a.
Penerimaan dari hak dan perizinan penggunaan (kalibrasi).
b.
Penerimaan dari jasa analisa (tenaga/pekerjaan).
c.
Penerimaan dari penerbitan Sertifikat Bekas Radiasi Komoditi Ekspor/Impor.
22. PNBP
pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
a.
Penerimaan dari pelayanan jasa pemotretan jarak jauh.
23. PNBP
pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil penelitian.
c. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
d. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa analisa, penelitian dan
pengembangan jasa konsultasi,pelayanan informasi, jasa rekayasa, jasa kalibrasi
dan metrologi, dan jasa tenaga ahli.
24. PNBP
pada Arsip Nasional
a.
Penerimaan dari pelayanan jasa kearsipan.
25. PNBP
pada Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
a.
Penerimaan dari penjualan hasil survey dan pemetaan.
26. PNBP
pada Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pengkajian, penelitian dan
pengembangan, dan pelayanan jasa teknologi.
27. PNBP
pada Badan Pertanahan Nasional
a.
Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan.
b.
Penerimaan dari pemeriksaan tanah.
c.
Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya.
d.
Penerimaan dari redistribusi tanah
e.
Penerimaan dari ijin lokasi
Peraturan
PNBP yang berlaku pada kementerian/ Lembaga tertentu;
Misalnya:
1.
PP
no. 65 tahun 2012: Jenis Dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi, Penjelasan, Lampiran
2.
PP
no. 48 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Pertanian
3.
PP
no. 45 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perdagangan
4.
PP
no. 11 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Kepegawaian Negara
5.
PP
no. 9 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
6.
PP
no. 4 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Lampiran
7.
PP
no. 3 tahun 2012: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Sosial.
8.
PP
no. 47 tahun 2011: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perindustrian
9.
PP
no. 39 tahun 2011: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Sekretariat Negara
10. PP no. 29 tahun 2011: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Tenaga Nuklir Nasional
11. PP no. 76 tahun 2010: Perubahan atas PP no. 7 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika
12. PP no. 50 tahun 2010: Jenis dan Tarif atas Jenis
PNBP yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia
13. PP no. 48 tahun 2010: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan
14. PP no. 47 tahun 2010: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
15. PP no. 41 tahun 2010: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
16. PP no. 13 tahun 2010: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional
17. PP no. 74 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pemeriksa Keuangan
18. PP no. 73 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Lembaga Administrasi Negara
19. PP no. 71 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Dalam Negeri
20. PP no. 54 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pusat Statistik
21. PP no. 53 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
22. PP no. 47 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Negara Riset dan Teknologi
23. PP no. 39 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Negara Pemuda dan OlahRaga
24. PP no. 38 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
25. PP no. 27 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir
26. PP no. 13 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kesehatan
27. PP no. 7 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika
28. PP no. 6 tahun 2009: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perhubungan
29. PP no.53 tahun 2008: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di
bawahnya
30. PP no.52 tahun 2008: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup
31. PP no.36 tahun 2008: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
32. PP no. 2 tahun 2008: Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan
Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan
33. PP no. 75 tahun 2007 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
34. PP no. 62 tahun 2007 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Standardisasi Nasional
35. PP no. 57 tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
36. PP no. 4 tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang berlaku pada Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia,
Kementerian Kesehatan
37. PP no. 19 tahun 2006 tentang Perubahan atas
PP no. 62 tahun 2002 tentang Tarif dan Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan
38. PP no. 42 tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang berlaku pada Arsip Nasional Republik Indonesia
39. PP no. 47 tahun 2004 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Agama
40. PP no. 46 tahun 2004 tentang Pencabutan atas
PP no. 18 tahun 2001 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Badan
Urusan Logistik
41. PP no. 4 tahun 2004 tentang Perubahan ketiga
atas PP no. 26 tahun 1999 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku
pada Kementerian Kehakiman
42. PP no. 44 tahun 2003: Jenis dan Tarif atas Jenis
PNBP yang berlaku pada Kementerian Keuangan
43. PP no. 21 tahun 2003: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional
44. PP no. 61 tahun 2002: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Pemukiman dan Prasarana
Wilayah
45. PP no. 58 tahun 2002: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementeriaan Kelautan dan Perikanan di
bidang jasa riset kelautan dan perikanan
46. PP no. 33 tahun 2002: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Luar Negeri
47. PP no. 10 tahun 2002: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
di bidang pengendalian dampak lingkungna
48. PP no. 1 tahun 2002: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Lembaga Sensor Film di Lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
49. PP no. 42 tahun 2001: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional
50. PP no. 87 tahun 2000: Perubahan atas PP no.
26 tahun 1999 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada
Kementerian Kehakiman
51. PP no. 13 tahun 2000 Perubahan atas PP no.
58 tahun 1998 tentang tafif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Pertambangan dan energi di bidang pertambangan umum
52. PP no. 92 tahun 1999: Perubahan kedua atas
PP no. 59 tahun 1998 tentang tari atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kehutanan dan Perkebunan
53. PP no. 74 tahun 1999: Perubahan atas PP no.
59 tahun 1998 tentang tari atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kehutanan dan Perkebunan
54. PP no. 26 tahun 1999: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehakiman
55. PP no. 16 tahun 1999: Tarif atas Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehakiman bidang pengadilan
niaga
56. PP no. 59 tahun 1998 tentang tarif atas
jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dan Perkebunan
Pada prinsipnya
seluruh Penerimaan Nagara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara dan dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Tarif atas
jenis PNBP
Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau PP dengan
memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat, biaya
penyelenggaraan kegiatan pemerintah,
aspek keadilan
dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
(Pasal 3 ayat 1
UU Nomor 20 Tahun 1997)
Tarif
atas Jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau
PP yang menetapkan jenis PNBP yang
bersangkutan. (Pasal 3 ayat 2 UU Nomor 20
Tahun 1997)
Penetapan Tarif PNBP:
1. Tarif Spesifik
Tarif
spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai nominal uang (Penjelasan
Pasal 4 ayat (1) PP No. 29 Tahun 2009)
Tarif PNBP ditetapkan
dalam bentuk satuan mata uang tertentu.
Contoh : Biaya
legalisasi dokumen di perwakilan RI : US$20 per dokumen.
2. Tarif Advalorem
Tarif
advalorem adalah tarif yang ditetapkan
dengan persentase (%) dikalikan dengan satuan nilai (berupa Harga Patokan,
indeks harga, kurs, pendapatan kotor, atau penjualan bersih) yang digunakan sebagai
dasar perhitungan.
Tarif PNBP ditetapkan
dalam bentuk persentase.
Contoh :
a
Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi : 0,50%
dari pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi per tahun buku;
b
Tarif royalty pertambangan umum untuk emas sebesar 3,75% dari
harga jual per kg.
PROSES PENETAPAN PP TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS
JENIS PNBP YANG BERLAKU PADA K/L
Proses
Penetapan Peraturan Pemerintah Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Kementerian/Lembaga
ü Pimpinan kementerian/lembaga (Instansi Pemerintah) menyampaikan usulan
tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga yang bersangkutan
kepada Menteri Keuangan.
ü Selanjutnya usulan besaran tarif tersebut dibahas oleh Kementerian
Keuangan bersama dengan kementerian/lembaga yang bersangkutan, Kementerian
Hukum dan HAM, serta Sekretariat Negara untuk mendapatkan justifikasi atas
tarif yang diusulkan. Selain itu, pembahasan juga bertujuan untuk mempelajari dampak
atas pengenaan tarif tersebut terhadap kementerian/lembaga dan masyarakat serta
memastikan pelayanan (jenis PNBP) yang diberikan merupakan kewenangan
kementerian/lembaga yang bersangkutan
ü Jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga
hasil pembahasan, disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat
Menteri Keuangan
ü Kementerian Hukum dan HAM melakukan harmonisasi dan pembulatan terhadap
RPP dimaksud, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk
diproses lebih lanjut.
ü Menteri Keuangan menyampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan menjadi
PP
ü Setelah PP ditetapkan dan diundangkan, Kementerian/Lembaga wajib
memungut dan menyetorkan PNBP yang diperolehnya ke Kas Negara sesuai dengan
tarif dalam PP.
Berdasarkan jenis penetapannya Tarif PNBP
ditetapkan berdasarkan :
•
Tarif Spesifik
Tarif
ditetapkan dalam bentuk satuan mata uang tertentu
Contoh :
Biaya
legalisasi dokumen di perwakilan RI : US$ 20 per dokumen
•
Tarif Advolarem
Tarif
ditetapkan dalam bentuk persentase
Contoh :
Pungutan
Biaya Hal Penyelenggaraan Telekomunikasi : 0.50 % dari pendaparan kotor
penyelenggaraan telekomuniaksi per tahun buku
Tarif
royalti pertambangan umum untuk emas sebesar 3.75% dari harga jual per kg.
Berdasarkan pendekatan biaya dalam penetapannya, sesuai dengan karakteristik jenis layanan dan kondisi
masyarakat (wajib bayar) yang akan menggunakan layanan pemerintah tersebut.
Tarif PNBP dapat dikategorikan sebagai berikut :
•
Tarif Cost Minus
Tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat adalah nol (gratis) atau
lebih rendah dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan layanan (baik layanan
dalam bentuk barang, jasa atau administratif) yang disediakan Pemerintah.
Pengenaan tarif dengan pendekatan ini umumnya diberikan pada pelayanan publik
yang merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat, antara lain pendidikan dan
kesehatan
•
Tarif Cost Recovery
Penentuan tarif PNBP dengan menyamakan antara tarif dengan biaya
penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau
administratif) yang disediakan Pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini umumnya
dikenakan atas layanan publik yang bukan merupakan kebutuhan dasar masyarakat,
antara lain laboratorium uji mutu dan gedung/balai pertemuan.
•
Tarif Cost Plus
Tarif PNBP ditetapkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya
penyelenggaraan layanan (baik layanan dalam bentuk barang, jasa atau
administratif) yang disediakan Pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini umumnya
dikenakan atas jasa pengaturan dan pelayanan publik tertentu dimana masyarakat
memperoleh manfaat yang besar dari layanan yang diberikan dan/atau untuk
melindungi kelestarian lingkungan/alam, contoh di bidang pertambangan umum dan
kehutanan.
Mekanisme
Pengelolaan PNBP
Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas
negara. (Pasal 4 UU No.
20 Tahun 1997)
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBN. (Pasal 3 ayat 5 UU No. 17 Tahun 2003).
Penerimaan
harus disetor seluruhnya ke Kas Negara tepat pada waktunya. (Pasal 16 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2004).
Seluruh
PNBP dikelola dalam sistem APBN.(Pasal 5 UU No. 20 Tahun 1997).
