Rabu, 18 Juni 2014

MANAJEMEN RESIKO SUMBER DAYA MANUSIA DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN



MANAJEMEN RESIKO SUMBER DAYA MANUSIA DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
(Studi Kasus Korupsi Proyek Pengadaan Light Trap Kementerian Pertanian)


DOSEN
Dr. Tettet Fitrijanti, SE., M.Si., Ak

Oleh :
Anjelita (120620120505)







FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
Manajemen Resiko Sumber Daya Manusia dan Sistem Pengendalian Intern

Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset terpenting dalam perusahaan atau organisasi, terutama bagi perusahaan penyedia jasa. Semakin tinggi komponen jasa yang ditawarkan perusahaan, semakin tinggi nilai dan peran SDM. Perusahaan jasa sangat bergantung pada kualitas, kompetensi, dan profesionalisme SDM perusahaan yang bersangkutan. Brand nama yang diusung perusahaan jasa sangat ditentukan oleh kondisi kinerja mereka. Oleh karenanya, peran SDM perlu dikelola dengan sentuhan manajemen risiko SDM.
Risiko yang ditimbulkan SDM perlu dikelola agar tidak menimbulkan kerugian, baik finansial maupun reputasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko merugikan brand nama perusahaan. Manajemen risiko merupakan salah satu cara untuk mengatasi hal itu. Karena manajemen risiko merupakan proses pengukuran atau penilaian serta memerlukan seni untuk mengembangkan strategi pengelolaannya, misalnya risiko itu dipindahkan kepada pihak lain, mengurangi efek negatif dari risiko, dan lain-lain. Pada model pendekatan tradisional, risiko yang ditimbulkan oleh SDM hanya berkisar pada kematian, tuntutan hukum, dan upah). Agar tidak menimbulkan risiko, maka SDM perlu dikelola secara profesional, yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dalam manajemen SDM.
Untuk mengurangi resiko perlu pula dilakukan pengendalian internal. Suatu organisasi yang dikelola tentunya memiliki unsur-unsur pengelolaan atau manajemen yaitu unsur perencanaan (planning), unsur pengorganisasian (organizing), unsur pelaksanaan (actuating) dan unsur pengendalian (controlling). Unsur tersebut diperlukan untuk  mencapai tujuan organisasi. Sistem pengendalian (controlling) dapat berasal dari organisasinya sendiri (intern) maupun berasal dari luar organisasinya (ekstern). Objek yang dikendalikan oleh sistem ini adalah unsur-unsur pengelolaan organisasi seperti yang tercantum di atas, yaitu pengendalian terhadap perencanaan, pengendalian terhadap pengorganisasian dan pengendalian terhadap pelaksanaan. Pengendalian intern harus terus dikembangkan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Sistem pengendalian intern ini sering dipadankan dengan sistem pengendalian manajemen (SPM), karena pengendalian akan dilakukan oleh pimpinan manajemen organisasi yang dibantu oleh tim pengawas khusus, misalnya Inspektorat Jenderal pada lembaga kementerian, Satuan Khusus Audit Internal (SKAI) pada perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, dan sebutan lainnya untuk tim audit intern. Sementara pengendalian ekstern hanya merupakan bentuk pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap stakeholder, terutama bagi organisasi yang memiliki kepentingan terhadap organisasi tersebut.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Risiko
Risiko menurut Sumarjino (2004:23) adalah titik imbas dari suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau suatu perusahaan. Risiko biasanya terjadi apabila usaha yang kita jalankan telah melewati suatu kesalahan yang fatal sehingga menyebabkan suatu risiko yang harus kita hadapi. Risiko yang dimaksud adalah dampak yang akan terjadi apabila melakukan suatu  usaha. Bentuk risiko yang terjadi dapat berupa risiko yang disengaja maupun risiko yang tidak disengaja. Risiko-risiko yang disebabkan oleh manajemen akan berakibat pada buruknya aspek sumber daya manusia dalam perusahaan.
Pengertian risiko menurut Anoraga (2004:327) :
1.   Risiko adalah kemungkinan kerugian peluang, kerugian biasanya digunakan untuk menunjukkan keadaan yang memiliki suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
2.   Risiko adalah ketidak pastian,  yaitu adanya risiko karena adanya kepastian
3.   Risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapakan, yaitu penyimpangan relatif merupakan suatu pernyataan ketidak pastian secara statistik.
4.    Risiko adalah probabilitas sesuai hasil berbada dari hasil yang diharapkan yaitu bahwa risiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi beberapa hasil, yang berbada dari yang diharapkan.
Menurut Darmawi (1990:v) risiko dapat dikatakan merupakan akibat (atau penyimpangan realisasi sari rencana) yang mungkin terjadi secara tak terduga. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih baik menurut Anoraga, (2004:328). 
Risiko menurut  Sadikin (2002:30) adalah tanggungan atau efek yang ditimbulkan dalam suatu kegiatan yang bersifat personal yang timbul baik dengan adanya pengaruh dari luar maupun dari dalam kegiatan tersebut. Beberapa perusahaan menghadapi risiko-risiko strategis dalam hal kurangnya persiapan untuk suksesi (pergantian pimpinan). Perusahaan keluarga kadang-kadang sulit untuk menentukan bagaimana mengendalikan perusahaan di masa depan karena sulit untuk memilih siapa yang akan memimpin perusahaan. Pilihannya apakah pada seorang anggota keluarga yang profesional tetapi masih berusia muda, atau mereka yang sudah cukup dewasa tetapi amatir, atau diserahkan kepada orang luar yang profesional dan matang usianya.
Menurut Basyaib (2007) risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi.
Manajemen risiko adalah sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah untuk memproteksi asset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan (Wiliam T. Thornhill dalam Robert Tampubolon, 2006).
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya (wikipedia).
Manajemen risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko, dan perlindungan harta benda, hak milik, dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko, dimana ketidakpastian ini dihubungan dengan penghasilan perusahaan, arus keluar masuk uang, dan harta benda yang telah ada atau yang dibutuhkan di masa datang (Silalahi dalam Husein Umar, 2008).
Kemudian beberapa definisi manajemen risiko menurut beberapa ahli yang saya dapatkan dalam http://jurnal-sdm.blogspot.com adalah sebagai berikut.
1        Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
2        Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
3        Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
4        Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian. Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko adalah penyimpangan rencana yang telah dibuat tanpa diperkirakan atau diduga sebelumnya.

Risiko perusahaan dapat dibagi atas dua tipe yakni:
1        Risiko yang lebih bersifat tradisional yang sulit dikendalikan manajemen perusahaan, seperti resiko kebakaran, bencana alam dan lain-lain.
2        Risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Risiko ini dapat terjadi misalnya pada saat perusahaan membangun pabrik baru, meluncurkan produk baru, atau membeli perusahaan lain.
Manajemen risiko dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan yang berurutan yakni (Basyaib, 2007):
1        Identifikasi Risiko
Proses ini dilakukan untuk melihat variasi serta kerumitan risiko yhang harus diukur dan dianlisis pada kegiatan berikutnya.
2        Analisis Risiko
Pengukuran memerlukan validitas metode maupun alat ukur yang digunakan. Seluruh persyaratan pengukuran tersebut ditujukan untuk menghilangkan kesalahan yang dapat merusak hasil analisis.
3        Perencanaan Risiko
Setelah urutan dan prioritas risiko dimiliki maka pengelolaan risiko dilanjutkan dengan menyusun rencana mitigasi (penanggulangan) dan rencana kontingensi, terutama bagi risiko dengan prioritas utama. Adanya rencana menjamin kestabilan operasi entitas yang melaksanakan manajemen risiko karena seluruh risiko telah distrukturkan hingga ketingkat rencana tindakan saat kejadian risiko dialami.
4        Pengawasan Risiko
Keseluruhan proses manajemen risiko harus terus disempurnakan karena sistem dan lingkungan secara dinamis menimbulkan perubahan. Pengawasan dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan perubahan lingkungan. Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko.
5        Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik

Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996):
1.       Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
2.       Memudahkan estimasi biaya.
3.       Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar.
4.       Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
5.       Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
6.       Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
7.       Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
8.       Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu:
1.       Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
2.       Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
3.       Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
4.       Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
5.       Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

Manajemen Sumberdaya Manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja, dengan maksud untuk mencapai tujuan organaisasi perusahaan secara terpadu (Umar, Husein. 1997). Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumberdaya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Manajemen sumberdaya manusia menurut Griffin (2004) adalah rangkaian aktivitas organisasi yang diarahkan untuk menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif.

Peranan Sumberdaya Manusia
Menurut Arifin dan Fauzi (2007) peranan manajemen sumberdaya manusia adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1        Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2        Melakukan rekurtmen karyawan, seleksi dan penempatan pegawai sesuai kualifikasi pegawai yang dibutuhkan perusahaan.
3        Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemutusan hubungan kerja.
4        Membuat perkiraan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang.
5        Memperkirakan kondisi ekonomi pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya.
6        Senantiasa memantau perkembangan undang-undang ketenagakerjaan dari waktu ke waktu khususnya yang berkaitan dengan masalah gaji/upah atau kompensasi terhadap pegawai.
7        Memberikan kesempatan karyawan dal hal pendidikan, latihan dan penilaian prestasi kerja karyawan.
8        Mengatur mutasi karyawan.
9        Mengatur pensiun, pemutusan hubungan kerja beserta perhitungan pesangon yang menjadi hak karyawan.

Fungsi Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen Sumberdaya Manusia terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi manajemen dan fungsi operasional .
Fungsi Manajemen terdiri atas:
Fungsi Manajemen
Fungsi Operasional
1. Fungsi Perencanaan
2. Fungsi Pengorganisasian
3. Fungsi Pengarahan
4. Fungsi Pengkoordinasian
5. Fungsi Pengontrolan/Pengawasan
1. Fungsi Pengadaan
2. Fungsi Pengembangan
3. Fungsi Pemberi Kompensasi
4. Fungsi Integrasi
5. Fungsi Pemeliharaan

Risiko Sumber Daya Manusia
Ada lima indikator keberhasilan pengelolaan SDM:
1        Tingkat produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas semakin baik tingkat keberhasilan pengelolaan SDM. Tingkat produktivitas yang baik perlu dilihat dengan menggunakan patokan atau benchmark terhadap perusahaan lain dan dengan melihat pertumbuhan tingkat produktivitasnya.
2        Tingkat perputaran karyawan. Semakin rendah perputaran karyawan (turnover) berarti pengelolaan SDM semakin baik. Perputaran karyawan yang tinggi mengindikasikan adanya komponen dalam kesepakatan transaksi tersebut tidak dapat terpenuhi.
3        Tingkat mangkir. Semakin tinggi tingkat mangkir (absentism) berarti semakin rendah kualitas pengelolaan SDM. Tingkat mangkir yang tinggi merupakan akibat dari rusaknya suasana tersebut.
4        Tingkat kepuasan. Tingkat kepuasan juga menjadi ukuran yang penting dalam pengelolaan SDM. Setiap karyawan, dalam membuat transaksi pertukaran dengan perusahaan, memiliki ekspektasi tertentu. Pencapaian tersebut menjadi sumber kepuasan karyawan.
5        Tingkat kewargaan karyawan. Kewargaan karyawan (employee citizenship) merupakan ukuran seberapa jauh seorang karyawan menunjukan sikap dan perilakunya sebagai warga perusahaan yang baik. Semakin baik karyawan memenuhi transaksi, bahkan memaksimalisasi nilai transaksi, semakin baik pengelolaan SDM dalam perusahaan.

Kepentingan Manajemen
Ada beberapa kepentingan manajemen dalam mengelola risiko yang terkait dengan SDM, antara lain:
1        Efisiensi biaya. Kegagalan mengelola SDM bukan saja berarti ketidakberhasilan mencapai keempat indikator di atas dengan baik, tetapi juga terjadi pemborosan biaya.
2        Tanggung jawab perusahaan. Manajemen perlu menunjukan tanggung jawabnya bagi karyawan sehingga mereka mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi.
3        Masalah legal. Persyaratan hukum juga menjadi pertimbangan penting. Peraturan yang secara ketat mengatur perusahaan, antara lain, menyangkut kesehatan dan keselamatan karyawan. Peraturan lain berurusan dengan kesejahteraan karyawan, terutama upah minimum dan pensiun. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai standar upah minimum regional. Demikian juga dengan dana pensiun.
4        Imej korporat. Imej korporat (corporate image) yang baik sering kali merupakan hasil dari pengelolaan SDM yang baik. Ada beberapa faktor selain kesejahteraan yang bisa mengungkit imej korporat, misalnya kebebasan berinovasi, hubungan antarkaryawan, dan nilai-nilai perusahaan yang dianut dan dikembangkan perusahaan.

Pengukuran Eksposur SDM
Ukuran eksposur SDM, seperti halnya ukuran eksposur lainnya, terdiri dari dua dimensi.
Kemungkinan atau probabilitas kejadian risiko terdiri dari beberapa jenis:
1         kondisi SDM yang bersangkutan,
2         kondisi sistem dan sarana, dan
3         kondisi pasar tenaga kerja.
Dampak terhadap eksposur bisa diukur berdasarkan dimensi:
1         potensi kerugian,
2         tambahan biaya, dan
3         pemenuhan kebutuhan.
Kemungkinan kejadian risiko yang berkaitan dengan kondisi SDM terdiri dari: kemungkinan rendahnya tingkat kesehatan, kemungkinan tingkat kematian, dan pengaruh usia.

Rendahnya Tingkat Kesehatan
          Rendahnya tingkat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebagai contoh tingkat kesehatan dipengaruhi oleh kondisi atau kebersihan kerja. Selain kondisi keja, rendahnya tingkat kesehatan juga dipengaruhi oleh suasana kerja. Kondisi kesehatan yang paling buruk adalah kalau karyawan sampai mengalami kecelakaan sampai cacat. Semakin tinggi tingkat kecelakaan dan tingkat cacat, semakin buruk pengelolaan SDM di perusahaan yang bersangkutan.
          Rendahnya tingkat kesehatan juga bisa diindikasikan oleh akses ke pusat kesehatan. Oleh karena itu, banyak perusahaan mengembangkan klinik untuk mempermudah karyawan untuk mendapat perawatan. Harapannya, pengawasan dan penanggulangan masalah kesehatan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien.

Tingkat Kematian
          Tingkat kematian SDM tidak selalu dikaitkan dengan kondisi perusahaan tertentu. Tingkat kematian terkait dengan tingkat kesehatan secara nasional.


Pengaruh Usia
          Usia SDM antara 30 sampai 45 tahun dianggap sebagai usia paling produktif. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan stamina dan fisik sangat tergantung pada usia. Berbeda dengan pekerjaan yang menuntut mental, pemikiran, dan pengalaman, justru semakin banyak usia semakin baik.

Sistem dan Sarana
          Pemenuhan kebutuhan berdampak pada dua hal: peningkatan motivasi dan peningkatan kepuasan. Sistem dan sarana yang berhasil meningkatkan motivasi adalah sistem dan sarana yang bisa meningkatkan produktivitas karyawan. Peningkatan kepuasan menyebabkan karyawan tidak mengeluh, tidak keluar kerja, tidak mangkir, tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan kerja. Sistem dan sarana yang baik juga perlu untuk mendukung kelancaran pekerjaan.

Kondisi Pasar Tenaga Kerja
          Kondisi pasar tenaga kerja ikut mempengaruhi pencapaian kinerja pengelolaan SDM. Resesi ekonomi, misalnya berdampak dua sisi yang saling bertentangan pada karyawan. Di satu sisi, resesi ekonomi menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran. Tetapi di sisi lain, resesi juga berarti turunnya daya beli masyarakat termasuk daya beli karyawan.Lebih parah lagi, karyawan justru dihantui oleh ketakutan kemungkinan PHK akibat resesi.
Yang dimaksudkan dengan pengangguran sukarela adalah keadaan tidak bekerja karena keinginan yang bersangkutan. Pengangguran yang kedua adalah pengangguran friksional. Seseorang menganggur dalam kategori ini apabila dia keluar pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan lain. Pengangguran jenis ketiga adalah pengangguran musiman (siklis) terjadi karena perubahan kondisi ekonomi yang menyebabkan menurunnya kebutuhan tenaga kerja. Pengangguran jenis keempat, pengangguran struktural atau teknologi, terjadi karena keahlian karyawan atau pencari kerja tidak lagi cocok dengan tuntutan pekerjaan yang ditawarkan pasar tenaga kerja.
Namun, perusahaan tetap perlu mencatat, apapun bentuk PHK dan menimbulkan seseorang menganggur, tetap ada biaya yang harus ditanggung perusahaan. Paling tidak ada dua jenis biaya: langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berupa pesangon. Biaya tidak langsung berupa usaha untuk mendapatkan dam membina karyawan baru sehingga dia, memiliki kompetensi yang setara dengan karyawan yang keluar.
Risiko yang sering dihadapi perusahaan adalah multi komplek, mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit, seperti:
1         Risiko lemahnya manajemen SDM
2         Risiko suksesi manajemen
3         Risiko kehilangan pekerja profesional
4         Risiko konflik karyawan
5         Risiko kesehatan dan keselamatan kerja
6         Risiko kecurangan
7         Risiko kelalaian, dll

Dampak Risiko
          Perusahaan perlu menetapkan ukuran eksposur dari setiap eksposur tersebut sehingga perusahaan dapat mengukur besarnya dampak bila risiko benar-benar terjadi. Perusahaan lebih suka menggunakan ukuran eksposur dalam bentuk Rupiah selama bisa dirupiahkan. Sebagai alternatif, ada tiga pendekatan dalam merupiahkan risiko. Pertama, perusahaan dapat menggunakan ukuran besarnya kehilangan pendapatan bila suatu risiko terjadi. Kedua, perusahaan dapat menggunakan ukuran biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan kondisi akibat risiko. Ketiga, perusahaan dapat menggunakan premi asuransi sebagai ukuran. Yang ini dapat digunakan untuk risiko-risiko yang dapat diasuransikan.

Beberapa upaya dalam menangani risiko SDM
                Menghadapi risiko SDM, tentu saja perusahaan harus melakukan upaya-upaya yang efektif, upaya-upaya tersebut antara lain :
1        Memiliki tim manajemen yang kuat
2        Menyiapkan SDM untuk suksesi
3        Melarang para eksekutif bekerja rangkap
4        Sistem insentif/penghargaan dan punishment yang efektif
5        Menyiapkan job description, job specification, performance appraisal yang baik
6        Komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan bawahan
7        Pelayanan kesehatan dan sistem keselamatan kerja yang memadai.

Risiko sumber daya manusia menurut artikel yang dikemukakan oleh Tanjung (2005) bahwa dalam suatu kegiatan usaha apabila ada risiko sumber daya manusia yang dihadapi maka dapat diwaspadai oleh perusahaan tersebut dengan pengendalian unit sumber daya manusia tersebut menurut aturan dan fungsinya serta kaitannya dengan risiko-risiko atau pelanggaran tersebut yang diberikan sehingga terjadi pemberian  sanksi oleh pihak perusahaan bagi pelanggar.
Risiko ketenagakerjaan manajer Hitt, et all (1996:289) ialah risiko kehilangan pekerjaan, kehilangan kompensasi atau hilangnya reputasi managerial. Menurut Siagian (2001:25) imbalan non finansial bagi karyawan adalah untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan status para karyawan. Termasuk dalam kategori ini antara lain adalah kendaraan dinas pribadi, pengemudi, tempat parkir khusus dipelataran parkir, makan siang atas biaya perusahaan dan sekretaris pribadi.
Risiko sumber daya manusia yang terjadi dalam usaha tersebut adalah bagaimana potensi yang dimiliki oleh orang-orang yang ada sehingga usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Potensi-potensi tersebut menurut Sumarjino (2004:84) adalah skill, pendidikan, kemauan serta kemampuan dalam pengembangan kegiatan. Kita ketahui apabila sesorang mempunyai ilmu tentang usaha yang dijalankan namun tidak memiliki kemauan mengembangkan usaha maka pada akhirnya hanya kerugian yang didapat nantinya namun apabila semua potensi yang ada dapat dikembangkan dan dijalankan maka niscaya usaha akan berjalan dengan baik.
Menurut Umar (1998:78) ”Beberapa perusahaan sangat bergantung kepada pegawai utama atau para pekerja senior serta anggota direksi. Jika para pekerja inti/senior ini pindah ke perusahaan pesaing maka jelas perusahaan berada dalam suatu risiko besar, seperti pemberian informasi, pencurian rencana-rencana strategis perusahaan dan membujuk konsumen untuk pindah kepada perusahaan pesaing”. Masalah kesejahteraan sering kali menyebabkan krisis, masalah tersebut seperti amarah karyawan karena pemutusan hubungan kerja yang tidak adil, serta dari segi lain masalah stres dan kesehatan yang buruk yang kurang diperhatikan. Adapun masalah sumber daya manusia bagi perusahaan adalah pencarian tenaga kerja yang efektif dengan pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditawarkan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa risiko sumber daya manusia adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh tenaga kerja sehingga berdampak negatif  bagi perusahaan.

Risiko Kecurangan
Risiko kecurangan menurut yang dipaparkan oleh Halim (2005) adalah unsur dari risiko murni yang dapat ditimbulkan dalam setiap usaha. Halim mengemukakan dari kedua macam risiko yang merupakan bagian dari risiko murni adalah merupakan dampak dari suatu usaha yang harus mendapatkan perhatian lebih karena dalam menjaga agar tidak terjadinya risiko tersebut adalah sangat riskan.
Banyak perusahaan mengatakan kecurangan merupakan kejadian yang lumrah dan alamiah di perusahaan selama mental orang-orang dalam perusahaan masih menganggap uang adalah tujuan bekerja, selain lemahnya moral. Kecurangan dapat diketahui dengan cepat tetapi dapat juga memakan waktu yang lama. Menurut Umar (1998:99) ada lima indikator kecurangan, yaitu:
a         Jumlah barang secara fisik didalam gudang memperlihatkan jumlah yang berkurang jika dibandingkan dengan yang ada di catatan atau komputer.
b        Ada karyawan yang terlihat menjadi kaya mendadak, dimana dia beralasan misalnya karena kekayaan itu didapat dari judi atau lotere.
c         Karyawan yang jarang libur walaupun pada hari-hari libur resmi dimana karyawan lain tidak ada dikantor.
d        Bukti-bukti yang melibatkan pemasok, misalnya hanya pemasok tertentu saja yang dilibatkan dalam suatu proyek.
e         Bukti-bukti yang melibatkan konsumen, misalnya catatan tentang pemberian kredit yang disamarkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa risiko kecurangan adalah faktor kesalahan yang sengaja dilakukan oleh orang dari diluar maupun dari dalam perusahaan tersebut.

Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian Intern yang dikemukakan commite on Auditing Procedur American Institute of Carified Public Accountant (ICPA) adalah sebagai berikut: Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan (James 1997:155).
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah "Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan."
D. Hartanto memberikan penjelasan tentang Pengendalian Intern dengan membedakan kedalam arti yang sempit dan dalam arti luas secara lengkap disebutkan:
Dalam arti sempit: Pengendalian Intern disamakan dengan “Internal Check” yang merupakan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti mencocokkan penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.
Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian Intern meliputi : Struktur Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan dan laporan (Administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya. (Hartanto, 1997 : 51).
Sedangkan Zaki Baridwan juga dapat mengartikan Pengendalian Intern sebagai berikut:
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Pengendalian Intern di definisikan sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Intern meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan mendorong di taatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.”
Pengendalian Intern sebagai Manajemen Control (Arti Luas). Selanjutnya apabila unsur-unsur yang terdapat pada Sistem Pengendalian Intern yang telah sesuai dengan definisi di kelompokkan dua sub sistem, maka kedua sub sistem tersebut terdiri dari sub sistem “Pengendalian Administrasi (Administrative Control) dan “Pengendalian Akuntansi” (Accounting Control). Pembagian dalam sub sistem ini secara langsung dan lengkap dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntansi, jadi dalam arti yang luas, Sistem Pengendalian Intern mencakup pengendalian yang dibedakan atas pengendalian Intern yang bersifat accounting dan administrasi. (Ikatan Akuntansi Indonesia, 1998 : 23).
Dari definisi di atas disimpulkan bahwa, Sistem Pengendalian Intern merupakan suatu “Sistem” yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya untuk mendorong efisien operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan Pimpinan.
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan pengendalian intern
Kelima unsur pengendalian intern tersebut merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika organisasi dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika tersebut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi pemerintah perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.
Dengan berbudaya SPIP, pendekatan yang digunakan dalam pengawasan berbasis pada soft control dimana unsur manusia (SDM) menjadi subjek aktif, disamping pula hard control yang mengandalkan keberadaan peraturan dan pimpinan menjadi unsur utama. Dengan SPIP ini nantinya dapat tercipta sistem yang akan mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan keuangan negara, dan kalaupun tindakan tersebut akhirnya terjadi, hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini.

Tujuan Pengendalian Intern
Pengendalian Intern yang diciptakan dalam suatu perusahaan harus mempunyai beberapa tujuan. Sesuai dengan definisi yang dikemukakan AICPA tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan tujuan dari Pengendalian Intern yaitu:
a         Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
b        Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
c         Memajukan efisiensi operasi perusahaan.
d        Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu untuk dipatuhi. (Zaki, 1999:14).
Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern dalam buku Akuntansi Keuangan (Zaki, 1999; 15) bahwa penerapan unsur-unsur sistem pengendalian intern dalam suatu perusahaan tertentu harus mempertimangkan biaya dan manfaatnya. Suatu Sistem Pengendalian Intern yang baik haruslah bersifat cepat, murah dan aman, sehingga perusahaan dapat menjalankan operasinya dengan lancar, terjamin keamanannya dan biaya pengawasan yang dibutuhkan relatif tidak mahal.
Prinsip-prinsip umum Sistem Pengendalian Intern hanya berlaku sebagai pedoman, bukan merupakan suatu keharusan yang ditetapkan secara baku. Meskipun demikian, AICPA mengemukakan bahwa suatu Sistem Pengendalian Intern yang memuaskan akan bergantung sekurang-kurangnya empat unsur Pengendalian Intern adalah sebagai berikut:
a.       Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat.
Struktur organisasi merupakan salah satu alat bagi manajemen atau pimpinan perusahaan untuk mengendalikan kegiatannya. Proses pembentukannya dimulai dengan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Setiap kegiatan akan dibagi kedalam unit-unit kegiatan yang lebih kecil, dengan disertai perincian tugas dari masing-masing karyawan yang menjalankan tugasnya. Selanjutnya tugas tersebut dibagi-bagi dan ditentukan bagian-bagian mana yang akan mengerjakan suatu tugas atau kelompok tugas tertentu. Apabila diperlukan didalam suatu bagian masih bisa dibentuk sub bagian yang lebih kecil sesuai dengan bentuk bagian yang diperlukan dalam organisasi.
Tahap terakhir adalah menentukan hubungan antara tugas yang satu dengan tugas yang lain. Penentuan ini agar tercipta kerjasama yang baik dan terarah diantara bagian-bagian tersebut, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hasilnya adalah merupakan struktur organisasi, yaitu kerangka dari organisasi yang menunjukkan tugas-tugas, tanggung jawab dan tata hubungan yang terdapat diantara bagian yang satu dengan lainnya. Struktur organisasi perusahaan haruslah memungkinkan adanya koordinasi usaha diantara semua satuan dan jenjang untuk mengambil tindakan-tindakan yang dapat mencapai suatu tujuan umum.
Setiap tujuan organisasi harus di mengerti sehingga tanggung jawab, serta apakah hubungan dan wewenang satuan kerja yang berhubungan dengan satuan kerja lain dapat diselenggarakan dengan baik.
Suatu dasar yang berguna dalam menyusun struktur organisasi perusahaan adalah pertimbangan bahwa organisasi itu harus fleksibel dalam arti memungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian tanpa harus mengadakan perubahan total. Selain itu organisasi yang disusun harus dapat menunjukkan garis-garis wewenag dan tanggung jawab yang jelas, dalam arti jangan sampai terjadi adanya overlap fungsi masing-masing bagian. Untuk dapat memenuhi syarat bagi adanya suatu pengawasan yang baik, hendaknya struktur organisasi dapat memisahkan fungsi-fungsi operasional, penyimpanan dan pencatatan. Pemisahan fungsi-fungsi ini dapat diharapkan dapat mencegah timbulnya kecurangan-kecurangan dalam perusahaan.
b.       Suatu sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik berguna untuk melakukan pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya.
Sistem wewenang dan prosedur pembukuan dalam suatu perusahaan merupakan alat bagi manajemen untuk mengadakan pengawasan terhadap operasi dan transaksi-transaksi yang terjadi dan juga untuk mengklasifikasikan data akuntansi dengan tepat. Klasifikasi data akuntansi ini dapat dilakukan dalam rekening-rekening buku besar yang biasanya diberi nomor kode dengan cara tertentu dan dibuatkan buku pedoman mengenai penggunaan debit dan kredit masing-masing rekening.
Pada Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Kas, sistem ini dapat memberikan jaminan bahwa setiap penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan benar-benar terjadi dan juga merupakan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan dan prosedur yang dapat dirumuskan sebagai tata cara yang harus diikuti dan ditaati dalam melaksanakan sesuatu aktivitas. Pengawasan terhadap operasi dan transaksi-transaksi dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur yang ditetapkan lebih dahulu dan prosedur-prosedur yang akan disusun untuk seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan.
Prosedur yang baik adalah prosedur yang mencapai tujuannya dengan cara yang sederhana, membagi pekerjaan secara logis dan mudah dipahami sehingga bakat karyawan apat dimanfaatkan sebaik mungkin. Sedangkan prosedur yang efektif adalah prosedur yang dapat memaksakan kepatuhan.
Kalau prosedur dirumuskan sebagai tata cara mengerjakan sesuatu, maka prosedur pembukuan dapat dirumuskan sebagai tata cara pencatatan, pelaporan atas operasi-operasi yang ada dalam perusahaan.
Dengan demikian sistem wewenang dan prosedur pembukuan merupakan suatu tata cara pencatatan, pelaporan, serta pengesahan operasi-operasi dan transaksi-transaksi perusahaan yang sedemikian rupa sehingga adanya tercipta ke absahan dan ketelitian pencatatan harta, hutang, modal, penghasilan dan biaya-biaya perusahaan.
Dalam pelaksanaan sistem wewenang dan prosedur pembukuan diperlukan adanya alat-alat untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi yang ada dalam perusahaan serta alat untuk mengklasifikasikan data dalam struktur rekening yang formal.
Alat-alat yang digunakan untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi, diciptakan melalui perancangan catatan-catatan dan formulir-formulir yang tepat, serta melalui perencanaan arus prosedur yang logis dalam melakukan pencatatan dan prosedur otorisasi di antara departemen-departemen dan seksi-seksi dalam departemen.
c.       Praktek-praktek yang sehat haruslah dijalankan didalam melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi.
Setelah struktur organisasi dan sistem wewenang serta prosedur pembukuan disusun dengan baik, maka diperlukan adanya praktek-praktek yang sehat untuk menjalankannya. Praktek-praktek yang sehat tersebut akan di bahas lebih lanjut dalam sub bagian tersendiri.
d.       Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Penulis baca dalam buku Internal Auditing (Sawyer’s, 2001; 67) yang dimaksud dengan pegawai yang cukup cakap adalah pegawai yang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang dibebankan kepadanya, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan efisien. Pegawai dengan cukup cakap untuk suatu pekerjaan bukan berarti pegawai yang tingkat pendidikananya tinggi, sehingga gajinya juga besar tetapi mungkin dengan pendidikan menengah sudah cukup, yang penting adalah latar belakang pendidikannya cukup memadai untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya. Hal ini perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh pegawai yang cukup cakap tetapi juga ekonomis.
Untuk memperoleh pegawai yang cukup cakap sesuai dengan kebutuhan perusahaan, diperlukan adanya usaha-usaha yang tepat. Secara umum usaha ini akan mencakup tiga proses: dimulai semenjak penerimaan pegawai dilanjutkan dengan peningkatan keterampilan melalui program pendidikan dan latihan yang berkesinambungan dan diakhiri dengan penilaian atas pelaksanaan pekerjaan dari pegawai. Ketiga proses ini berlangsung terus menerus, mengingat usaha mendapatkan pegawai yang cukup cakap merupakan usaha yang selalu berkesinambungan.
Proses penerimaan tenaga kerja merupakan proses yang sangat penting serta menuntut penelitian yang mendalam dan teliti terutama mengenai kemampuan dari semua calon pegawai. Dari sini akan diperoleh bibit-bibit yang baik untuk menempati jabatan didalam perusahaan dan sebaliknya dari kesalahan penerimaan tenaga kerja akan membawa kegagalan bagi perusahaan. Dengan perencanaan yang memadai, akan memudahkan perusahaan mengetahui beberapa orang karyawan, dan dimana posisinya serta persyaratan apa yang dibutuhkan perusahaan.
Proses peningkatan keterampilan melalui program pendidikan dan latihan yang berkesinambungan merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap usaha mendapatkan pegawai yang cukup cakap.
Manfaat yang diperoleh dari program pendidikan dan latihan bagi pegawai antara lain :
1)     Mengenai kedudukannya di dalam orgaisasi dan siapa pimpinannya.
2)     Mengetahui tugas-tugas yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
3)     Mengetahui sampai dimana tanggung jawab dan kekuasaan mengenai tugasnya serta batas-batas pengambil alihan tugas oleh petugas yang lain.
4)     Mengetahui bagaimana sumbangan kerjanya terhadap perusahaan secara keseluruhan.
Proses yang terakhir adalah penilaian pekerjaan ini harus selalu dilakukan untuk mendorong para pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh. Penilaian atas pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai akan menghasilkan informasi-informasi berikut ini :
1)     Tingkat kecakapan yang dicapai oleh masing-masing pegawai.
2)     Kebutuhan pegawai yang bersangkutan akan pendidikan khusus guna mengembangkan lebih lanjut atas kecakapan yang telah dicapainya.
3)     Potensi pegawai serta arah kariernya diatas tujuan manajemen untuk mendapatkan pegawai yang cukup cakap akan dapat dicapai.

PEMBAHASAN DAN KASUS

PEMBAHASAN
 Sistem pengendalian intern pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008. Objek hukum dari peraturan ini adalah seluruh lembaga atau instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sedangkan subjek peraturan ini adalah seluruh aparat pengawasan intern dalam hal ini adalah seluruh inspektorat kementerian, Inspektorat pada lembaga pemerintah non departemen/kementerian, dan inspektorat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sistem pengendalian intern pemerintah yang dianut oleh Indonesia diambil dari sistem pengendalian intern menurut GAO (Government Accounting Organization) yaitu lembaga Badan Pemeriksa Keuangan di Amerika Seriktat dan menurut COSO (Commitee Of Sponsoring Organization of Treadway Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi. Pengendalian intern menurut GAO mengandung 8 unsur pengendalian manajemen yaitu pengorganisasian, kebijakan, prosedur, perencanaan, pencatatan/akuntasi, personil, pelaporan dan reviu intern. Sejalan dengan perkembangan GAO digantikan oleh COSO. Unsur pengendalian menurut COSO mengandung 5 unsur pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, peniliaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian.
Tujuan dari sistem pengendalian intern secara umum akan membantu suatu organisasi mencapai tujuan operasional yaitu efektivitas dan efisiensi kegiatan, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Sistem pengendalian intern pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset negara, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku.
Pada COSO peran manusia sebagai pelaku fungsi dalam suatu organisasi menjadi penting karena dibutuhkan tidak hanya kompetensi saja namun juga integritas dan etika yang diperlukan untuk mendapatkan lingkungan pengendalian organisasi yang menunjang untuk pencapaian tujuan organisasi.
Lingkungan pengendalian dalam COSO adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya penegakan integritas dan etika seluruh anggota organisasi, komitmen pimpinan manajemen atas kompetensi, kepemimpinan manajemen yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan pihak ekstern.
Pegawai diharapkan tidak hanya memiliki pengetahuan, pendidikan, pengalaman dan keterampilan sesuai dengan fungsi kerjanya, namun juga memiliki integritas dan etika yang tinggi. Penyebab terjadinya kecurangan adalah karena lemahnya integritas dan etika dari pegawai pemerintah. Motivasi ekonomi menjadi hal yang paling berat yang harus dihadapi oleh organisasi pemerintahan, karena masih terbatasnya standar pendapatan untuk pegawai pemerintahan jika dibandingkan dengan pegawai perusahaan swasta atau BUMN, terutama bagi pegawai pelaksana.
Penegakan etika dan integritas ini sebaiknya dinyatakan dalam bentuk peraturan tertulis seperti kode etik dan peraturan kepegawaian. Sehingga nantinya pegawai dapat melakukan hal tersebut dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dan membentuk budaya kerja yang baik. Sanksi dan penghargaan merupakan salah satu sarana agar pegawai dapat terus mengembangkan integritas dalam kegiatan pekerjaannya.
Pengawasan intern diperlukan untuk memberikan peringatan dini, meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah. Sehingga kinerja yang baik dari aparat pengawasan intern pemerintah dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi masyarakat. Dengan pengelolaan resiko sumber daya manusia dan pengawasan intern pada lembaga pemerintahan diharapkan para pegawai pemerintahan (PNS) dapat memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya dan dapat terhindar dari penyimpangan-penyimpangan (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sehingga tercipta integritas dan etika yang pada akhirnya tercipta budaya kerja yang baik.





STUDI KASUS
Korupsi Proyek Pengadaan Light Trap
Status
Masih Berlangsung

Kejadian
10 Mar 2014

Dampak
Kerugian dalam Audit
Kasus korupsi proyek pengadaan light trap Adalah sebuah proyek di Kementerian Pertanian terjadi pada tahun anggaran 2012. Proyek pengadaan 7.000 unit light trapp tersebut bernilai Rp 135 miliar, dan akan dipasang di sejumlah lahan pertanian yang ada di beberapa wilayah pertanian di Indonesia. Ligth trap merupakan lampu penangkap hama yang menggunakan tenaga surya shell.
Namun dalam pelaksanaan proyek tersebut terjadi perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan Negara dirugikan yang nilai kerugian Negara masih akan dimintakan untuk diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana pemenang proyek dilakukan tanpa melalui lelang terbuka karena diatur. Disamping itu penentuan harga perkiraan sementara (HPS) dilakukan tanpa sesuai prosedur.
Sementara menurut sumber terpercaya lain, bahwa dalam pengadaan light trap itu sebagian juga terjadi dugaan fiktif, dan juga spesifikasinya tidak sesuai dengan seperti dalam isi perjanjian kontrak.

Kronologis

18 Nov 2013

Hingga November 2013 Ditetapkan 10 Tersangka
Jika sebelumnya baru dua ditetapkan sebagai tersangka, saat ini yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan light trapp atau perangkap serangga itu tidak kurang dari 10 orang.

09 Oct 2013

Dua Pejabat Kementan Ditetapkan Tersangka
Dua pejabat di Kementrian Pertanian (Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012.
Keduanya Adalah
Kedua pejabat tersebut diketahui, bernama Agung Waksongko dan Iksan Nugraha. Dalam kasus tersebut, keduanya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor 20/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.

27 Aug 2013

Penanganan Kasus Ditingkatkan dari Lit ke Penyidikan
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melalui bagian Pidana Khusus (Pidsus) telah meningkatkan penanganan dugaan kasus korupsi dalam proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) dari penyelidikan ke penyidikan.

TERSANGKA

Agung Waksongko

Agung Waksongko adalah pejabat di Kementrian Pertanian (Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012.

Iksan Nugraha

Iksan Nugraha adalah pejabat di Kementrian Pertanian (Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012

M.Adi Toegaerisman

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M.Adi Toegaerisman membenarkan, penetapan kedua pejabat di Kementerian Pertanian tersebut, dimana keduanya adalah tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012.




ANALISIS KASUS BERDASARKAN TEORI

Dugaan Tindakan Penyelewengan:
1.       Pemenang proyek dilakukan tanpa melalui lelang terbuka karena telah diatur.
2.       Penentuan harga perkiraan sementara (HPS) dilakukan tanpa sesuai prosedur.
3.       Adanya dugaan bahwa pengadaan hanya fiktif, dan juga spesifikasinya tidak sesuai seperti dalam isi perjanjian kontrak.
Dugaan Tersangka:
Pejabat di Kementerian Pertanian

Dugaan Motif Pelaku:
1        Dilakukan karena adanya kerja sama beberapa pihak dan sama-sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). = Adanya Faktor keserakahan dan kebutuhan
2        Penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest) mudah untuk dilakukan karena pelaku adalah pimpinan di organisasi tersebut. = Adanya faktor kesempatan

Dari dugaan di atas dapat disimpulkan bahwa kasus ini terjadi karena lemahnya integritas dan etika dari pegawai pemerintah.







REKOMENDASI
Perlunya penerapan pendekatan pengawasan berbasis pada soft control dimana unsur manusia (SDM) menjadi subjek aktif, disamping pula hard control yang mengandalkan keberadaan peraturan dan pimpinan menjadi unsur utama.
Dengan SPIP ini nantinya dapat tercipta sistem yang akan mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan keuangan negara, dan kalaupun tindakan tersebut akhirnya terjadi, hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini.



















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Johar dan A. Fauzi. 2007. Aplikasi Excel dalam Aspek Kuantitatif Manajemen Sumberdaya Manusia. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
IAI. 2002. Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Salemba Empat. Jakarta.
Anoraga, Pandji., 2004. Manajemen Bisnis, Edisi ke 3. Rineka Cipta. Jakarta
Basyaib, Fachmi. 2007. Manajemen Risiko. Grasindo. Jakarta.
Darmawi, Herman. 1990. Manajemen Risiko, Rajawali Pers. Jakarta.
Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Jilid 1 Edisi 7. Terjemahan. Penerbit Erlangga. Jakarta
Halim, M. (http://www.google.sdm) Risiko Usaha Mandiri.
Hitt, Ireland, Hoskisson. 1996. Manajemen Strategi.  The Press New York
Husein Umar. 1998. Manajemen Risiko Bisnis, Gramedia. Jakarta.
Tampubolon, Robert. 2006. Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersial. Cetakan Ketiga. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sadikin, 2002. Pengantar Bisnis, Edisi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siagian, P. Sondang, 2001. Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja. Liberty, Yogyakarta.
Sumarjino. 2004. Pengantar Bisnis Edisi 1. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tanjung, Faisal. (http://www.google.sdm) Prospek Wirausaha.
PP No. 60 tahun 2008. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Umar, Husein. 1997. Riset Sumberdaya Manusia. Cetakan Ketujuh. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1 komentar: