MANAJEMEN RESIKO SUMBER DAYA MANUSIA DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
(Studi Kasus Korupsi Proyek
Pengadaan Light Trap Kementerian Pertanian)
DOSEN
Dr. Tettet Fitrijanti, SE.,
M.Si., Ak
Oleh :
Anjelita (120620120505)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
Manajemen Resiko Sumber Daya Manusia dan Sistem Pengendalian Intern
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset terpenting
dalam perusahaan atau organisasi, terutama bagi perusahaan penyedia jasa. Semakin
tinggi komponen jasa yang ditawarkan perusahaan, semakin tinggi nilai dan peran
SDM. Perusahaan jasa sangat bergantung pada kualitas, kompetensi, dan
profesionalisme SDM perusahaan yang bersangkutan. Brand nama yang diusung
perusahaan jasa sangat ditentukan oleh kondisi kinerja mereka. Oleh karenanya,
peran SDM perlu dikelola dengan sentuhan manajemen risiko SDM.
Risiko yang ditimbulkan SDM perlu dikelola agar tidak
menimbulkan kerugian, baik finansial maupun reputasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi
resiko merugikan brand nama perusahaan. Manajemen risiko merupakan salah satu
cara untuk mengatasi hal itu. Karena manajemen risiko merupakan proses
pengukuran atau penilaian serta memerlukan seni untuk mengembangkan strategi
pengelolaannya, misalnya risiko itu dipindahkan kepada pihak lain, mengurangi
efek negatif dari risiko, dan lain-lain. Pada model pendekatan tradisional,
risiko yang ditimbulkan oleh SDM hanya berkisar pada kematian, tuntutan hukum,
dan upah). Agar tidak menimbulkan risiko, maka SDM perlu dikelola secara
profesional, yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dalam manajemen
SDM.
Untuk mengurangi resiko perlu pula dilakukan
pengendalian internal. Suatu
organisasi yang dikelola tentunya memiliki unsur-unsur pengelolaan atau manajemen yaitu unsur perencanaan (planning), unsur pengorganisasian (organizing), unsur pelaksanaan (actuating) dan unsur pengendalian (controlling). Unsur tersebut diperlukan
untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem
pengendalian (controlling)
dapat berasal dari organisasinya sendiri (intern) maupun berasal dari luar organisasinya (ekstern). Objek yang dikendalikan oleh
sistem ini adalah unsur-unsur pengelolaan organisasi seperti yang tercantum di
atas, yaitu pengendalian terhadap perencanaan, pengendalian terhadap
pengorganisasian dan pengendalian terhadap pelaksanaan. Pengendalian intern
harus terus dikembangkan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Sistem
pengendalian intern ini sering dipadankan dengan sistem
pengendalian manajemen (SPM), karena pengendalian akan dilakukan oleh
pimpinan manajemen organisasi yang dibantu oleh tim pengawas khusus, misalnya
Inspektorat Jenderal pada lembaga kementerian, Satuan Khusus Audit Internal
(SKAI) pada perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, dan sebutan lainnya untuk
tim audit intern. Sementara pengendalian ekstern hanya merupakan bentuk
pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap stakeholder, terutama bagi
organisasi yang memiliki kepentingan terhadap organisasi tersebut.
BAB I
TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian Risiko
Risiko menurut Sumarjino (2004:23) adalah titik imbas dari suatu kegiatan
atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau suatu perusahaan. Risiko biasanya
terjadi apabila usaha yang kita jalankan telah melewati suatu kesalahan yang
fatal sehingga menyebabkan suatu risiko yang harus kita hadapi. Risiko yang
dimaksud adalah dampak yang akan terjadi apabila melakukan suatu usaha. Bentuk risiko yang terjadi dapat
berupa risiko yang disengaja maupun risiko yang tidak disengaja. Risiko-risiko
yang disebabkan oleh manajemen akan berakibat pada buruknya aspek sumber daya manusia dalam perusahaan.
Pengertian risiko menurut Anoraga
(2004:327) :
1. Risiko adalah kemungkinan kerugian peluang, kerugian
biasanya digunakan untuk menunjukkan keadaan yang memiliki suatu keterbukaan
terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
2. Risiko adalah ketidak pastian, yaitu adanya risiko karena adanya kepastian
3. Risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil
yang diharapakan, yaitu penyimpangan relatif merupakan suatu pernyataan ketidak
pastian secara statistik.
4. Risiko adalah probabilitas sesuai hasil berbada
dari hasil yang diharapkan yaitu bahwa risiko bukan probabilitas dari suatu
kejadian tunggal, tetapi beberapa hasil, yang berbada dari yang diharapkan.
Menurut Darmawi (1990:v) risiko dapat dikatakan merupakan akibat (atau
penyimpangan realisasi sari rencana) yang mungkin terjadi secara tak terduga. Manajemen
risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui menganalisis serta mengendalikan
risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh
efektifitas dan efisiensi yang lebih baik menurut Anoraga, (2004:328).
Risiko menurut Sadikin (2002:30)
adalah tanggungan atau efek yang ditimbulkan dalam suatu kegiatan yang bersifat
personal yang timbul baik dengan adanya pengaruh dari luar maupun dari dalam
kegiatan tersebut. Beberapa perusahaan menghadapi
risiko-risiko strategis dalam hal kurangnya persiapan
untuk suksesi (pergantian pimpinan). Perusahaan keluarga kadang-kadang sulit untuk menentukan bagaimana mengendalikan perusahaan di masa depan karena sulit
untuk memilih siapa yang akan
memimpin perusahaan. Pilihannya apakah pada seorang anggota keluarga yang profesional tetapi masih
berusia muda, atau mereka yang sudah
cukup dewasa tetapi amatir, atau diserahkan kepada orang luar yang profesional dan matang usianya.
Menurut
Basyaib (2007) risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil
yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang
memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan
memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi.
Manajemen
risiko adalah sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah
untuk memproteksi asset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi
kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau
cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, keteledoran manusia,
atau karena keputusan pengadilan (Wiliam T. Thornhill dalam Robert Tampubolon,
2006).
Manajemen
risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk penilaian
risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi
risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya (wikipedia).
Manajemen
risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko, dan perlindungan
harta benda, hak milik, dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas
kemungkinan timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko, dimana
ketidakpastian ini dihubungan dengan penghasilan perusahaan, arus keluar masuk
uang, dan harta benda yang telah ada atau yang dibutuhkan di masa datang
(Silalahi dalam Husein Umar, 2008).
Kemudian
beberapa definisi manajemen risiko menurut beberapa ahli yang saya dapatkan
dalam http://jurnal-sdm.blogspot.com
adalah sebagai berikut.
1
Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko
didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan
kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset
dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
2
Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen
risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif
untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
3
Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen
risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen
umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan
akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
4
Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko
dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur
terhadap suatu kerugian. Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis
dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko
tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko
dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan
respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996).
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko adalah penyimpangan
rencana yang telah dibuat tanpa diperkirakan atau diduga sebelumnya.
Risiko
perusahaan dapat dibagi atas dua tipe yakni:
1
Risiko yang lebih bersifat tradisional yang
sulit dikendalikan manajemen perusahaan, seperti resiko kebakaran, bencana alam
dan lain-lain.
2
Risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen
perusahaan. Risiko ini dapat terjadi misalnya pada saat perusahaan membangun
pabrik baru, meluncurkan produk baru, atau membeli perusahaan lain.
Manajemen
risiko dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan yang berurutan yakni (Basyaib,
2007):
1
Identifikasi Risiko
Proses ini dilakukan untuk
melihat variasi serta kerumitan risiko yhang harus diukur dan dianlisis pada
kegiatan berikutnya.
2
Analisis Risiko
Pengukuran memerlukan validitas
metode maupun alat ukur yang digunakan. Seluruh persyaratan pengukuran tersebut
ditujukan untuk menghilangkan kesalahan yang dapat merusak hasil analisis.
3
Perencanaan Risiko
Setelah urutan dan prioritas
risiko dimiliki maka pengelolaan risiko dilanjutkan dengan menyusun rencana
mitigasi (penanggulangan) dan rencana kontingensi, terutama bagi risiko dengan
prioritas utama. Adanya rencana menjamin kestabilan operasi entitas yang
melaksanakan manajemen risiko karena seluruh risiko telah distrukturkan hingga
ketingkat rencana tindakan saat kejadian risiko dialami.
4
Pengawasan Risiko
Keseluruhan proses manajemen
risiko harus terus disempurnakan karena sistem dan lingkungan secara dinamis
menimbulkan perubahan. Pengawasan dilakukan untuk melihat kemungkinan
penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan perubahan lingkungan.
Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan
risiko.
5
Sasaran
dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang
berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman
yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi dan politik
Manfaat
Manajemen Risiko
Manfaat
yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al.,
1996):
1. Berguna
untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
2. Memudahkan
estimasi biaya.
3. Memberikan
pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang
benar.
4. Memungkinkan
bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam
keadaan yang nyata.
5. Memungkinkan
bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
6. Meningkatkan
pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
7. Menyediakan
pedoman untuk membantu perumusan masalah.
8. Memungkinkan
analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut
Darmawi, (2005, p. 11) manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap
perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu:
1. Manajemen
risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
2. Manajemen
risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
3. Manajemen
risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
4. Adanya
ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
5. Manajemen
risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan
dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak
langsung menolong meningkatkan public image.
Manajemen Sumberdaya Manusia adalah suatu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja, dengan
maksud untuk mencapai tujuan organaisasi perusahaan secara terpadu (Umar,
Husein. 1997). Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumberdaya Manusia
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Manajemen
sumberdaya manusia menurut Griffin (2004) adalah rangkaian aktivitas organisasi
yang diarahkan untuk menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang efektif.
Peranan
Sumberdaya Manusia
Menurut
Arifin dan Fauzi (2007) peranan manajemen sumberdaya manusia adalah mengatur
dan menetapkan program kepegawaian yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1
Menetapkan
jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
2
Melakukan
rekurtmen karyawan, seleksi dan penempatan pegawai sesuai kualifikasi pegawai
yang dibutuhkan perusahaan.
3
Menetapkan
program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemutusan hubungan kerja.
4
Membuat
perkiraan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang.
5
Memperkirakan
kondisi ekonomi pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya.
6
Senantiasa
memantau perkembangan undang-undang ketenagakerjaan dari waktu ke waktu
khususnya yang berkaitan dengan masalah gaji/upah atau kompensasi terhadap
pegawai.
7
Memberikan
kesempatan karyawan dal hal pendidikan, latihan dan penilaian prestasi kerja
karyawan.
8
Mengatur mutasi
karyawan.
9
Mengatur
pensiun, pemutusan hubungan kerja beserta perhitungan pesangon yang menjadi hak
karyawan.
Fungsi
Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen
Sumberdaya Manusia terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi manajemen dan fungsi
operasional .
Fungsi
Manajemen terdiri atas:
Fungsi Manajemen
|
Fungsi Operasional
|
1. Fungsi Perencanaan
2. Fungsi Pengorganisasian
3. Fungsi Pengarahan
4. Fungsi Pengkoordinasian
5. Fungsi Pengontrolan/Pengawasan
|
1. Fungsi Pengadaan
2. Fungsi Pengembangan
3. Fungsi Pemberi Kompensasi
4. Fungsi Integrasi
5. Fungsi Pemeliharaan
|
Risiko Sumber Daya Manusia
Ada
lima indikator keberhasilan pengelolaan SDM:
1
Tingkat
produktivitas. Semakin
tinggi tingkat produktivitas semakin baik tingkat keberhasilan pengelolaan SDM.
Tingkat produktivitas yang baik perlu dilihat dengan menggunakan patokan atau benchmark
terhadap perusahaan lain dan dengan melihat pertumbuhan tingkat
produktivitasnya.
2
Tingkat
perputaran karyawan. Semakin
rendah perputaran karyawan (turnover) berarti pengelolaan SDM semakin
baik. Perputaran karyawan yang tinggi mengindikasikan adanya komponen dalam
kesepakatan transaksi tersebut tidak dapat terpenuhi.
3
Tingkat
mangkir. Semakin tinggi tingkat mangkir (absentism)
berarti semakin rendah kualitas pengelolaan SDM. Tingkat mangkir yang tinggi
merupakan akibat dari rusaknya suasana tersebut.
4
Tingkat
kepuasan. Tingkat kepuasan juga menjadi
ukuran yang penting dalam pengelolaan SDM. Setiap karyawan, dalam membuat
transaksi pertukaran dengan perusahaan, memiliki ekspektasi tertentu.
Pencapaian tersebut menjadi sumber kepuasan karyawan.
5
Tingkat
kewargaan karyawan. Kewargaan
karyawan (employee citizenship) merupakan ukuran seberapa jauh seorang
karyawan menunjukan sikap dan perilakunya sebagai warga perusahaan yang baik.
Semakin baik karyawan memenuhi transaksi, bahkan memaksimalisasi nilai
transaksi, semakin baik pengelolaan SDM dalam perusahaan.
Kepentingan
Manajemen
Ada beberapa kepentingan
manajemen dalam mengelola risiko yang terkait dengan SDM, antara lain:
1
Efisiensi biaya. Kegagalan mengelola SDM
bukan saja berarti ketidakberhasilan mencapai keempat indikator di atas dengan
baik, tetapi juga terjadi pemborosan biaya.
2
Tanggung jawab perusahaan. Manajemen perlu menunjukan
tanggung jawabnya bagi karyawan sehingga mereka mencapai tingkat keberhasilan
yang tinggi.
3
Masalah legal. Persyaratan hukum juga
menjadi pertimbangan penting. Peraturan
yang secara ketat mengatur perusahaan, antara lain, menyangkut kesehatan dan
keselamatan karyawan. Peraturan lain berurusan dengan kesejahteraan karyawan,
terutama upah minimum dan pensiun. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai standar
upah minimum regional. Demikian juga dengan dana pensiun.
4
Imej
korporat. Imej korporat (corporate image)
yang baik sering kali merupakan hasil dari pengelolaan SDM yang baik. Ada
beberapa faktor selain kesejahteraan yang bisa mengungkit imej korporat,
misalnya kebebasan berinovasi, hubungan antarkaryawan, dan nilai-nilai
perusahaan yang dianut dan dikembangkan perusahaan.
Pengukuran
Eksposur SDM
Ukuran eksposur SDM, seperti halnya ukuran eksposur
lainnya, terdiri dari dua dimensi.
Kemungkinan atau probabilitas kejadian risiko
terdiri dari beberapa jenis:
1
kondisi SDM
yang bersangkutan,
2
kondisi sistem dan sarana, dan
3
kondisi pasar
tenaga kerja.
Dampak
terhadap eksposur bisa diukur berdasarkan dimensi:
1
potensi
kerugian,
2
tambahan biaya,
dan
3
pemenuhan
kebutuhan.
Kemungkinan kejadian risiko yang berkaitan dengan
kondisi SDM terdiri dari: kemungkinan rendahnya tingkat kesehatan, kemungkinan
tingkat kematian, dan pengaruh usia.
Rendahnya
Tingkat Kesehatan
Rendahnya tingkat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebagai contoh
tingkat kesehatan dipengaruhi oleh kondisi atau kebersihan kerja. Selain
kondisi keja, rendahnya tingkat kesehatan juga dipengaruhi oleh suasana kerja.
Kondisi kesehatan yang paling buruk adalah kalau karyawan sampai mengalami
kecelakaan sampai cacat. Semakin tinggi tingkat kecelakaan dan tingkat cacat,
semakin buruk pengelolaan SDM di perusahaan yang bersangkutan.
Rendahnya tingkat kesehatan juga bisa diindikasikan oleh akses ke pusat
kesehatan. Oleh karena itu, banyak perusahaan mengembangkan klinik untuk
mempermudah karyawan untuk mendapat perawatan. Harapannya, pengawasan dan
penanggulangan masalah kesehatan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien.
Tingkat
Kematian
Tingkat kematian SDM tidak selalu dikaitkan dengan kondisi perusahaan tertentu.
Tingkat kematian terkait dengan tingkat kesehatan secara nasional.
Pengaruh
Usia
Usia SDM
antara 30 sampai 45 tahun dianggap sebagai usia paling produktif. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan stamina dan fisik
sangat tergantung pada usia. Berbeda dengan pekerjaan yang menuntut mental,
pemikiran, dan pengalaman, justru semakin banyak usia semakin baik.
Sistem
dan Sarana
Pemenuhan kebutuhan berdampak pada dua hal: peningkatan motivasi dan
peningkatan kepuasan. Sistem dan sarana yang berhasil meningkatkan motivasi
adalah sistem dan sarana yang bisa meningkatkan produktivitas karyawan.
Peningkatan kepuasan menyebabkan karyawan tidak mengeluh, tidak keluar kerja,
tidak mangkir, tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan kerja. Sistem dan
sarana yang baik juga perlu untuk mendukung kelancaran pekerjaan.
Kondisi
Pasar Tenaga Kerja
Kondisi
pasar tenaga kerja ikut mempengaruhi pencapaian kinerja pengelolaan SDM. Resesi
ekonomi, misalnya berdampak dua sisi yang saling bertentangan pada karyawan. Di
satu sisi, resesi ekonomi menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran. Tetapi
di sisi lain, resesi juga berarti turunnya daya beli masyarakat termasuk daya
beli karyawan.Lebih parah lagi, karyawan justru dihantui oleh ketakutan kemungkinan
PHK akibat resesi.
Yang dimaksudkan dengan
pengangguran sukarela adalah keadaan tidak bekerja karena keinginan yang
bersangkutan. Pengangguran yang kedua adalah pengangguran friksional. Seseorang
menganggur dalam kategori ini apabila dia keluar pekerjaan dan sedang mencari
pekerjaan lain. Pengangguran jenis ketiga adalah pengangguran musiman (siklis)
terjadi karena perubahan kondisi ekonomi yang menyebabkan menurunnya kebutuhan
tenaga kerja. Pengangguran jenis keempat, pengangguran struktural atau teknologi,
terjadi karena keahlian karyawan atau pencari kerja tidak lagi cocok dengan
tuntutan pekerjaan yang ditawarkan pasar tenaga kerja.
Namun, perusahaan tetap perlu
mencatat, apapun bentuk PHK dan menimbulkan seseorang menganggur, tetap ada
biaya yang harus ditanggung perusahaan. Paling
tidak ada dua jenis biaya: langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berupa
pesangon. Biaya tidak langsung berupa usaha untuk mendapatkan dam membina
karyawan baru sehingga dia, memiliki kompetensi yang setara dengan karyawan
yang keluar.
Risiko yang sering dihadapi perusahaan adalah multi
komplek, mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit, seperti:
1
Risiko lemahnya
manajemen SDM
2
Risiko suksesi
manajemen
3
Risiko
kehilangan pekerja profesional
4
Risiko konflik
karyawan
5
Risiko
kesehatan dan keselamatan kerja
6
Risiko
kecurangan
7
Risiko
kelalaian, dll
Dampak Risiko
Perusahaan perlu menetapkan ukuran eksposur dari setiap eksposur tersebut
sehingga perusahaan dapat mengukur besarnya dampak bila risiko benar-benar terjadi.
Perusahaan lebih suka menggunakan ukuran eksposur dalam bentuk Rupiah selama
bisa dirupiahkan. Sebagai alternatif, ada tiga pendekatan dalam merupiahkan
risiko. Pertama, perusahaan dapat menggunakan ukuran besarnya kehilangan
pendapatan bila suatu risiko terjadi. Kedua, perusahaan dapat menggunakan
ukuran biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan kondisi akibat risiko.
Ketiga, perusahaan dapat menggunakan premi asuransi sebagai ukuran. Yang ini
dapat digunakan untuk risiko-risiko yang dapat diasuransikan.
Beberapa upaya
dalam menangani risiko SDM
Menghadapi
risiko SDM, tentu saja perusahaan harus melakukan upaya-upaya yang efektif,
upaya-upaya tersebut antara lain :
1
Memiliki tim
manajemen yang kuat
2
Menyiapkan SDM
untuk suksesi
3
Melarang para
eksekutif bekerja rangkap
4
Sistem
insentif/penghargaan dan punishment yang efektif
5
Menyiapkan job
description, job specification, performance appraisal yang baik
6
Komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan bawahan
7
Pelayanan kesehatan dan sistem keselamatan kerja yang
memadai.
Risiko sumber
daya manusia menurut artikel yang dikemukakan oleh Tanjung (2005) bahwa dalam
suatu kegiatan usaha apabila ada risiko sumber daya manusia yang dihadapi maka
dapat diwaspadai oleh perusahaan tersebut dengan pengendalian unit sumber daya
manusia tersebut menurut aturan dan fungsinya serta kaitannya dengan
risiko-risiko atau pelanggaran tersebut yang diberikan sehingga terjadi
pemberian sanksi oleh pihak perusahaan
bagi pelanggar.
Risiko
ketenagakerjaan manajer Hitt, et all (1996:289) ialah risiko kehilangan
pekerjaan, kehilangan kompensasi atau hilangnya reputasi managerial. Menurut
Siagian (2001:25) imbalan non finansial bagi karyawan adalah untuk memuaskan
kebutuhan psikologis dan status para karyawan. Termasuk dalam kategori ini
antara lain adalah kendaraan dinas pribadi, pengemudi, tempat parkir khusus
dipelataran parkir, makan siang atas biaya perusahaan dan sekretaris pribadi.
Risiko sumber
daya manusia yang terjadi dalam usaha tersebut adalah bagaimana potensi yang dimiliki
oleh orang-orang yang ada sehingga usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan
baik. Potensi-potensi tersebut menurut Sumarjino (2004:84) adalah skill, pendidikan, kemauan serta
kemampuan dalam pengembangan kegiatan. Kita ketahui apabila sesorang mempunyai
ilmu tentang usaha yang dijalankan namun tidak memiliki kemauan mengembangkan
usaha maka pada akhirnya hanya kerugian yang didapat nantinya namun apabila
semua potensi yang ada dapat dikembangkan dan dijalankan maka niscaya usaha
akan berjalan dengan baik.
Menurut Umar
(1998:78) ”Beberapa perusahaan sangat bergantung
kepada pegawai utama atau para pekerja senior serta anggota direksi. Jika para
pekerja inti/senior ini pindah ke perusahaan pesaing maka jelas perusahaan
berada dalam suatu risiko besar, seperti pemberian informasi, pencurian
rencana-rencana strategis perusahaan dan membujuk konsumen untuk pindah kepada
perusahaan pesaing”. Masalah kesejahteraan sering kali menyebabkan krisis,
masalah tersebut seperti amarah karyawan karena pemutusan hubungan kerja yang
tidak adil, serta dari segi lain masalah stres dan kesehatan yang buruk yang
kurang diperhatikan. Adapun masalah sumber daya manusia bagi perusahaan adalah
pencarian tenaga kerja yang efektif dengan pendidikan yang sesuai dengan bidang
pekerjaan yang ditawarkan.
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa risiko sumber daya manusia
adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh tenaga kerja sehingga berdampak
negatif bagi perusahaan.
Risiko
Kecurangan
Risiko
kecurangan menurut yang dipaparkan oleh Halim (2005) adalah unsur dari risiko
murni yang dapat ditimbulkan dalam setiap usaha. Halim mengemukakan dari kedua
macam risiko yang merupakan bagian dari risiko murni adalah merupakan dampak
dari suatu usaha yang harus mendapatkan perhatian lebih karena dalam menjaga
agar tidak terjadinya risiko tersebut adalah sangat riskan.
Banyak
perusahaan mengatakan kecurangan merupakan kejadian yang lumrah dan alamiah di
perusahaan selama mental orang-orang dalam perusahaan masih menganggap uang
adalah tujuan bekerja, selain lemahnya moral. Kecurangan dapat
diketahui dengan cepat tetapi dapat juga memakan waktu yang lama. Menurut Umar
(1998:99) ada lima indikator kecurangan, yaitu:
a
Jumlah barang secara fisik didalam
gudang memperlihatkan jumlah yang berkurang jika dibandingkan dengan yang ada
di catatan atau komputer.
b
Ada karyawan yang terlihat menjadi kaya
mendadak, dimana dia beralasan misalnya karena kekayaan itu didapat dari judi
atau lotere.
c
Karyawan yang jarang libur walaupun pada
hari-hari libur resmi dimana karyawan lain tidak ada dikantor.
d
Bukti-bukti yang melibatkan pemasok,
misalnya hanya pemasok tertentu saja yang dilibatkan dalam suatu proyek.
e
Bukti-bukti yang melibatkan konsumen,
misalnya catatan tentang pemberian kredit yang disamarkan.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa risiko kecurangan adalah faktor
kesalahan yang sengaja dilakukan oleh orang dari diluar maupun dari dalam
perusahaan tersebut.
Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian Intern yang dikemukakan
commite on Auditing Procedur American Institute of Carified Public
Accountant (ICPA) adalah sebagai berikut: Pengendalian intern mencakup
rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah digunakan dalam
perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan dari
data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan (James 1997:155).
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah "Proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan."
D.
Hartanto memberikan penjelasan tentang Pengendalian Intern dengan membedakan
kedalam arti yang sempit dan dalam arti luas secara lengkap disebutkan:
Dalam arti sempit: Pengendalian Intern disamakan dengan “Internal Check” yang merupakan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti mencocokkan penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.
Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian Intern meliputi : Struktur Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan dan laporan (Administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya. (Hartanto, 1997 : 51).
Dalam arti sempit: Pengendalian Intern disamakan dengan “Internal Check” yang merupakan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti mencocokkan penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.
Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian Intern meliputi : Struktur Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan dan laporan (Administrasi), budget dan standart pemeriksaan intern dan sebagainya. (Hartanto, 1997 : 51).
Sedangkan
Zaki Baridwan juga dapat mengartikan Pengendalian Intern sebagai berikut:
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai berapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Dalam
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Pengendalian Intern di definisikan
sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Intern meliputi organisasi serta semua
metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan
untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan dan keandalan data
akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan mendorong di taatinya kebijakan
manajemen yang telah digariskan.”
Pengendalian
Intern sebagai Manajemen Control (Arti Luas). Selanjutnya apabila unsur-unsur
yang terdapat pada Sistem Pengendalian Intern yang telah sesuai dengan definisi
di kelompokkan dua sub sistem, maka kedua sub sistem tersebut terdiri dari sub
sistem “Pengendalian Administrasi (Administrative Control) dan “Pengendalian
Akuntansi” (Accounting Control). Pembagian dalam
sub sistem ini secara langsung dan lengkap dalam buku Norma Pemeriksaan
Akuntansi, jadi dalam arti yang luas, Sistem Pengendalian Intern mencakup
pengendalian yang dibedakan atas pengendalian Intern yang bersifat accounting
dan administrasi. (Ikatan Akuntansi Indonesia, 1998 : 23).
Dari
definisi di atas disimpulkan bahwa, Sistem Pengendalian Intern merupakan suatu
“Sistem” yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk melindungi
harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya
untuk mendorong efisien operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan
Pimpinan.
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima
unsur, yaitu:
1. Lingkungan
pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan
komunikasi
5. Pemantauan
pengendalian intern
Kelima unsur pengendalian intern
tersebut merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses
pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi
fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang
membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan
yang ingin dicapai instansi pemerintah.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang
menjadi sub unsur pertama dari lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika organisasi
dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang
baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada
nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali. Integritas dan
nilai etika tersebut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan
bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi
pemerintah perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.
Dengan berbudaya SPIP, pendekatan
yang digunakan dalam pengawasan berbasis pada soft control dimana unsur
manusia (SDM) menjadi subjek aktif, disamping pula hard control yang
mengandalkan keberadaan peraturan dan pimpinan menjadi unsur utama. Dengan SPIP
ini nantinya dapat tercipta sistem yang akan mencegah terjadinya tindakan yang
dapat merugikan keuangan negara, dan kalaupun tindakan tersebut akhirnya
terjadi, hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini.
Tujuan Pengendalian Intern
Pengendalian
Intern yang diciptakan dalam suatu perusahaan harus mempunyai beberapa tujuan.
Sesuai dengan definisi yang dikemukakan AICPA tersebut diatas, maka dapatlah
dirumuskan tujuan dari Pengendalian Intern yaitu:
a
Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
b
Memeriksa ketelitian dan kebenaran data
akuntansi.
c
Memajukan efisiensi operasi perusahaan.
d
Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang
telah ditetapkan lebih dahulu untuk dipatuhi. (Zaki, 1999:14).
Unsur-unsur
Sistem Pengendalian Intern dalam buku Akuntansi Keuangan (Zaki, 1999; 15) bahwa
penerapan unsur-unsur sistem pengendalian intern dalam suatu perusahaan
tertentu harus mempertimangkan biaya dan manfaatnya. Suatu Sistem Pengendalian
Intern yang baik haruslah bersifat cepat, murah dan aman, sehingga perusahaan
dapat menjalankan operasinya dengan lancar, terjamin keamanannya dan biaya pengawasan
yang dibutuhkan relatif tidak mahal.
Prinsip-prinsip
umum Sistem Pengendalian Intern hanya berlaku sebagai pedoman, bukan merupakan
suatu keharusan yang ditetapkan secara baku. Meskipun demikian, AICPA
mengemukakan bahwa suatu Sistem Pengendalian Intern yang memuaskan akan
bergantung sekurang-kurangnya empat unsur Pengendalian Intern adalah sebagai
berikut:
a. Suatu
struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat.
Struktur
organisasi merupakan salah satu alat bagi manajemen atau pimpinan perusahaan
untuk mengendalikan kegiatannya. Proses pembentukannya dimulai dengan
menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan.
Setiap
kegiatan akan dibagi kedalam unit-unit kegiatan yang lebih kecil, dengan
disertai perincian tugas dari masing-masing karyawan yang menjalankan tugasnya.
Selanjutnya tugas tersebut dibagi-bagi dan ditentukan bagian-bagian mana yang
akan mengerjakan suatu tugas atau kelompok tugas tertentu. Apabila diperlukan
didalam suatu bagian masih bisa dibentuk sub bagian yang lebih kecil sesuai
dengan bentuk bagian yang diperlukan dalam organisasi.
Tahap
terakhir adalah menentukan hubungan antara tugas yang satu dengan tugas yang
lain. Penentuan ini agar tercipta kerjasama yang baik dan terarah diantara
bagian-bagian tersebut, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hasilnya
adalah merupakan struktur organisasi, yaitu kerangka dari organisasi yang
menunjukkan tugas-tugas, tanggung jawab dan tata hubungan yang terdapat
diantara bagian yang satu dengan lainnya. Struktur organisasi perusahaan
haruslah memungkinkan adanya koordinasi usaha diantara semua satuan dan jenjang
untuk mengambil tindakan-tindakan yang dapat mencapai suatu tujuan umum.
Setiap
tujuan organisasi harus di mengerti sehingga tanggung jawab, serta apakah
hubungan dan wewenang satuan kerja yang berhubungan dengan satuan kerja lain
dapat diselenggarakan dengan baik.
Suatu
dasar yang berguna dalam menyusun struktur organisasi perusahaan adalah pertimbangan
bahwa organisasi itu harus fleksibel dalam arti memungkinkan adanya
penyesuaian-penyesuaian tanpa harus mengadakan perubahan total. Selain itu
organisasi yang disusun harus dapat menunjukkan garis-garis wewenag dan
tanggung jawab yang jelas, dalam arti jangan sampai terjadi adanya overlap
fungsi masing-masing bagian. Untuk dapat memenuhi syarat bagi adanya suatu
pengawasan yang baik, hendaknya struktur organisasi dapat memisahkan
fungsi-fungsi operasional, penyimpanan dan pencatatan. Pemisahan fungsi-fungsi
ini dapat diharapkan dapat mencegah timbulnya kecurangan-kecurangan dalam
perusahaan.
b. Suatu
sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik berguna untuk melakukan
pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang,
pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya.
Sistem
wewenang dan prosedur pembukuan dalam suatu perusahaan merupakan alat bagi
manajemen untuk mengadakan pengawasan terhadap operasi dan transaksi-transaksi
yang terjadi dan juga untuk mengklasifikasikan data akuntansi dengan tepat.
Klasifikasi data akuntansi ini dapat dilakukan dalam rekening-rekening buku
besar yang biasanya diberi nomor kode dengan cara tertentu dan dibuatkan buku
pedoman mengenai penggunaan debit dan kredit masing-masing rekening.
Pada
Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Kas, sistem ini dapat memberikan jaminan
bahwa setiap penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan benar-benar terjadi dan
juga merupakan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan aktivitas
perusahaan dan prosedur yang dapat dirumuskan sebagai tata cara yang harus
diikuti dan ditaati dalam melaksanakan sesuatu aktivitas. Pengawasan terhadap
operasi dan transaksi-transaksi dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur yang
ditetapkan lebih dahulu dan prosedur-prosedur yang akan disusun untuk seluruh
kegiatan yang ada dalam perusahaan.
Prosedur
yang baik adalah prosedur yang mencapai tujuannya dengan cara yang sederhana,
membagi pekerjaan secara logis dan mudah dipahami sehingga bakat karyawan apat
dimanfaatkan sebaik mungkin. Sedangkan prosedur yang efektif adalah prosedur
yang dapat memaksakan kepatuhan.
Kalau
prosedur dirumuskan sebagai tata cara mengerjakan sesuatu, maka prosedur
pembukuan dapat dirumuskan sebagai tata cara pencatatan, pelaporan atas
operasi-operasi yang ada dalam perusahaan.
Dengan
demikian sistem wewenang dan prosedur pembukuan merupakan suatu tata cara
pencatatan, pelaporan, serta pengesahan operasi-operasi dan transaksi-transaksi
perusahaan yang sedemikian rupa sehingga adanya tercipta ke absahan dan
ketelitian pencatatan harta, hutang, modal, penghasilan dan biaya-biaya
perusahaan.
Dalam pelaksanaan sistem wewenang dan prosedur pembukuan diperlukan adanya alat-alat untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi yang ada dalam perusahaan serta alat untuk mengklasifikasikan data dalam struktur rekening yang formal.
Dalam pelaksanaan sistem wewenang dan prosedur pembukuan diperlukan adanya alat-alat untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi yang ada dalam perusahaan serta alat untuk mengklasifikasikan data dalam struktur rekening yang formal.
Alat-alat
yang digunakan untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan
transaksi-transaksi, diciptakan melalui perancangan catatan-catatan dan
formulir-formulir yang tepat, serta melalui perencanaan arus prosedur yang
logis dalam melakukan pencatatan dan prosedur otorisasi di antara
departemen-departemen dan seksi-seksi dalam departemen.
c. Praktek-praktek
yang sehat haruslah dijalankan didalam melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi
setiap bagian dalam organisasi.
Setelah
struktur organisasi dan sistem wewenang serta prosedur pembukuan disusun dengan
baik, maka diperlukan adanya praktek-praktek yang sehat untuk menjalankannya.
Praktek-praktek yang sehat tersebut akan di bahas lebih lanjut dalam sub bagian
tersendiri.
d. Suatu
tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Penulis baca dalam buku Internal Auditing (Sawyer’s, 2001; 67) yang dimaksud dengan pegawai yang cukup cakap adalah pegawai yang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang dibebankan kepadanya, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan efisien. Pegawai dengan cukup cakap untuk suatu pekerjaan bukan berarti pegawai yang tingkat pendidikananya tinggi, sehingga gajinya juga besar tetapi mungkin dengan pendidikan menengah sudah cukup, yang penting adalah latar belakang pendidikannya cukup memadai untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya. Hal ini perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh pegawai yang cukup cakap tetapi juga ekonomis.
Penulis baca dalam buku Internal Auditing (Sawyer’s, 2001; 67) yang dimaksud dengan pegawai yang cukup cakap adalah pegawai yang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang dibebankan kepadanya, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan efisien. Pegawai dengan cukup cakap untuk suatu pekerjaan bukan berarti pegawai yang tingkat pendidikananya tinggi, sehingga gajinya juga besar tetapi mungkin dengan pendidikan menengah sudah cukup, yang penting adalah latar belakang pendidikannya cukup memadai untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya. Hal ini perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh pegawai yang cukup cakap tetapi juga ekonomis.
Untuk
memperoleh pegawai yang cukup cakap sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
diperlukan adanya usaha-usaha yang tepat. Secara umum usaha ini akan mencakup
tiga proses: dimulai semenjak penerimaan pegawai dilanjutkan dengan peningkatan
keterampilan melalui program pendidikan dan latihan yang berkesinambungan dan
diakhiri dengan penilaian atas pelaksanaan pekerjaan dari pegawai. Ketiga
proses ini berlangsung terus menerus, mengingat usaha mendapatkan pegawai yang
cukup cakap merupakan usaha yang selalu berkesinambungan.
Proses
penerimaan tenaga kerja merupakan proses yang sangat penting serta menuntut
penelitian yang mendalam dan teliti terutama mengenai kemampuan dari semua
calon pegawai. Dari sini akan diperoleh bibit-bibit yang baik untuk menempati
jabatan didalam perusahaan dan sebaliknya dari kesalahan penerimaan tenaga
kerja akan membawa kegagalan bagi perusahaan. Dengan perencanaan yang memadai,
akan memudahkan perusahaan mengetahui beberapa orang karyawan, dan dimana
posisinya serta persyaratan apa yang dibutuhkan perusahaan.
Proses
peningkatan keterampilan melalui program pendidikan dan latihan yang
berkesinambungan merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap usaha
mendapatkan pegawai yang cukup cakap.
Manfaat
yang diperoleh dari program pendidikan dan latihan bagi pegawai antara lain :
1) Mengenai
kedudukannya di dalam orgaisasi dan siapa pimpinannya.
2) Mengetahui
tugas-tugas yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
3) Mengetahui
sampai dimana tanggung jawab dan kekuasaan mengenai tugasnya serta batas-batas
pengambil alihan tugas oleh petugas yang lain.
4) Mengetahui
bagaimana sumbangan kerjanya terhadap perusahaan secara keseluruhan.
Proses
yang terakhir adalah penilaian pekerjaan ini harus selalu dilakukan untuk
mendorong para pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh. Penilaian atas
pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai akan menghasilkan informasi-informasi
berikut ini :
1) Tingkat
kecakapan yang dicapai oleh masing-masing pegawai.
2) Kebutuhan
pegawai yang bersangkutan akan pendidikan khusus guna mengembangkan lebih
lanjut atas kecakapan yang telah dicapainya.
3) Potensi
pegawai serta arah kariernya diatas tujuan manajemen untuk mendapatkan pegawai
yang cukup cakap akan dapat dicapai.
PEMBAHASAN DAN KASUS
PEMBAHASAN
Sistem pengendalian intern pemerintah diatur
dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008. Objek hukum dari peraturan ini
adalah seluruh lembaga atau instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Sedangkan subjek peraturan ini adalah seluruh aparat
pengawasan intern dalam hal ini adalah seluruh inspektorat kementerian,
Inspektorat pada lembaga pemerintah non departemen/kementerian, dan inspektorat
daerah (propinsi dan kabupaten/kota) serta Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).
Sistem pengendalian intern pemerintah yang dianut oleh
Indonesia diambil dari sistem pengendalian intern menurut GAO (Government
Accounting Organization) yaitu lembaga Badan Pemeriksa Keuangan di Amerika
Seriktat dan menurut COSO (Commitee Of Sponsoring Organization of Treadway
Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi.
Pengendalian intern menurut GAO mengandung 8 unsur pengendalian manajemen yaitu
pengorganisasian, kebijakan, prosedur, perencanaan, pencatatan/akuntasi,
personil, pelaporan dan reviu intern. Sejalan dengan perkembangan GAO
digantikan oleh COSO. Unsur pengendalian menurut COSO mengandung 5 unsur
pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, peniliaian risiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian.
Tujuan dari sistem pengendalian
intern secara umum akan membantu suatu organisasi mencapai tujuan operasional
yaitu efektivitas dan efisiensi kegiatan, keterandalan laporan keuangan, dan
kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Sistem pengendalian intern pemerintah sendiri
memiliki tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien,
perlindungan aset negara, keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada
perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku.
Pada COSO peran manusia sebagai pelaku
fungsi dalam suatu organisasi menjadi penting karena dibutuhkan tidak hanya
kompetensi saja namun juga integritas dan etika yang diperlukan untuk
mendapatkan lingkungan pengendalian organisasi yang menunjang untuk pencapaian
tujuan organisasi.
Lingkungan pengendalian dalam COSO adalah
kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi yang akan
mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu adanya penegakan integritas dan etika seluruh anggota
organisasi, komitmen pimpinan manajemen atas kompetensi, kepemimpinan manajemen
yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan,
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan
kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran
aparat pengawasan yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan pihak
ekstern.
Pegawai diharapkan tidak hanya
memiliki pengetahuan, pendidikan, pengalaman dan keterampilan sesuai dengan
fungsi kerjanya, namun juga memiliki integritas dan etika yang tinggi. Penyebab
terjadinya kecurangan adalah karena lemahnya integritas dan etika dari pegawai
pemerintah. Motivasi ekonomi menjadi hal yang paling berat yang harus dihadapi
oleh organisasi pemerintahan, karena masih terbatasnya standar pendapatan untuk
pegawai pemerintahan jika dibandingkan dengan pegawai perusahaan swasta atau
BUMN, terutama bagi pegawai pelaksana.
Penegakan etika dan integritas ini
sebaiknya dinyatakan dalam bentuk peraturan tertulis seperti kode etik dan
peraturan kepegawaian. Sehingga nantinya pegawai dapat melakukan hal tersebut
dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dan membentuk budaya kerja yang baik.
Sanksi dan penghargaan merupakan salah satu sarana agar pegawai dapat terus mengembangkan
integritas dalam kegiatan pekerjaannya.
Pengawasan intern diperlukan untuk
memberikan peringatan dini, meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, serta
memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan
fungsi pemerintah. Sehingga kinerja yang baik dari aparat pengawasan intern
pemerintah dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi masyarakat. Dengan
pengelolaan resiko sumber daya manusia dan pengawasan intern pada lembaga
pemerintahan diharapkan para pegawai pemerintahan (PNS) dapat memberikan
pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya dan dapat terhindar dari
penyimpangan-penyimpangan (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sehingga tercipta
integritas dan etika yang pada akhirnya tercipta budaya kerja yang baik.
STUDI KASUS
Korupsi Proyek Pengadaan Light Trap
Status
Masih Berlangsung
Kejadian
10 Mar 2014
Dampak
Kerugian dalam Audit
Kasus korupsi proyek pengadaan light trap Adalah sebuah
proyek di Kementerian Pertanian terjadi pada tahun anggaran 2012. Proyek
pengadaan 7.000 unit light trapp tersebut bernilai Rp 135 miliar, dan akan
dipasang di sejumlah lahan pertanian yang ada di beberapa wilayah pertanian di
Indonesia. Ligth trap merupakan lampu penangkap hama yang menggunakan tenaga
surya shell.
Namun dalam pelaksanaan proyek tersebut terjadi perbuatan
melawan hukum yang mengakibatkan Negara dirugikan yang nilai kerugian Negara
masih akan dimintakan untuk diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana
pemenang proyek dilakukan tanpa melalui lelang terbuka karena diatur. Disamping
itu penentuan harga perkiraan sementara (HPS) dilakukan tanpa sesuai prosedur.
Sementara menurut sumber terpercaya lain, bahwa dalam
pengadaan light trap itu sebagian juga terjadi dugaan fiktif, dan juga
spesifikasinya tidak sesuai dengan seperti dalam isi perjanjian kontrak.
Kronologis
18 Nov 2013
Hingga November 2013 Ditetapkan 10 Tersangka
Jika
sebelumnya baru dua ditetapkan sebagai tersangka, saat ini yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi
pengadaan light trapp atau perangkap serangga itu tidak kurang dari 10 orang.
09 Oct 2013
Dua Pejabat Kementan Ditetapkan Tersangka
Dua
pejabat di Kementrian Pertanian (Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus korupsi proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan)
untuk tahun anggaran 2012.
Keduanya Adalah
Kedua
pejabat tersebut diketahui, bernama Agung Waksongko dan Iksan Nugraha. Dalam
kasus tersebut, keduanya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor
20/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
27 Aug 2013
Penanganan Kasus Ditingkatkan dari Lit ke Penyidikan
Kejaksaan
Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melalui bagian
Pidana Khusus (Pidsus) telah meningkatkan penanganan dugaan kasus korupsi dalam
proyek pengadaan light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) dari
penyelidikan ke penyidikan.
Agung Waksongko
Agung Waksongko adalah pejabat di Kementrian Pertanian
(Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan
light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012.
Iksan Nugraha
Iksan Nugraha adalah pejabat di Kementrian Pertanian
(Kemantan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan
light trap di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012
M.Adi Toegaerisman
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M.Adi Toegaerisman
membenarkan, penetapan kedua pejabat di Kementerian Pertanian tersebut, dimana
keduanya adalah tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan light trap
di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun anggaran 2012.
ANALISIS KASUS BERDASARKAN TEORI
Dugaan Tindakan Penyelewengan:
1.
Pemenang
proyek dilakukan tanpa melalui lelang terbuka karena telah diatur.
2.
Penentuan
harga perkiraan sementara (HPS) dilakukan tanpa sesuai prosedur.
3.
Adanya
dugaan bahwa pengadaan hanya fiktif, dan juga spesifikasinya tidak sesuai
seperti dalam isi perjanjian kontrak.
Dugaan Tersangka:Pejabat di Kementerian Pertanian
Dugaan Motif Pelaku:
1
Dilakukan
karena adanya kerja sama beberapa pihak dan sama-sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). = Adanya Faktor keserakahan dan kebutuhan
2
Penyalahgunaan
wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest) mudah untuk dilakukan
karena pelaku adalah pimpinan di organisasi tersebut. = Adanya faktor kesempatan
Dari dugaan di atas dapat disimpulkan bahwa kasus ini terjadi
karena lemahnya
integritas dan etika dari pegawai pemerintah.
REKOMENDASI
Perlunya penerapan pendekatan pengawasan berbasis pada soft
control dimana unsur manusia (SDM) menjadi subjek aktif, disamping pula hard
control yang mengandalkan keberadaan peraturan dan pimpinan menjadi unsur
utama.
Dengan SPIP ini nantinya dapat tercipta sistem yang akan
mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan keuangan negara, dan kalaupun
tindakan tersebut akhirnya terjadi, hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Johar dan A. Fauzi. 2007. Aplikasi Excel dalam Aspek Kuantitatif Manajemen
Sumberdaya Manusia. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
IAI.
2002. Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Salemba Empat. Jakarta.
Anoraga, Pandji., 2004. Manajemen
Bisnis, Edisi ke 3. Rineka Cipta. Jakarta
Basyaib,
Fachmi. 2007. Manajemen Risiko.
Grasindo. Jakarta.
Darmawi, Herman. 1990. Manajemen Risiko, Rajawali Pers. Jakarta.
Griffin,
Ricky W. 2004. Manajemen. Jilid 1 Edisi 7. Terjemahan. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Halim, M. (http://www.google.sdm) Risiko Usaha
Mandiri.
Hitt,
Ireland, Hoskisson. 1996. Manajemen
Strategi. The Press New York
Husein Umar. 1998. Manajemen Risiko Bisnis, Gramedia. Jakarta.
Tampubolon, Robert. 2006.
Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif
untuk Bank Komersial. Cetakan Ketiga. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sadikin, 2002. Pengantar Bisnis, Edisi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siagian, P. Sondang, 2001. Kiat Meningkatkan Produktifitas
Kerja. Liberty, Yogyakarta.
Sumarjino. 2004. Pengantar Bisnis Edisi 1. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PP No. 60 tahun 2008. Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
Umar, Husein. 1997. Riset
Sumberdaya Manusia. Cetakan Ketujuh. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Menarik sekali artikelnya
BalasHapus