Penerimaan
Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja perangkat daerah tidak boleh
digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. (Pasal 16 ayat
3 UU No. 1 Tahun 2004).
Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih
dan atau memungut PNBP yang Terutang. (Pasal 6
ayat (1) UU No.
20 Tahun 1997).
Secara garis besar mekanisme pengelolaan PNBP dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tata
Cara Penyetoran PNBP
Pada prinsipnya Penerimaan Negara Bukan Pajak
dilakukan oleh Wajib Bayar melalui Bank Umum/Pos yang telah ditunjuk Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos
Persepsi mitra kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Dalam hal
di suatu tempat tertentu tidak tersedia
layanan Bank/Pos Perepsi, penyetoran ke kas negara dapat dilakukan melalui
Bandahara Penerimaan, dimana Bendahara Penerimaan berkewajiban melakukan
penyetoran secepatnya ke kas negara.
Penyetoran/pembayaran PNBP dalam mata uang rupiah
dilakukan setiap saat dan yang telah yang terhubung dengan MPN. Setoran
tersebut dikreditkan ke Rekening Penerimaan KPPN pada Bank/Pos Persepsi
tersebut. Penyetoran PNBP juga dapat dilakukan melalui potongan Surat Perintah
Membayar (SPM) dari Satuan Kerja.
Dengan telah ditetapkannya peraturan Menteri
Keuangan Nomor 249/PMK.05/2010 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Dalam
Mata Uang Asing penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam USD yang
sebelumnya dilakukan oleh Wajib
Bayar/Wajib Setor ke Bank Umum untuk ditransfer ke Rekening Kas Umum Negara
dalam Valuta USD pada Bank Indonesia dapat dilakukan melalui Bank Persepsi Mata
Uang Asing yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat.
Contoh SSBP dan petunjuk pengisiannya:
PETUNJUK PENGISIAN SURAT SETORAN BUKAN PAJAK (SSBP)
Nomor
Uraian Isian
Catatan :
- Diisi dengan huruf kapital atau diketik
- Satu formulir SSBP hanya berlaku untuk setoran
satu Akun(Mata Anggaran Penerimaan)
•
|
Diisi dengan Kode KPPN (3) tiga digit dan uraian
KPPN PenerimaSetoran
|
•
|
Diisi dengan nomor SSBP dengan metode penomoran
Nomor/KodeSatker/ Bulan/Tahun (9999/999999/99/9999)
|
•
|
Diisi dengan Tanggal SSBP dibuat
|
•
|
Diisi Kode Rekening Kas Negara (KPPN bersangkutan
……diisi
petugas Bank)
|
•
|
Diisi NPWP Wajib Bayar/Setor atau Bendahara
Satker
|
•
|
Diisi dengan Nama/Jabatan Wajib Setor/Wajib Bayar
|
•
|
Diisi dengan Alamat Jelas Wajib Setor/Wajib Bayar
|
•
|
Diisi Kode diikuti dengan uraian
Kementerian/Lembaga penerimaPNBP sesuai dengan yang tercantum pada pagu
anggaran
|
•
|
Diisi dengan Kode Unit Organisasi Eselon I dan
Uraian Satker
Penerima PNBP
|
•
|
Diisi dengan Kode Satker (6) enam digit dan
uraian Satker
penerima PNBP
|
•
|
Diisi dengan Kode Fungsi (2) dua digit, Kode Subfungsi
(2) dua digit, dan Kode Program (4) empat digit Satker penerima PNBP
|
•
|
Diisi ( 4) digit kode kegiatan dan (4) digit kode
Sub kegiatan apabilapenyetoran untuk Satker PenggunaPNBP
|
•
|
Diisi Kode Kabupaten/Kota (2)digit dan Kode
Lokasi Privinsi (2) digit
|
•
|
Diisi dengan Kode Akun (MAP) sebanyak (6) enam
digit disertaidengan Uraian Penerimaan sesuai dengan format
|
•
|
Diisi dengan Jumlah Rupiah Setoran Penerimaan
|
•
|
Diisi dengan Jumlah Rupiah yang dibayarkan dengan
huruf
|
•
|
Diisi dengan Nomor SPN dan SP3N kalau ada Surat
Penetapannya
|
•
|
Diisi dengan tanggal SPN dan SP3N
|
•
|
Diisi Kode (3) tiga digit dan Nama KPPN Penerbit
SPN atauPenerima SP3N
|
•
|
Diisi keperluan pembayaran
|
•
|
Diisi tempat dibuatnya SSBP
|
•
|
Diisi tanggal dibuatnya SSBP
|
•
|
Diisi sesuai nama Wajib Setor
|
•
|
Diisi sesuyai NIP wajib Setor, stempel Satker
|
•
|
Diisi dengan tanggal diterimanya setoran tersebut
oleh BankPersepsi atau Kantor Pos dan Giro
|
•
|
Diisi
dengan Nama Penerima di Bank/Pos persepsi
|
•
|
Diisi
Tanda Tangan Penerima di Bank Persepsi atau Kantor Pos
|
Diagram Prosedur MPN
ü Wajib
Pajak/Wajib Setor/Wajib Bayar mengisi formulir penyetoran, menyerahkan bukti
setor kepada petugas Bank/Pos,
ü Petugas
Bank/Pos mengecek Formulir Bukti setor dimaksud dan mengentri data serta mengirimkannya
ke kantor pusat bank/pos untuk mendapatkan NTB/NTP,
ü Kantor
Pusat Bank/Pos meneruskan ke Kantor Pusat DJPBN untuk mendapatkan NTPN,
ü Kantor
Pusat DJPBN memberikan NTPN kepada Kantor Pusat Bank/Pos selanjutnya Kantor
Pusat Bank/Pos mengirimkan NTPN kepada Bank/Pos Persepsi
ü Bank/Pos
Persepsi menerbitkan Bukti Penerimaan Negara setelah mendapatkan NTPN dan
menyerahkan BPN tersebut kepada wajib Pajak/Setor/Bayar lembar ke 1 dan 3, dan
melaporkan penerimaan tersebutke KPPN
ü Pembayaran
yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan
diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal pembayaran.
Setoran penerimaan negara (PNBP) diakui setelah
diterima/masuk ke Kas Negara dan telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor
Transaksi Penerimaan Potongan (NTPP) sedangkan untuk PNBP melalui potongan SPM
disahkan dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan NomorTransaksi
Penerimaan Potongan (NTPP).
Tata
Cara Penyetoran PNBP
Penyetoran PNBP baik dalam mata uang rupiah maupun
USD dapat dilakukan dengan sistem MPN melalui bank/pos persepsi atau bank
persepsi mata uang asing. Dan penerimaan negara bukan pajak atas potongan SPM
ditatausahakan oleh KPPN.
1.
Tata Cara Penyetoran PNBP Melalui Loket/Teller
a
Wajib Bayar/Wajib Setor mengisi formulir Surat
Setoran Bukan Pajak(SSBP) dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam
rangkap 4 (empat);
b
Wajib Bayar/Wajib Setor menyerahkan formulir SSBP
kepada petugasBank/Pos Persepsi dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai
yangtersebut dalam formulir SSBP yang bersangkutan;
c
Wajib Bayar/Wajib Setor menerima kembali formulir
SSBP lembar ke-1 danlembar ke-3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta
dibubuhi tandatangan/ paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi, cap Bank/Pos
Persepsi,tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti setor atau Bukti
PenerimaanNegara (BPN);
d
Wajib Bayar/Wajib Setor menyampaikan bukti setoran
(SSBP)/buktipenerimaan negara (BPN) kepada unit terkait antara lain
SatuanKerja/Satker penerima PNBP.
2.
Pemotongan PNBP melalui Potongan Surat Perintah Membayar (SPM)
1
Satuan Kerja mengajukan Surat Perintah Membayar
(SPM) ke KPPN dalamrangka pengeluaran/belanja negara;
2
Satuan Kerja melakukan pemotongan PNBP dalam SPM
apabila terdapat
3
PNBP yang harus dipungut.
4
Apabila memenuhi syarat, KPPN menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana(SPPD).
5
PNBP atas potongan SPM yang telah diterbitkan SP2D
disahkan dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor TransaksiPenerimaan
Potongan (NTPP) oleh KPPN.
3.
Tata Cara Penyetoran secara Elektronik
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak melalaui sarana elektronik
dilaksanakan melalui MPN Generasi Ke-2 yang didasarkan kepada penatausahaan
penerimaan negara secara terpusat menggunakan Surat Setoran Elektronik. Dalam
prsoses pembayaran ini Wajib Bayar/Bendahara Penerimaan terlebih dahuli
melakukan perekaman data pembayaran melalaui portal setoran PNBP untuk
mendapatkan kode billing. Setelah itu wajib bayar/bendahara pengeluaran
melakukan penyetoran melalui sarana pembayaran yang disediakan oleh Bank/Pos
Persepsi (teller, ATM maupun internet banking). Detail pembayaran melalui
sarana elektronik sebagai berikut :
a
Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan pendaftaran pada
sistem registrasipembayaran via internet pada website terkait.
b
Wajib Bayar/Wajib Setor mengisi data setoran dengan
lengkap dan benaruntuk mendapatkan kode billing;
c
Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah,
pendaftaran dilakukan oleh instansi terkait dan kode billing tercantum pada surat tagihan dimaksud;
d
Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan pembayaran dengan
menggunakan kode billing baik melalui
loket bank/pos persepsi maupun lewat elektronik banking;
e
Wajib Bayar/Wajib Setor menerima NTPN melalui/dalam
bentuk surat elektronik sebagai bukti pengesahansetelah pembayaran dilakukan;
f
Wajib Bayar/Wajib Setor mencetak Bukti Penerimaan
Negara (BPN) melaluisistem registrasi pembayaran atau di Bank/Pos Persepsi
denganmenunjukkan NTPN/NTB;
g
Wajib Bayar/Wajib Setor menyampaikan BPN kepada
unit terkait antaralain Satuan Kerja/Satker penerima PNBP;
Mekanisme penyetoran penerimaan negara melalui
surat setoran elektronik :
Pelaporan PNBP
Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih dan atau memungut
PNBP yang terutang wajib menyampaikan laporan dan rencana realisasi PNBP secara
tertulis dan berkala kepada Menteri Keuangan.
(Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1997).
Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara
tertulis oleh pejabat instansi pemerintah kepada Menteri paling lambat 1 (satu)
bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. (Pasal
5
ayat (1) PP
No. 1 Tahun
2004)
LAPORAN REALISASI PNBP
|
|||
No
|
Periode
|
Jangka Waktu
|
Batas Waktu Penyerahan
|
1
|
Triwulan
I
|
Januari-
Maret
|
30
April
|
2
|
Triwulan
II
|
April-Juni
|
31
Juli
|
3
|
Triwulan
III
|
Juli-September
|
31
Oktober
|
4
|
Triwulan
IV
|
Oktober-Desember
|
31
Januari
|
Laporan
realisasi triwulanan PNBP disampaikan oleh Sekjen atau jabatan setingkat pada
K/L yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan
Laporan
realisasi triwulanan PNBP terdiri dari laporan realisasi penerimaan dan
penggunaan dana PNBP
Namun dalam perkembangan
selanjutnya, menurut Surat Edaran Sekretaris Jenderal Depkeu RI Nomor :
S-389/SJ/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE- 05/PJ.12/2006 tentang Laporan Realisasi
Penerimaan Negara Bukan Pajak, Instansi Pemerintah memiliki kewajiban untuk
menyampaikan Laporan Bulanan realisasi
PNBP setiap tanggal 10 bulan berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Biro
Perencanaan dan Keuangan serta tembusan disampaikan kepada Sekretaris Dirjen
Pajak u.p. Kepala Bagian Keuangan.
Mekanisme Pelaporan PNBP
Perencanaan PNBP
Rencana PNBP adalah hasil penghitungan/penetapan
PNBP yang diperkirakan akan diterima dalam 1(satu) tahun yang akan datang
(Pasal 1 angka 5 PP No.1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan
laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak), memuat sekurang-kurangnya
mengenai jenis, tarif, periode dan jumlah PNBP dan disampaikan paling lambat
pada tanggal 15 Juli Tahun Anggaran
berjalan.
Instansi
Pemerintah yang ditunjuk untuk menagih dan atau memungut PNBP wajib
menyampaikan target (rencana) PNBP secara tertulis kepada Menteri Keuangan. (Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 Tahun
1997).
Pejabat
Instansi pemerintah wajib melaksanakan penyusunan target (rencana) PNBP dalam
lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. (Pasal 2 ayat 1 PP No. 1 Tahun 2004).
Pemeriksaan
PNBP
Atas permintaan Menteri Keuangan, Instansi
Pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Instansi Pemerintahyang
ditunjuk. (Pasal 4 PP No. 22 Tahun 2005)
Instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan
khusus PNBP adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (Pasal
1 PP No. 22 Tahun 2005)
TUJUAN PEMERIKSAAN PNBP
- Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan PNBP
- Menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundangan di bidang PNBP
- Melaksanakan peraturan perundangan yang berkaitan dengan PNBP
Penyusunan Target PNBP
Target
PNBP merupakan hasil penghitungan atau penetapan PNBP, yang diperkirakan akan diterima
dalam 1 (satu) tahun yang akan datang (1
Januari s.d. 31 Desember tahun yang akan datang).
Prosesnya
sebagai berikut:
1
Penyusunan
target (rencana) PNBP dikoordinasikan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan masing
– masing K/L.
2
Target
(rencana) PNBP disusun se-realistis mungkin dengan menggunakan formula volume x
tarif per jenis PNBP sesuai dengan PP tarif PNBP dan tarif layanan yang
ditetapkan Menkeu untuk satker BLU.
3
Dalam
penyusunan target, masing – masing jenis PNBP dikelompokkan sesuai Akun PNBP,
dengan mengacu pada PMK No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar.
4
Penyusunan
target (rencana) PNBP dilakukan secara berjenjang naik sesuai klasifikasi
menurut organisasi, mulai dari Organisasi Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
tingkat terendah hingga yang tertinggi,
yaitu dari tingkat Satker/UPT,
Unit Eselon I s.d. K/L
Isi Pokok Proposal Target dan Pagu
Penggunaan PNBP
1
Latar
belakang;
2
Visi
dan misi;
3
Tugas
pokok dan fungsi;
4
Realisasi
PNBP dan penggunaan dana PNBP 3 (tiga) tahun terakhir dari tahun anggaran
berjalan;
5
Pokok-pokok
kebijakan PNBP;
6
Target
PNBP TA yang dianggarkan;
7
Alasan/justifikasi
kenaikan atau penurunan target PNBP TA yang dianggarkan dari target tahun
anggaran sebelumnya;
8
Besaran
pagu yang diusulkan untuk dibiayai dari dana PNBP dengan mengacu pada
persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP yang ditetapkan Menteri Keuangan;
9
Perkiraan
target dan pagu penggunaan PNBP 3 (tiga) tahun yang akan datang dari tahun yang
dianggarkan.
Pengunaan PNBP
Dengan tetap memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5,
sebagian dana PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan
dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan. (Pasal 8 UU No
20 Tahun 1997 dan Pasal 4 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1999).
Instansi
dapat menggunakan sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 setelah memperoleh persetujuan dari Menteri. (Pasal 5 PP Nomor 73 Tahun 1999).
Sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
pada Instansi bersangkutan dalam rangka pembiayaan:
a.
operasional dana pemeliharaan; dan atau
b.
investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber
daya manusia.
(Pasal 8 Ayat (1) PP No. 73 tahun 1999)
Kegiatan
tertentu yang di maksud meliputi:
1
Penelitian dan pengembangan teknologi,
2
Pelayanan kesehatan,
3
Pendidikan dan pelatihan,
4
Penegakan hukum,
5
Pelayanan yang
melibatkan kekayaan intelektual tertentu,
6
Pelestarian Sumber Daya Alam.
Untuk
menggunakan PNBP maka prosedur yang harus dilakukan yaitu:
(1) Permohonan penggunaan PNBP diajukan
oleh Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka (1) paling sedikit dilengkapi dengan
:
a.
Tujuan
penggunaan dana PNBP;
b.
Rincian
kegiatan pokok Instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP;
c.
Jenis
PNBP beserta tarif yang berlaku;
d.
Laporan
realisasi 3 (tiga) tahun sebelumnya, perkiraan tahun anggaran berjalan, serta
perkiraan 3 (tiga) tahun mendatang.
(Pasal 6
PP No. 73 Tahun 1999)
TATA CARA PENGEMBALIAN PNBP
PNBP yang telah disetor ke Kas Negara oleh Wajib
Bayar/Wajib Setor dapat dikembalikan kepada Wajib Bayar/Wajib Setor apabila
terdapat kelebihan setor dan/atau kesalahan penyetoran maupun
kelebihan/kesalahan pemotongan dalam Surat Perintah Membayar. Wajib Bayar dapat
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP kepada Pimpinan
Instansi Pemerintah dengan menyertakan dokuen pendukung yang sah dan lengkap.
Pedoman Tata Cara Pengembalian PNBP yaitu Surat
Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-53/PB/2012 dan petunjuk
pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran penerima PNBP mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) dengan melampirkan:
a.
Fotokopi Bukti setor penerimaan negara yang telah
dikonfirmasi oleh BUN/Kuasa BUN.
b.
Fotokopi Bukti kepemilikan rekening tujuan.
c.
Surat Ketetapan Pengembalian
d.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari
Kepala Satker tentang jumlah yang dimintakan pengembaliannya.
2. KPPN cq. Seksi Bank Giro Pos melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen
permintaan pengembalian penerimaan negara dan meneruskan pengembalian kepada
Seksi Verifikasi dan Akuntansi.
3. Seksi Verifikasi dan Akuntansi melakukan pengujian terhadap kebenaran
tagihan. Dalam hal setoran telah diterima dan dibukukan pada kas negara
dan/atau SUBRKUN KPPN Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN menerbitkan SKTB
dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :
a. Lembar
ke-1 disampaikan kepada Kepala KPPN
b. Lembar
ke-2 disampaikan kepada PA/KPA/Satker Terkait
c. Lembar
ke-3 sebagai pertinggal
4. Dalam hal setoran diterima dan dibukukan oleh KPPN lain, maka KPPN
mitra kerja memintakan penerbitan SKTB kepada KPPN Penerima Setoran.
5. Atas dasar SKTB Kepala KPPN menerbitkan Surat Persetujuan Pembayaran
Pengembalian dalam rangkap 3 (tiga)dengan peruntukan:
a. Lembar
ke-1 dan ke-2 untuk penerbit SPP/SPM-PP.
b. Lembar
ke-3 sebagai pertinggal KPPN.
6. Penerbit SPP/SPM-PP adalah pejabat perbendaharaan pada satuan kerja
yang memiliki dana dalam DIPA ayau Kepala Subbagian Umum KPPN untuk satuan
kerja/entitas yang tidak memiliki alokasi dana dalam DIPA.
7. Pengajuan SPM-PP beserta kelengkapannya kepada KPPN dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang mengatur pengajuan SPM ke KPPN.
8. Dalam hal PNBP yang dimintakan pengembalian merupakan PNBP yang
disetor dalam tahun anggaran berjalan, KPPN menerbitkan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) sesuai ketentuan.
8. Apabila PNBP yang dimintakan pengembalian merupakan PNBP yang disetor
tahun anggaran lalu, KPPN meneruskan Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian,
KTB dan Surat Persetujuan Pembayaran Pengembalian ke Kantor Pusat cq.Direktorat
Pengelolaan Kas Negara. Selanjutnya Direktorat Pengelolaan Kas Negara
menerbitkan SPM dan SP2D sesuai ketentuan.
TATA CARA KOREKSI/PERBAIKAN PNBP
1
Terhadap PNBP yang telah disetor ke Kas Negara
dapat dilakukan perbaikan/koreksi. Koreksi/perbaikan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) tersebut dilakukan atas:
a
Kesalahan kode Akun (Mata Anggaran Penerimaan);
b
Kesalahan kode unit organisasi;
c
Kesalahan fungsi, subfungsi, dan program;
d
Kesalahan lain yang tidak mempengaruhi kas.
2
Permintaan koreksi/perbaikan terkait dengan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diajukan oleh Satuan Kerja/Kementerian
Negara/Lembaga penerima PNBP, Bank/Pos Persepsi, Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Perbendaharaan/KPPN atau Direktorat Jenderal Anggaran kepada KPPN.
3
Berdasarkan permintaan koreksi/perbaikan tersebut,
Kepala Seksi Persepsi/Bendahara Umum KPPN menerbitkan Nota Penyesuaian untuk
mendapatkan persetujuan Kepala KPPN.
4
Nota Penyesuaian yang telah mendapat persetujuan
Kepala KPPN berfungsi sebagai dokumen sumber transaksi koreksi/perbaikan.
Selanjutnya petugas Supervisor/Operator Seksi Persepsi/Bendahara Umum melakukan
perbaikan data.
5
KPPN mengirim hasil perbaikan kepada Satuan Kerja
penerima PNBP.
6
Permintaan perbaikan/koreksi PNBP yang diajukan
oleh Wajib Bayar/Wajib Setor wajib dilakukan melalui Satker penerima PNBP,
untuk selanjutnya Satker mengajukan permintaan perbaikan/koreksi ke KPPN.
REKONSILIASI DENGAN BUN
Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima
pada penatausahaan pendapatan negara pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Sesuai Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006, yang dimaksud dengan dokumen
sumber penerimaan yang selanjutnya disebut dokumen sumber adalah dokumen yang
digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaan negara.
Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan
sah setelah mendapat Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor
Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan
melalui MPN.
NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran
penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi
penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor
bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang
diterbitkan oleh KPPN.
KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari
potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN paling lambat
setiap akhir hari kerja.
Ketentuan tentang tatacara penyampaian laporan
realisasi PNBP diatur dalam pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.06/2006 yang menyebutkan bahwa Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna
Anggaran wajib menyampaikan pertanggungjawaban penerimaan negara dalam bentuk
Laporan Realisasi Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi.
Dengan demikian Satuan Kerja PNBP harus melakukan rekonsiliasi PNBP dengan Bendahara
Umum Negara/KPPN.
Penatausahaan
Piutang PNBP
Dalam rangka melaksanakan penatausahaan piutang
PNBP, satuan kerja kementerian/lembaga harus membentuk unit penatausahaan
piutang PNBP dengan tujuan untuk:
a.
Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu
mengenai piutang.
b.
Mengamankan transaksi piutang PNBP melalui
pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan.
Unit yang menatausahakan PNBP dalam satuan kerja
meliputi unit operasional, unit administrasi dan unit pembukuan. Masing-masing
unit dimaksud dapat dilaksanakan oleh satu atau beberapa petugas sesuai dengan
besar kecilnya organisasinya dan transaksi penerimaan PNBP yang menjadi
tanggungjawabnya.
Pembentukan unit-unit dimaksud ditetapkan dalam
surat ketetapan kepala satuan kerja bersangkutan.
Secara garis besar, Piutang PNBP digolongkan
menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
a.
Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam;
b.
Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN;
c.
Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya.
Selanjutnya, dari masing-masing golongan tersebut
dirinci lebih lanjut ke dalam masing-masing jenis PNBP sesuai yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun
Standar.
Tugas
unit-unit penatausaha piutang PNBP pada satuan kerja
Unit Penatausahaan Piutang dapat berupa unit
struktural atau petugas non struktural sesuai dengan besar kecilnya organisasi
dan transaksi yang ditangani. Unit tersebut ditetapkan oleh kepala satuan kerja
dengan tugastugasnya sebagai berikut:
1. Unit Operasional:
-
menyelesaikan surat pernyataan piutang
- membuat
surat penagihan piutang
- melakukan
pengawasan pembayaran penagihan piutang
- membuat
surat peringatan
- membuat surat pemindahan penagihan piutang terhadap pihak yang pindah
satuan kerja
- membuat
SKTL atas piutang yang telah dilunasi
-
mengirimkan surat tagihan kepada petugas administrasi dan pembukuan
- membuat
surat penyerahan pengurusan piutang yang tidak tertagih kepada DJKN
- membuat
usulan penghapusan piutang
-
mengarsipkan dokumen piutang
2. Unit Administrasi
- menerima
dokumen/surat penagihan piutang
-
mengagendakan srurat/dokumen masuk dan keluar
- membuat
surat pengantar
-
meneruskan dokumen tanggapan ke petugas operasional
-
mengirimkan bukti setor ke unit pembukuan
3. Unit
Pembukuan
-
menerbitkan dan melakukan pencatatan piutang ke dalam kartu piutang
- melakukan
pencatatan piutang sewa rumah negara
- membuat
daftar rekapitulasi piutang
- membuat
daftar umur piutang dan rekalsifikasi piutang
- membuat
daftar saldo piutang setiap triwulan berdasarkan kartu piutang
- membuat penyisihan piutang tak tertagih dalam kartu penyisihan piutang
tak tertagih semesteran dan tahunan
- melakukan
pengarsipan dokumen
- membuat
dan mengirimkan laporan-laporan PNBP
Penerbitan
Surat Penagihan
Surat Penagihan wajib diterbitkan untuk setiap timbulnya
PNBP. Piutang PNBP timbul dalam hal penyetoran PNBP ditetapkan secara angsuran
dan wajib bayar belum melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo pembayaran
PNBP.
Penerbitan surat penagihan didasarkan pada
dokumen-dokumen sebagai berikut:
- SK Pembebanan Penggantian Kerugian Negara kepada Bendahara dan pegawai
bukan bendahara
- SK
Menteri Pekerjaan Umum tentang sewa beli rumah negara
- SK BPK
tentang pembebanan kerugian negara kepada bendahara
- SK
Penghunian rumah dinas
- SKPP yang
memuat adanya utang kepada negara
- SPM/SP2D
persekot gaji
- SK
pengembalian belanja
- Dokumen
lain yang mengakibatkan terjadinya piutang PNBP
Surat penagihan diterbitkan paling lama 3 hari
kerja sejak timbulnya piutang dan diterbitkan dalam rangkap 3. Masing-masing
disampaikan kepada pihak terutang, unit administrasi, dan unit pembukuan.
Format surat piutang dapat dilihat dalam lampiran II Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang PNBP
pada Kementerian/Lembaga.
Piutang PNBP yang telah diterbitkan surat
penagihannya harus dicatat dalam kartu piutang. Format kartu piutang dapat
dilihat dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.
Dalam hal sampai dengan jatuh tempo, piutang belum
dibayarkan oleh wajib bayar, maka wajib diberikan surat penagihan kedua. Dan
dalam hal surat penagihan kedua tidak diindahkan, maka wajib diterbitkan surat
penagihan ketiga. Format surat penagihan kedua dan ketiga dapat dilihat pada
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.
Penyerahan
Pengurusan Piutang PNBP
Apabila sampai dengan penerbitan surat penagihan
ketiga wajib bayar belum melunasi kewajibannya, maka selanjutnya dilakukan
penyerahan pengurusan piutang PNBP kepada Panitia Urusan Piutang Negara DJKN
sesuai ketentuan perundang-undangan. Langkah-langkah penyerahan piutang
dilakukan sebagai berikut:
-
Mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan tagihan piutang
- Membuat
surat penyerahan piutang yang ditandatangani oleh kepala satuan kerja
- Surat penyerahan piutang disampaikan kepada Biro Keuangan
Kementerian/Lembaga masing-masing untuk selanjutnya diteruskan kepada Panitia
Urusan Piutang Negara DJKN.
- Tembusan surat penyerahan piutang disampaikan kepada BPK, BPKP, Itjen
kementerian/Lembaga, Dit. PNBP DJA.
Pemindahan
Penagihan Piutang PNBP
Apabila ada pegawai negeri yang masih memiliki
tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara pindah ke satuan kerja lain,
maka dengan demikian penagihan piutang kepada pegawai tersebut dialihkan kepada
satuan kerja baru. Pengalihan penagihan piutang dilaksanakan dengan menerbitkan
surat pemindahan penagihan piutang PNBP oleh unit operasional satuan kerja
lama. Surat pemindahan tagihan piutang PNBP digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penagihan di satuan kerja baru. Satuan kerja baru tidak perlu
menerbitkan surat penagihan apabila sudah ada surat pemindahan penagihan
piutang dari satuan kerja lama. Surat pemindahan penagihan piutang PNBP
merupakan satu kesatuan proses dari dokumen penagihan piutang PNBP. Surat
Pemindahan penagihan dibuat rangkap tiga dengan
peruntukan pihat terutang, satuan kerja baru, dan satuan kerja lama. Dengan
adanya pemindahan tagihan kepada satuan kerja baru maka penagihan piutang PNBP
menjadi kewenangan dan tanggungjawab sepenuhya satuan kerja baru. Guna
memberikan keyakinan atas kebenaran piutang PNBP, maka sebelum surat pemindahan
penagihan piutang PNBP diterbitkan, perlu dilakukan konfirmasi kebenarannya
kepada KPPN mitra kerja. Bentuk surat pemindahan penagihan piutang PNBP dapat
dilihat di Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 85/PB/2011.
Piutang
PNBP bagi pensiunan
Bagi Pegawai Negeri yang akan memasuki masa
pensiun, maka pelunasan atas tunggakan dan kewajiban membayar utang kepada
negara diselesaikan sebelum pembayaran gaji terakhirnya. Dalam hal pegawai
tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pelunasan piutang dilakukan
dengan cara:
a. Melalui
pemotongan pembayaran pensiun pegawai bersangkutan
b.
Dilakukan penyetoran sendiri ke kas negara
Penyelesaian piutang PNBP melalui pemotongan
pembayaran pensiun dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan kepada PT
Taspen/PT Asabri dimana pensiun pegawai tersebut dibayar. Pemberitahuan harus
dilampiri dengan SKPP pensiunan dan surat penagihan terakhir. Surat
pemberitahuan dan lampirannya tersebut merupakan dasar bagi PT Taspen/PT Asabri
untuk melakukan pemotongan uang pensiun untuk kemudian disetorkan ke kas
negara.
Paling lama 7 hari kerja setelah penyetoran, PT
Taspen/PT Asabri menyampaikan pemberitahuan kepada satuan kerja penerbit SKPP
Pensiun dilampiri dengan bukti setorannya. Petugas unit pembukuan
menatausahakan setoran piutang pada kartu piutang.
Penyetoran
piutang yang dilakukan sendiri oleh wajib setor ke kas Negara harus dilaporkan
kepada unit penatausaha piutang PNBP satuan kerja terkait, agar dilakukan
pencatatan ke dalam kartu piutang dan menatausahakan bukti setorannya.
Penerbitan
Surat Keterangan Lunas/SKTL
Setiap pelunasan piutang PNBP yang dilakukan dengan
angsuran, satuan kerja wajib menerbitkan SKTL. Dalam hal piutang dibayar secara
sekaligus, maka SSBP dapat dijadikan sebagai bukti pelunasan. Sebelum
menerbitkan SKTL, petugas unit pembukuan wajib melakukan konfirmasi kebenaran
setoran PNBP kepada KPPN. Untuk piutang PNBP yang jangka waktu pelunasannya
kurang dari satu tahun, kebenaran setoran dilakukan sebelum penerbitan SKTL.
Untuk pelunasan yang jangka waktunya melebihi satu tahun maka konfirmasi SKTL
dilakukan setiap tahun.
Tata cara penerbitan SKTL dilaksanakan sebagai
berikut:
1. Petugas pada unit pembukan melakukan konfirmasi kebenaran setoran
piutang PNBP kepada KPPN
2. Petugas unit pembukuan memberitahukan kepada petugas unit operasional
atas piutang PNBP yang telah lunas dilampiri dengan asli dokumen transaksi,
hasil konfirmasi, dan kartu piutang
3. Petugas pada unit operasional melakukan pengujian dengan cara
membandingkan dokumen-dokumen tersebut denga catatan pada kartu piutang.
4. Termasuk di dalam pengujian adalah denda atas keterlambatan
pembayaran sesuai dengan ketentuan
5. Dalam hal terjadi perbedaan pencatatan antara kartu piutang dengan
hasil konfirmasi, data yang digunakan adalah data hasil konfirmasi
6. SKTL
diterbitkan oleh unit operasional dan ditandatangani oleh kepala satuan kerja
SKTL yang
telah diterbitkan dapat digunakan sebagai dasar pemindahan hak oleh pihak
terutang. SKTL diterbitkan minimal dalam rangkap dua dengan format sesuai
dengan lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-85/PB/2011.
Konfirmasi
Setoran Piutang PNBP
Konfirmasi setoran diperlukan untuk memastikan
bahwa setoran piutang PNBP benar-benar telah disetorkan dan diterima di kas
negara. Permintaan konfirmasi dilakukan oleh petugas unit pembukuan kepada
KPPN. KPPN meneliti permintaan konfirmasi dengan membandingkan pembukuan KPPN.
Dalam hal diperlukan KPPN dapat meminta konfimasi kepada bank persepsi tempat
pembayaran setoran PNBP. Apabila telah diyakini setoran telah diterima di kas
negara maka KPPN memberikan konfirmasi kepada Satuan kerja bersangkutan.
Tata cara konfirmasi sesuai dengan ketentuan yang
mengatur tentang pelaksanaan pemberian konfirmasi. Setoran piutang PNBP sebelum
tahun 2011 yang belum dimintakan konfirmasi kebenarannya, agar dimintakan
konfirmasi kepada KPPN mitra kerjanya paling lambat tanggal 30 Juni 2012.
Khusus untuk piutang PNBP sewa beli rumah negara
golongan III, penerbitan SKTL dilaksanakan oleh Direktorat Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum.
Penatausahaan
Piutang PNBP oleh unit/petugas penatausahaan Piutang pada Kementerian
Negara/Lembaga
Penatausahaan piutang PNBP adalah proses pencatatan
dan pelaporan jumlah uang yang menjadi hak pemerintah atau kewajiban pihak lain
kepada pemerintah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan jasa oleh
pemerintah atau akibat lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Formulir/daftar yang digunakan dalam pencatatan
piutang adalah:
1. Kartu
Piutang
Merupakan
kartu yang menunjukkan jumlah piutang, mutasi dan saldo piutang masing-masing
debitur. Pencatatan piutang dilakukan pada saat timbulnya hak pemerintah atau
adanya kewajiban pihak lain kepada pemerintah.
Pencatatan
didasarkan atas dokumen sumber yang berasal dari surat ketetapan piutang, bukti
setor dan surat penghapusan piutang. Kartu Piutang diisi setiap terjadi
transaksi.
2. Daftar
Rekapitulasi Piutang
Merupakan
daftar yang menunjukkan total mutasi dan saldo piutang menurut jenis
piutangnya. Pencatatan ke dalam Daftar Rekapitulasi Piutang dilakukan setiap
semester berdasarkan mutasi dalam kartu piutang.
3. Daftar
Saldo Piutang
Merupakan
daftar yang menunjukkan saldo piutang berdasarkan rekapitulasi masing-masing
jenis piutang dan disajikan setiap semester.
4. Daftar
Umur Piutang
Merupakan
daftar yang menunjukkan pengelompokkan piutang yang menunggak (sudah melebihi
jangka waktu kredit) berdasarkan lamanya waktu tunggakannya dan disajikan
setiap akhir tahun.
5. Daftar
Reklasifikasi Saldo Piutang
Untuk
memudahkan reklasifikasi piutang dapat dibutakan Daftar Reklasifikasi Saldo
Piutang yang menunjukkan jumlah bagian lancar dan jumlah bagian tidak lancar.
Reklasifikasi asset non lancar ke dalam asset lancar dikarenakan jumlah yang
direklasifikasi tersebut akan jatuh tempo dalam kurun waktu 1 (dua belas) bulan
dari tanggal neraca.
6. Formulir
Jurnal Aset (FJA)
Merupakan
formulir yang digunakan untuk mencatat penambahan, pengurangan, dan penghapusan
nilai asset pada neraca. Dalam hal ini adalah nilai asset piutang pada neraca.
Penyusunan Pagu Penggunaan PNBP
Dalam
rangka penyusunan RAPBN, Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL). (Pasal
14 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara).
Berdasarkan
hasil pembahasan target (rencana) PNBP, Direktorat PNBP menetapkan pagu
penggunaan PNBP dengan formula sebagai berikut :
Pengalokasian
pagu penggunaan PNBP lebih lanjut ke dalam program, sub program, kegiatan, sub
kegiatan, dan akun belanja dilakukan oleh Direktorat Anggaran I, II, III dengan
berpedoman pada juknis penyusunan RKA-KL
serta KMK Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP.
PENGGUNAAN
KEMBALI PNBP
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagian
dana dari suatu Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan oleh Instansi
yang bersangkutan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut. Besarnya bagian dana PNBP yang dapat
digunakan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kegiatan tertentu tersebut meliputi bidang-bidang
kegiatan :
•
penelitian dan pengembangan teknologi;
•
pelayanan kesehatan;
•
pendidikan dan pelatihan;
•
penegakan hukum;
•
pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual
tertentu;
•
pelestarian sumber daya alam.
Ijin
Penggunaan PNBP
Instansi/Satuan Kerja dapat menggunakan sebagian
dana Penerimaan Negara Bukan Pajak setelah memperoleh persetujuan dari Menteri
Keuangan.
Mekanisme permohonan ijin penggunaan PNBP diatur
sebagai berikut :
1.
Permohonan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
diajukan oleh PimpinanKementerian/Lembaga yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
2.
Permohonan menggunakan format yang antara lain
memuat:
a.
Latar belakang
b.
Tujuan Penggunaan dana PNBP
c.
Tugas dan Fungsi
d.
Rincian Anggaran Biaya (RAB)
e.
Kesesuaian RAB dengan tugas dan fungsi
f.
Target dan
realisasi PNBP
g.
Perkiraan penerimaan 3 tahun mendatang
h.
Output dan outcome
Selanjutnya
rencana penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak diteliti dan dibahas oleh
Kementerian Keuangan bersama-sama Kementerian Negara/Lembaga dan dilakukan
analisis atas kelayakan penggunaan PNBP yang bersangkutan sebelum ditetapkan
Menteri Keuangan. Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan tertentu pada Satuan Kerja bersangkutan dalam rangka
pembiayaan :
1. operasional
dana pemeliharaan; dan atau
2. investasi,
termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Penganggaran Dana yang Berasal Dari PNBP
Dana penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
disediakan dalam DIPA dan saldo lebih dari sebagian dana Penerimaan Negara
Bukan Pajak pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke Kas Negara. Pembiayaan
yang telah disediakan dalam DIPA dan belum dilaksanakan atau belum diselesaikan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat dicantumkan pada DIPA tahun
berikutnya melalui revisi anggaran.
Dalam rangka penyusunan RAPBN Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Lembaga (RKA-KL) Pengajuan alokasi anggaran untuk
pengguanaan dana yang bersunber dari PNBP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Dalam penyusunan RKA-K/L untuk kegiatan yang
alokasi dananya bersumber dari PNBP (bukan satker BLU) diatur sebagai berikut:
1.
Nomenklatur kegiatan yang anggarannya bersumber
dari PNBP menggunakan nomenklatur kegiatan sesuai dengan tabel referensi pada
Aplikasi RKA-K/L;
2.
Penuangan kegiatan dan besaran anggarannya dalam
RKA-K/L mengacu pada:
a.
Peraturan Pemerintah tentang tata cara penggunaan
PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu;
b.
Keputusan Menteri Keuangan/Surat Menteri Keuangan
tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP; dan
c. Angka Pagu
penggunaan PNBP dari Direktorat PNBP.
3. Penggunaan dana yang bersumber dari PNBP difokuskan
untuk kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan/atau
sesuai ketentuan tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari
PNBP;
4. Pembayaran honor pengelola kegiatan PNBP (honor atasan langsung
bendahara, bendahara dan anggota sekretariat) menggunakan akun belanja barang
operasional yaitu honor yang terkait dengan operasional satker (akun 521115),
sedangkan honor kegiatan non-operasional yang bersumber dari PNBP masuk dalam
akun honor yang terkait dengan output kegiatan (akun 521213).
Prinsip-Prinsip Penggunaan PNBP
a.
Satker pengguna PNBP dapat menggunakan PNBP sesuai
dengan jenis PNBP dan batas tertinggi penggunaan sesuai yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
b.
Batas tertinggi PNBP tersebut merupakan maksimum
pencairan dana yang dapat dilakukan oleh satker berkenaan.
c.
Penggunaan PNBP dapat dilakukan setelah PNBP
disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
d.
Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara
terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat
Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
e.
Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan
tidak boleh melampaui pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
f.
Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam
DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
Prosedur
Pencairan Dana yang Berasal Dari PNBP
1.
Perhitungan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan
kelengkapannya:
a.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20%
(dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP
dalam DIPA maksimum sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
b.
Realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya.
c.
Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP
sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum
Pencairan (MP).
d.
Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP
dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Dana yang
berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut:
MP = (PPP x JS) – JPS
MP :
Maksimum Pencairan
PPP:
proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan
JS = jumlah
setoran
JPS =
jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan
e. Sisa Maksimum Pencairan (MP)
dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satker pengguna, dapat dipergunakan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan
dan berlaku efektif.
2. Tata cara penerbitan dan
pengujian SPP dan SPM-UP/ TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS dari dana yang bersumber
dari PNBP
a.
PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS
beserta ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri:
i.
Penyampaian SPM-UP dilampiri dengan surat
pernyataan dari KPA.
ii.
Penyampaian SPM-TUP dilampiri dengan surat
persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN;
iii.
Penyampaian SPM-LS dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang
lebih dari 1 (satu) penerima.
iv.
bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN;
dan
v.
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP)
vi.
Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka
pembayaran jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan:
•
Asli surat jaminan uang muka;
•
Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada
Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan uang muka;
•
Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan penerbit
jaminan uang muka sesuai Peraturan Presiden mengenai pengadaan barang/jasa
pemerintah.
b. KPPN melakukan penelitian terhadap kebenaran perhitungan dalam Daftar
Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP)
Revisi
Anggaran penggunaan PNBP
1. Revisi yang Disebabkan Perubahan Target PNBP
Berdasarkan
perkembangan realisasi tahun berjalan dan adanya kebijakan tertentu dapat
berakibat pada peningkatan terhadap potensi realisasi PNBP sehingga sampai
dengan akhir tahun diperkirakan melampaui target yang telah ditetapkan. Untuk dapat melakukan revisi atas perubahan
target PNBP tersebut, Satuan Kerja mengusulkan perubahan target PNBP untuk
ditampung dalam RAPBN-P tahun berjalan secara berjenjang kepada Sakjen
Kementerian Lembaga. Susulan tersebut disampaikan oleh Sekjen Kementarian
Lembaga kepada Kementerian Keuangan diduking dengan Proposal perubahan target,
justifikasi perubahan target beserta perhitungannya.
2. Revisi
yang disebabkan Kelebihan Realisasi PNBP
Realisasi
PNBP yang telah disetorkan ke Kas Negara mungkin untuk melampaui target yang
telah ditetapkan dalam APBN, untuk penggunaan kelebihan realisasi tersebut
dapat dilakukan revisi anggaran. Perubahan ini dapat digunakan sesuai ketentuan
izin penggunaan yang berlaku termasuk jenis PNBP baru yang ditetapkan dalam PP,
Keputusan menteri Keuangan tentang izin penggunaan baru atau tambahan
prosentase penggunaan. Untuk revisi ini satuan kerja mengusulkan perubahan
target PNBP untuk ditampung pada RAPBN-P tahun berjalan melalui Sekjen
Kementerian Lembaga. Setelah melakukan verifikasi atas kelebihan realisasi PNBP
Sekjen Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan revisi anggaran kepada
Kementerian Keuangan dengan melampirkan RKA-Satker yang memuan usulan peribahan
PNBP, fotokopi SSBP dan NTPN yang telah divalidasi oleh KPPN.
SURAT PERNYATAAN
Nomor : XXXXXX
Sehubungan dengan pengajuan Uang Persediaan (UP)
sebesar Rp.999.999.999,00 (dengan
huruf ), yang bertanda tangan di bawah ini:
•
Nama :
..............................................
•
Jabatan : Kuasa Pengguna Anggaran
•
Satuan Kerja : ………………………………… (xxxxxx)
•
Kementerian Negara/Lembaga :…………………………………. (xxx)
•
Unit Organisasi :…………………………………. (xx)
dengan ini menyatakan bahwa:
•
Uang Persediaan (UP) tersebut akan dipergunakan
untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja dan tidak untuk
membiayai pengeluaran yang menurut peraturan perundang-undangan harus dilakukan
dengan pembayaran langsung (LS);
•
Apabila dalam 3 (tiga) bulan sejak SP2D-UP
diterbitkan belum dilakukan penggantian (revolving)
UP, maka
bersedia memotong atau menyetorkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari UP
yang diterima.
•
Apabila dalam 1 (satu) bulan setelah surat
pemberitahuan Kepala KPPN untuk memotong atau menyetorkan UP sebesar 25% (dua
puluh lima persen) belum dilaksanakan, maka bersedia memotong atau menyetorkan
50% (lima puluh persen) dari UP yang diterima.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan
sebenarnya.
…………, …………
20XX
Kuasa
Pengguna Anggaran,
..............................
NIP
........................................
DAFTAR PERHITUNGAN
JUMLAH MAKSIMAL PENCAIRAN DANA (MP)
SATKER PENGGUNA PNBP
•
Nama dan kode
Kantor/Satker :……………………………………
•
Nama dan kode
Kegiatan :.......................................
•
Nomor dan tanggal
DIPA :.......................................
•
Target Pendapatan :…………………………………….
•
Pagu Pengeluaran :……………………………………
•
Perhitungan Maksimum
Pencairan Dana :
•
Jumlah Setoran PNBP
TA yang lalu 1) Rp ...............
•
Maksimum Pencairan
Dana TA yang lalu (….% x 6.a) Rp ...............
•
Realisasi Pencairan
Dana TA yang lalu 2) Rp ............... _
•
Sisa Dana Tahun
Anggaran yang lalu (b – c) Rp ...............
•
Sisa UP dan TUP TA
yang lalu Rp ............... _
•
Sisa MP TA yang lalu
yang dapat digunakan sebelum diperoleh
realisasi PNBP TA berjalan (d – e) Rp ...............
•
SP2D TA berjalan yang
dicairkan dari 6.f Rp ...............
•
Perhitungan Maksimum
Pencairan Dana Berikutnya :
•
Setoran PNBP TA
berjalan 1) Rp ...............
•
Maksimum Pencairan
Dana TA berjalan (….% x 7.a) Rp ...............
•
Realisasi pencairan
dana TA berjalan s.d SP2D lalu (termasuk
jumlah SP2D yang telah dicairkan
pada huruf 6.g):
•
SP2D-UP Rp........................
•
SP2D-TUP Rp........................
•
SP2D-GUP Rp........................
•
SP2D-LS Rp........................ +
•
Jumlah Rp ................ _
•
SPM
UP/TUP/GUP/PTUP/LS yang dapat diajukan berikutnya
(7.b –7.c.5)
Rp................
…………………..,………….20XX
Kuasa Pengguna Anggaran ………………………
..............................
NIP ........................................
Keterangan:
1) Foto copy SSBP
lembar 4 terlampir
2) berdasarkan hasil
rekonsiliasi realisasi dengan KPPN
Akuntansi
Dan Pertanggungjawaban PNBP
Setiap kementerian negara/lembaga wajib melaksanakan
penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya,
sehingga piutang PNBP dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan andal dan
tepat waktu. Tujuan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP adalah:
1.
Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu
mengenai piutang;
2.
Mengamankan transaksi piutang PNBP melalui
pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3.
Mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan
informasi piutang PNBP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan
keputusan.
Untuk tercapainya keseragaman, penatausahaan dan
akuntansi piutang PNBP dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-02/PB/2007 tentang pedoman Penatausahaan dan
Akuntasi Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pedoman penatausahaan dan akuntasi piutang PNBP ini
berlaku untuk seluruh piutang yang berasal dari PNBP yang dikelola oleh
kementerian Negara/lembaga. Pedoman ini tidak mengatur penatausahaan dan
akuntansi piutang PNBP yang dikelola oleh:
1.
Pemerintah Daerah;
2.
BUMN/BUMD:
3.
Bank Pemerintah dan lembaga Keuangan Milik
Pemerintah.
Kebijakan
Akuntansi
Akuntansi Piutang adalah serangkaian kegiatan yang
meliputi proses pencatatan pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran
transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta
penyajian piutang dalam neraca.
1.
Pengakuan Piutang PNBP
Pada
dasarnya piutang PNBP diakui pada saat terjadinya hak untuk menagih piutang
PNBP, atau pada saat terbit surat keputusan tentang Piutang PNBP. Misalnya
Piutang Bukan Pajak yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib
bayar harus dicatat sebagai piutang PNBP dalam neraca. Contohnya tagihan atas
sewa gedung pemerintah oleh pihak ketiga dan pada saat terbitnya Surat
Ketetapan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM) yang merupakan dokumen untuk mengakui
TGR untuk pegawai negeri sipil (PNS).
Pengakuan
untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Piutang Bukan Pajak Lainnya, dan
Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing
adalah sebagai berikut:
a.
Bagian Lancar TPA diakui pada setiap akhir tahun
dengan cara melakukan reklasifikasi TPA yang akan jatuh tempo pada satu tahun
berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun
TPA di neraca;
b.
Bagian Lancar TGR diakui pada setiap akhir tahun
dengan cara melakukan reklasifikasi TGR jangka panjang yang akan jatuh tempo
pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan
mengurangi akan TGR di neraca;
c.
Piutang Bukan Pajak Lainnya diakui pada saat
terbitnya surat pernyataan Piutang PNBP;
d.
Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah
Daerah, dan lembaga asing diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan
reklasifikasi piutang pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga
asing yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca.
Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun Piutang Pinjaman kepada
BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing di neraca.
2. Pengukuran Piutang PNBP
Dasarnya
Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang
belum dilunasi. Misalnya Piutang Bukan Pajak dicatat sebesar nilai nominal
seluruh tagihan yang belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca.
Contohnya adalah tagihan sewa gedung pemerintah yang belum dibayar oleh pihak
ketiga.
Sedangkan
pencatatan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Bagian Lancar Pinjaman
kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah dan lembaga asing, dan Piutang Bukan Pajak
Lainnya adalah sebagai berikut:
a.
Bagian Lancar TPA dicatat sebesar nilai nominal,
yaitu sejumlah rupia TPA yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
b.
Bagian Lancar TGR dicatat sebesar nilai nominal,
yaitu sejumlah rupiah TGR yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
c.
Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah
Daerah, dan lembaga asing dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai
rupiah umlah bagian lancar piutang;
d.
Piutang Bukan Pajak Lainnya dicatat sebesar nilai
nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi.
3. Pengungkapan Piutang PNBP
Piutang
PNBP disajikan di neraca sebagai Aset Lancar dan diungkapkan dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan (CALK), berupa:
a.
Perincian jenis-jenis piutang;
b.
Penjelasan atas penyelesaian piutang, masih di
kementerian Negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
c.
Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil
reklasifikasi TPA dan/atau TGR;
d.
Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil
reklasifikasi Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Derah, dan lembaga
asing;
e.
Penjelasan atas Piutang Bukan Pajak Lainnya;
f.
Daftar Umur Piutang PNBP.
Akuntansi
Piutang
Pencatatan
piutang dilakukan oleh petugas Akuntansi Piutang pada tingkat Kuasa Pengguna
Anggara. Petugas Akuntansi Piutang menyelenggarakan pencatatan piutang PNBP
yang dimiliki oleh Kuasa Pengguna Anggaran secara periodic dengan menggunakan
Kartu Piutang. Berdasarkan kartu Piutang, Petugas Akuntansi Piutang menyusun
Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar Reklasifikasi saldo Piutang.
Setiap
akhir semester, berdasarkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo
Piutang, Petugas Akuntansi Piutang mencatat jurnal asset melalui Formulir
Jurnal Aset selanjutnya direkam dengan menggunakan Aplikasi Sistem Akuntansi
Kuasa Pengguna Anggaran.
Pencatatan
piutang hanya dilakukan pada saat pencatatan saldo awal piutang pertama kali
dan penambahan atau pengurangan nilai piutang pada akhir semester.
Pada akhir
tahun dilakukan reklasifikasi Piutang PNBP. Reklasifikasi piutang PNBP dicatat pada
akhir tahun serta pada awal tahun berikutnya dibuatkan jurnal balik. Pencatatan
piutang dilakukan sesuai dengan kelompok piutang, yaitu:
1.
Piutang
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Jurnal
untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr
|
113211
|
Piutang PNBP
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk penambahan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr
|
113211
|
Piutang PNBP
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk pengurangan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
113211
|
Piutang PNBP
|
|
XXXXXX
|
2. Piutang Bukan Pajak Lainnya
Jurnal
untuk mencatat saldo awal Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr
|
113811
|
Piutang PNBP
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk penambahan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr
|
113811
|
Piutang PNBP
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan
Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk pengurangan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
113811
|
Piutang PNBP
|
|
XXXXXX
|
Pelaporan
Piutang
Piutang disajikan dalam kelompok Aset Lancar. Jika
terdapat asset lainnya berupa tagihan kepada pihak ketiga seperti TGR yang akan
jatuh tempo dalam 12 bulan, maka perlu dilakukan reklasifikasi atas bagian
lancar yang akan jatuh tempo.
Dengan reklasifikasi tersebut akan dipisahkan:
a.
Aset Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi
dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
b.
Aset Non Lancar : Tagihan yang diharapkan akan
dilunasi dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Sebagai contoh Tuntutan Ganti Rugi yang akan jatuh
tempo dalam kurun waktu 12 bulan mendatang harus direklasifikasi ke dalam Aset
lancar pada perkiraan Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan sisanya yang
jatuh tempo lebih dari 12 bulan tetap disajikan dalam Aset Lainnya pada
perkiraan Tuntutan Ganti Rugi.
Jurnal
untuk mencatat saldo Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr
|
151211
|
Tagihan Tuntuan Ganti Rugi
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
321311
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr
|
113411
|
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr
|
113411
|
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Kedua
Jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat
jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr
|
321311
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
151211
|
Tagihan Tuntuan Ganti Rugi
|
|
XXXXXX
|
Dr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
113411
|
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
|
|
XXXXXX
|
Tagihan Penjualan
Angsuran berasal dari penjualan rumah dinas atau kendaraan dinas secara
angsuran. Tagihan yang akan dilunasi dalam satu periode akuntansi dimasukan
dalam Aset Lancar dengan perkiraan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.
Sedangkan sisanya ke Aset Lainnya dengan akun Tagihan Penjualan Angsuran.
Jurnal
untuk mencatat saldo awal Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr
|
151111
|
Tagihan Penjualan Angsuran
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
321311
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr
|
113311
|
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Jurnal
untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr
|
113311
|
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
|
XXXXXX
|
Kedua
Jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat
jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr
|
321311
|
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
151111
|
Tagihan Penjualan Angsuran
|
|
XXXXXX
|
Dr
|
311311
|
Cadangan Piutang
|
XXXXXX
|
|
Cr
|
113311
|
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
|
|
XXXXXX
|
Penyajian
Akun Piutang dalam Neraca
Setelah mencatat piutang berdasarkan Daftar Saldo
Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang per Semester, UAKPA melakukan
posting sehingga terbentuk akun piutang di dalam neraca.
ASET
LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang PNBP
Piutang Bukan Pajak Lainnya
|
KEWAJIBAN
LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
|
ASET
LAINNYA
TGR
TPA
|
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
|
Penjelasan
Piutang dalam CALK
Selain disajikan di dalam neraca, informasi
mengenai akun piutang harus diungkapkan di dalam CALK per jenis piutang sesuai
Daftar Saldo Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang, termasuk:
•
Kebijakan yang diguakan dalam penilaian piutang;
•
Perincian Saldo Piutang per umum piutang;
•
Reklasifikasi Piutang untuk menentukan Bagian
Lancar Piutang;
•
Informasi piutang yang penagihannya diserahkan
kepada direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Jenjang
Pelaporan Piutang
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
59/PMk.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat,
maka pelaporan piutang didasarkan pada mekanisme pelaksanaan Sistem Akuntansi
Instansi. Akuntansi Piutang dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
a.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
b.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah
(UAPPA-W);
c.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Esselon
1 (UAPPA-E1);
d.
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi
piutang adalah sebagai berikut:
a.
Daftar Saldo Piutang
b.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo
Piutang setiap semester dilaporkan oleh UAKPA kepada unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) untuk disusun menjadi Daftar Reklasifikasi
Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang tingkat UAPPA-W/Unit Akuntansi Pembantu
Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1), dan sampai dengan tingkat Unit Akuntansi
Pengguna Anggaran (UAPA).
Laporan
Realisasi PNBP
Laporan Realisasi PNBP adalah
daftar yang memuat PNBP yang telah dicapai/diproleh dalam periode tertentu
(Pasal 1 angka 6 PP No. 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan
Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Format Laporan terdapat dalam Lampiran Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-05/PJ.12/2006 tentang Laporan Realisasi
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Laporan Realisasi PNBP triwulanan disampaikan
secara tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri paling lambat 1
(satu) bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir dan laporan perkiraan
realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada Menteri paling lambat tanggal 15
Agustus Tahun Anggaran berjalan.
Ketentuan tentang tatacara penyampaian laporan
realisasi PNBP diatur dalam pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.06/2006 yang menyebutkan bahwa Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna
Anggaran wajib menyampaikan pertanggungjawaban penerimaan negara dalam bentuk
Laporan Realisasi Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi.
Penerapan Good Governance di
Indonesia
Praktek good
governance (tata kelola pemerintahan yang baik) merupakan salah satu upaya
yang juga bisa membantu dalam pencegahan praktek korupsi. Didukung dengan
ditetapkanya Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) maka
pelaksanaan good governance merupakan salah satu kunci aksi yang harus
dilakukan. Pemerintah daerah berhak membuat dan melaksanakan Perda sehubungan
dengan praktek-praktek good governance sehingga pelaksanaan good
governance dianggap lebih mudah dan sederhana apabila dimulai dari
pemerintah kabupaten/kota daripada pemerintah pusat.
Dalam
hal upaya menciptakan pelayanan publik yang prima disadari perlu sinergisitas
yang komprehensif dan maksimal guna mencapai suatu titik konstan yang memuaskan
masyarakat. Keterlibatan aktif pemerintah selaku pemain utama, masyarakat,
aparat penegak hukum hingga KPK sebagai trigger mechanism mutlak
dibutuhkan menuju terciptanya sistem birokrasi yang berkeadilan. Menurut T. Gayus
Lumbuun, dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara asas-asas umum
pemerintahan yang baik telah disistematisasi oleh para ahli terkemuka dan
dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal dengan “Algemene
Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB), di Inggris dikenal “The
Principle of Natural Justice”, di Perancis dikenal “Les Principaux
Generaux du Droit Coutumier Publique”, di Belgia dikenal “Aglemene
Rechtsbeginselen”, di Jerman dikenal “Verfassung Sprinzipien” dan di
Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik” (AUPB).
Untuk mengenal asas-asas umum pemerintahan yang baik
menurut pendapat ahli maupun yang berkembang di Peradilan Administrasi, akan
diuraikan berikut ini:
1. Menurut
sistematisasi van Wijk/Konijnenbel yang dikutip oleh Indroharto dalam bukunya
berjudul “Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara”
tahun 1994, Asas-asas umum Pemerintahan yang Baik dikelompokkan:
a) Asas-asas
formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi Asas kecermatan
formal dan Asas “fair play”.
b) Asas-asas
formal mengenai formulasi keputusan yang meliputi Asas
Pertimbangan dan Asas kepastian Hukum formal.
c) Asas-asas
Meterial mengenai isi Keputusan yang meliputi Asas kepastian hukum
material, Asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan,
Asas persamaan, Asas kecermatan material dan Asas keseimbangan.
Undang-Undang
Nomor 28 tahun 1999, maka asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia
diidentifikasikan dalam Pasal 3 dan Penjelasanya yang dirumuskan sebagai asas
umum penyelenggaraan negara. Asas ini terdiri dari:
a. Asas Kepastian Hukum;
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara
Negara.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
c. Asas Kepentingan Umum;
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d. Asas Keterbukaan;
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, dan rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
f. Asas Profesionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas.
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Suatu ukuran yang
menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki para stakeholders
yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Akuntabilitas meliputi: keuangan
(financial), administartif (administrative), dan kebijakan publik (policy
decision), hukum, dan politik.
Aktor
dalam menjalankan Governance adalah
1)
government
2)
swasta, dan
3)
rakyat yang memiliki posisi sejajar, memiliki kesamaan, kohesi, keseimbangan
peran serta yang saling mengontrol.
Dalam
konsep Government, aktornya tunggal atau terfokus hanya pada birokrasi
pemerintahan yang mendominasi berbagai peran dan fungsi. Dalam pelaksanaaan
konsep good governance harus di imbangi juga dengan adanya pertisipasi
masyarakat, prinsip yang menjamin atau menuntut masyarakat harus diberdayakan,
diberikan kesempatan dan dikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses
birokrasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Mewujudkan
konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan
sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan
sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk
mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan.
Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan
efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk
penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap
jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).
Konsep
good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur
hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor
terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya
sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang
tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik
kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”.
Good
governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses
pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara,
dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan
yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada
publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan
ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3
(tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau
dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan
kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak
tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih
sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).
BAB III
METODELOGI
Metode penelitian menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Menurut Mulyana,
hal 145 Pendekatan Deskriptif Kualitatif berdasarkan perspektif subyektif,
mencakup wawancara tidak berstruktur/mendalam dan melibatkan pengamatan
berperan serta dalam proses pengumpulan datanya. Selain itu, pendekatan
Deskriptif Kualitatif sangat menekankan penafsiran dibandingkan pengamatan
secara obyektif. Sehingga dalam
penelitian ini, partisipasi aktif seorang peneliti sangat diperlukan dalam
rangka memahami segala macam tindakan baik dari dalam, maupun dari luar. Dan
agar dapat memahami tindakan dari dalam.
Senada dengan Deddy Mulyana, Mardalis hal 25 juga mengungkapkan
bahwa pendekatan Deskriptif Kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan
apa-apa yang saat ini tengah berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi kondisi
yang saat ini terjadi atau ada.
Pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur.
Literatur yang diperiksa meliputi buku teks, artikel media massa, dan
penelusuran literatur on-line.
BAB IV
PEMBAHASAN
Apabila
kita lihat dari jangka waktunya, UU PNBP sudah berlaku cukup lama, hampir 14
tahun. Dari hasil evaluasi ditemukan cukup banyak hal yang harus disesuaikan
dengan perkembangan situasi aktual dan tantangan-tantangan di masa depan.
Selain itu, dari sisi hukum sudah banyak perkembangan yang terjadi, seperti Amandemen
UUD 1945, diterbitkannya Paket UU Keuangan Negara, lahirnya "Undang-Undang
MD3" dan UU 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Seluruh ketentuan
perundangan tersebut bersifat dinamis, dan bersentuhan dengan basis UU 20/1997
tentang PNBP yang berkenaan dengan penerimaan SDA, laba BUMN, dan
kementerian/lembaga, sehingga dalam perjalanannya banyak hal yang harus
dibenahi atau diperbaiki.
Memang
tidak semua pelayanan umum harus dikenakan biaya atau tarif, namun harus tetap
memegang prinsip kewajaran dan keadilan. Apabila dikenakan tarif pelayanan dan
pengelolaan potensi PNBP tentunya harus tetap berpegang kepada prinsip-prinsip
tersebut untuk itu diperlukan Manajemen pengelolaan PNBP yang baik, yaitu
mengatur bagaimana hubungan antara fungsi Kementerian Keuangan sebagai Chief
Financial Officer dengan kementerian/lembaga, atau hubungan antara Kementerian
Keuangan bersama dengan kementerian/lembaga dalam menjalankan kebijakan publik
sehingga seluruh lembaga pemerintah dapat bekerja dengan prinsip good goverannce,
transparansi, dan akuntabilitas.
Praktek good governance (tata kelola
pemerintahan yang baik) merupakan salah satu upaya yang juga bisa membantu
dalam pencegahan praktek korupsi. Didukung dengan ditetapkanya Rencana Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) maka pelaksanaan good governance
merupakan salah satu kunci aksi yang harus dilakukan.
Menurut T.
Gayus Lumbuun, dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara asas-asas umum
pemerintahan yang baik telah disistematisasi oleh para ahli terkemuka dan
dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal dengan “Algemene
Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB), di Inggris dikenal “The
Principle of Natural Justice”, di Perancis dikenal “Les Principaux
Generaux du Droit Coutumier Publique”, di Belgia dikenal “Aglemene
Rechtsbeginselen”, di Jerman dikenal “Verfassung Sprinzipien” dan di
Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik” (AUPB).
Aktor
dalam menjalankan Governance adalah (1) government, (2) swasta, dan (3) rakyat
yang memiliki posisi sejajar, memiliki kesamaan, kohesi, keseimbangan peran
serta yang saling mengontrol.
Dalam konsep Government, aktornya
tunggal atau terfokus hanya pada birokrasi pemerintahan yang mendominasi
berbagai peran dan fungsi. Dalam pelaksanaaan konsep good governance harus di
imbangi juga dengan adanya pertisipasi masyarakat, prinsip yang menjamin atau
menuntut masyarakat harus diberdayakan, diberikan kesempatan dan dikutsertakan
untuk berperan dalam proses-proses birokrasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung.
PNBP
memiliki peran yang sangat penting dalam pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan Negara dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan
langkah-langkah pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan Pasal 4 ayat 3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1999, “kegiatan
tertentu” yang dimaksud meliputi bidang-bidang kegiatan :
a.
Penelitian dan pengembangan teknologi
b.
Pelayanan kesehatan
c.
Pendidikan dan pelatihan
d.
Penegakan hukum
e.
Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual
tertentu
f.
Pelestarian sumber daya alam
Penggunaan sebagian PNBP oleh instansi yang bersangkutan
bisa dilakukan dalam rangka pembiayaan operasional dana pemeliharaan dan atau
investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (Pasal 8 ayat 1 PP
Nomor 73 Tahun 1999).
Jenis PNBP yg berlaku
di Kementerian Hukum dan HAM RI meliputi :
- Pelayanan Jasa Hukum
- Balai Harta Peninggalan
- Keimigrasian
- Hak Kekayaan Instelektual ; dan
- Jasa Tenaga Kerja Narapidana
TARGET
& PAGU PNBP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM (dalam ribuan rupiah)
Unit
Organisasi
|
2012
|
2013
|
||
Target
|
Pagu
|
Target
|
Pagu
|
|
Setjen
|
790.486.644
|
548.743.712
|
973.107.614
|
678.293.949
|
Itjen
|
6.000
|
0
|
6.000
|
0
|
Ditjen AHU
|
165.156.556
|
49.542.000
|
184.962.744
|
141.348.266
|
Ditjen PAS
|
11.100
|
0
|
11.100
|
0
|
Ditjen Imigrasi
|
1.015.906.500
|
720.679.460
|
1.071.498.250
|
760.120.858
|
Ditjen HKI
|
207.050.000
|
1.762.500
|
234.096.000
|
58.524.000
|
Ditjen PP
|
3.600
|
0
|
3.600
|
0
|
Ditjen HAM
|
6.000
|
0
|
6.000
|
0
|
BPHN
|
6.000
|
0
|
6.000
|
0
|
Balitbang HAM
|
4.800
|
0
|
4.800
|
0
|
BPSDM Kumham
|
10.800
|
0
|
10.800
|
0
|
TOTAL
|
2.178.648.000
|
1.370.727.671
|
2.463.712.908
|
1.638.287.074
|
PNBP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
- Dalam rangka optimalisasi PNBP Kemenkumham, saat ini Kemenkumham telah mengusulkan usulan perubahan PP Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Hukum dan HAM. Perubahan ini guna menampung adanya perubahan besaran tarif dan adanya usulan jenis dan tarif baru pada unit-unit di lingkungan Kemenkumham.
- Selanjutnya, untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Kemenkumham telah mengusulkan peningkatan izin penggunaan sebagian dana PNBP pada Satker-satker Kementerian Hukum dan HAM kepada Menteri Keuangan. Adapun usulan yang telah selesai diproses adalah sbb:
1)
Ditjen Imigrasi (KMK Nomor 407/KMK.02/2010 tentang Izin Sebagian Dana
PNBP yang Berasal dari PNBP Ditjen Imigrasi sebesar 70,94%)
2)
Ditjen AHU (KMK Nomor 10/KMK.02/2012 tentang Izin Sebagian Dana PNBP yang
Berasal dari PNBP Ditjen AHU sebesar 76,43%).
Jenis PNBP yg berlaku
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun:
1.
program pendidikan
taman kanak-kanak dan pendidikan dasar
2.
dana bantuan
operasional sekolah (BOS
3.
program pendidikan
tinggi
4.
program peningkatan
mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan
Target
dan Realisasi PNBP PTN dan Realisasi PTN
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Dalam
Juta Rupiah
Tahun
|
Pagu
|
Target
|
Realisasi
|
%
|
2009
|
5.705.910
|
5.844.349
|
4.590.376
|
80%
|
2010
|
6.872.798
|
6.794.518
|
5.685.420
|
83%
|
2011
|
11.476.125
|
11.272.076
|
10.110.006
|
88%
|
Berdasarkan
paparan Ditjen Dikti dalam rapat pembahasan Panja Asumsi Dasar Kebijakan
Fiskal, Pendapatan Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2013 tanggal 12 Juni 2012.
PNBP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1. Kementerian Pendidikan
Nasional sampai dengan saat ini belum memiliki PP tentang Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Pendidikan Nasional.
2. Selanjutnya, Direktorat
Jenderal Anggaran telah beberapa kali mengirimkan surat meminta Kementerian
Pendidikan Nasional untuk segera mengusulkan draft PP tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis PNBP, terakhir melalui surat No. S-18/AG/2012 tanggal 5 Januari
2012.
3. Kementerian Pendidikan
Nasional masih belum tertib dalam menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan
penggunaan PNBP secara triwulanan kepada Kementerian Keuangan.
4. Satker BLU di lingkungan
Kementerian Pendidikan Nasional belum memiliki tarif layanan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
KESIMPULAN
Semua
pendapatan negara digunakan sebagai sumber penerimaan dalam APBN yang nantinya
akan digunakan untuk membiayai belanja pemerintah. Pendapatan negara terdiri
dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta hibah.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan negara adalah semua penerimaan negara yang tidak bersumber dari perpajakan.
PNBP diantaranya adalah sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN,
serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. Menurut sifat, PNBP ada 2, yakni
PNBP umum dan fungsional. Sedangkan menurut jenis ada penerimaan atas hasil
sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta PNBP lainnya. Semua
PNBP langsung disetor ke kas negara dan dikelola dalam sistem APBN, teteapi
sebagian dana dari suatu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan
untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan.
Undang-undang
PNBP sudah berlaku hampir 14 tahun. Dari sisi hukum sudah banyak perkembangan
yang terjadi, seperti Amandemen UUD 1945, diterbitkannya Paket UU Keuangan Negara,
lahirnya "Undang-Undang MD3" dan UU 9/2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan dan peraturan-peraturan terkait UU 20/1997 tentang PNBP yang
berkenaan dengan penerimaan SDA, laba BUMN, dan kementerian/lembaga, sehingga
dalam perjalanannya banyak hal yang harus dibenahi atau diperbaiki.
Indonesia
adalah salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan clean
and good governance. Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di
Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance ditegakkan dalam berbagai
institusi penting pemerintahan, prinsp-prinsip tersebut meliputi: Partisipasi
masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparasi, peduli dan stakeholder,
berorientas pada consensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi,
akuntabilitas, dan visi strategis. Masyarakat dan pemerintah yang masih
bertolak berlakang untuk mengatasi masalah kepentingan politik, KKN, peradilan
yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan
transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih
belum bisa tercapai. Good governance
sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik tercermin dalam berbagai
bidang yang memiliki peran yang peting dalam gerak roda pemerintahan di
Indonesia yang meliputi: bidang politik, ekonomi, sosial, dan hukum.
SARAN
Perlu dilakukan revisi terhadap UU 20/ 1997 serta
harmonisasi undang-undang sektoral untuk
menyesuaikan pengaturan PNBP serta dalam
rangka mengantisipasi kebijakan PNBP sehingga dapat diimpementasikan dengan
baik dan mendukung fungsi pemerintahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi, Sofian. 2005. Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good
Governance. Makalah Seminar Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi
Diselenggarakan Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Anggaran, Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak. Disampaikan Dalam
Kegiatan Sosialisasi Peraturan Di Bidang Keuangan Di Lingkungan Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan. Malang, 18 Februari 2012. Modul Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Anggaran, Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak. Disampaikan pada
Workshop perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pendapatan satuan kerja PTN,
2012. Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan PNBP
Mardalis. 2000. Analisis Data Kualitatif,
Jakarta: Grasindo.
Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik di
Indonesia. Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
PT RemajaRosdakarya.
T. Gayus Lumbuun, Kebijakan Pemerintah Dalam
Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, http://www.kormonev.menpan.go.id.
Sumber
lainnya:
Undang-Undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 1997 tentang jenis dan
penyetoran PNBP.
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 tentang Tata Cara
Penguunaan PNBP yang Bersumber Dari kegiatan Tertentu.
Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2004 tentang tatacara
penyampaian rencana dan laporan realisasi penerimaan negara bukan pajak.
Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2005 tentang pemeriksaan
PNBP.
Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2009 tentang Tata Cara
penentuan jumlah dan penyetoran PNBP yang terutang.
Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengajuan dan penyelesaian keberatan atas penetapan PNBP yang terutang.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan
Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang
Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-53/PB/2012 tentang
Petunjuk Teknis Pengembalian Penerimaan Negara Pada Tahun Anggaran Berjalan
Melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-02/PB/2007 tentang
Pedoman Penatausahaan dan Akuntansi Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-69/PB/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Penerimaan Negara Atas Beban Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-85/PB/2011 tentang
Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja
Kementerian Negara/lembaga.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4286).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar