MATA KULIAH
SEMINAR
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
MAKALAH
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN ATAS NERACA
DI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
TUGAS INDIVIDU
DOSEN : DR. NUNUY NUR AFIAH, SE., MSI., AK
DI SUSUN OLEH:
ANJELITA
120620120505
MAGISTER AKUNTANSI – KEMENPU
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keuangan daerah merupakan faktor
strategis yang ikut serta menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Keuangan daerah mencerminkan daya dukung manajemen pemerintahan daerah
terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
tanggungjawabnya. Tingkat kemampuan
keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas pendapatan asli daerah, rasio
pendapatan asli daerah terhadap jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Untuk memahami tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu
dicermati kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu
maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya.
Perkembangan kinerja
keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan
daerah seperti diatur dalam: (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Berdasarkan
ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah sangat terkait dengan
kinerja pelaksanaan APBD dan kondisi neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD
tidak terlepas dari struktur dan akurasi belanja (belanja langsung dan belanja
tidak langsung) pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dan
dana perimbangan. Sementara itu, neraca daerah akan mencerminkan perkembangan
dari kondisi aset pemerintah daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah serta kondisi ekuitas dana yang tersedia.
Fenomena
•
Belum dimilikinya neraca oleh Pemerintah Daerah
karena sistem dan pelaporan yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut
•
Bagaimana pengertian awal dan akhir pada neraca
pemerinah daerah, mengigat organisasi Pemerintah Daerah sudah eksis jauh
sebelum masa reformasi (Halim, 2002) (Budi Mulyana, 2006 : 69)
•
Fenomena yang dapat diamati dalam pengelolaan
APBD saat ini adalah menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik dan
transparansi publik oleh organiasi sektor publik seperti unit-unit kerja
pemerintah baik pusat maupun daerah, tuntutan akuntabilitas sektor publik
terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi dalam
rangka pemenuhan hak-hak publik (Mardiasmo, 2002 : 20) .
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk melihat kinerja keuangan pemerintah
daerah sangat terkait dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD dan aspek kondisi
neraca daerah dalam Neraca Anggaran
tahun 2012 provinsi jawa barat, kota bandung, dan kabupaten bandung.
.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah
saat ini secara teknis memiliki kesamaan dengan proses dalam akuntansi secara
umum, seperti gambar dibawah ini.
Laporan Keuangan pemerintah daerah terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), Neraca dan Catatan
Atas Laporan Keuangan (CALK). Khusus CALK sementara ini belum dapat dihasilkan
melalui aplikasi. Secara periode ketiga laporan tersebut dapat dihasilkan
sesuai kebutuhan yang diinginkan yaitu bulanan, triwulanan, semesteran dan
tahunan. Berikut penjelasan singkat dan formula dari Neraca, LRA dan LAK.
Perbedaan
Keuangan Negara dan Keuangan Daerah dikembalikan pada Undang- undang yang
mengatur hal tersebut:
1.
Undang Undang Nomor 17 Tahun Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 1
angka 1 menyebutkan bahwa "Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut."
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
3.
Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah pada pasal 1 angka 6 bahwa "Keuangan Daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
Laporan keuangan Pemda merupakan
laporan keuangan gabungan dari seluruh SKPD dan laporan keuangan PPKD sebagai
PPKD/BUD. Laporan keuangan Pemda ini dibuat setiap semester/tahunan dan
merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah untuk
tahun anggaran tersebut.
Untuk bisa menyusun laporan keuangan
Pemda, terlebih dahulu disusun laporan
keuangan Satuan Kerja secara terpisah, juga PPKD menyusun laporan keuangan
sebagai PPKD/BUD. Pada saat akan disusun laporan keuangan pemda maka laporan
keuangan SKPD dan PPKD digabungkan untuk menjadi laporan keuangan tingkat
Pemda. Format laporan keuangan PPKD sama dengan laporan keuangan SKPD. Yang berbeda
dari kedua laporan keuangan tersebut adalah cakupan transaksi dan akun yang
digunakannya.
Komponen laporan keuangan yang
disusun oleh PPKD terdiri dari:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b) Neraca;
c) Laporan Arus Kas; dan
d) Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan PPKD dikeluarkan 2 kali dalam satu
tahun anggaran, yaitu:
1. Semester, yang dimulai dari periode Januari -
Juni
2. Tahunan, yang dimulai dari periode Januari –
Desember
Langkah-langkah dalam penyusunan laporan
keuangan PKPD sesuai dengan kertas kerja yang dibuat terdiri atas: Neraca
saldo, Jurnal Penyesuaian, Neraca Saldo
setelah Penyesuaian, Jurnal Penutupan, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebelum
konversi dan Laporan Realisasi Anggaran setelah konversi, kemudian menyusun
Neraca sebelum konversi dan Neraca setelah konversi.
1. Neraca Saldo
Neraca saldo merupakan ikhtisar buku
besar. Fungsi Akuntansi PPKD melakukan rekapitulasi saldo-saldo buku besar
menjadi neraca saldo. Angka-angka saldo dari semua akun buku besar dipindahkan
ke kolom Neraca Saldo dalam worksheet, sesuai dengan posisi debit atau
kredit dalam saldo di buku besar masing-masing.
2. Jurnal Penyesuaian
Jurnal penyesuaian dimaksudkan agar
nilai dari akun-akun LRA dan neraca sudah menunjukkan nilai wajar pada tanggal
pelaporan. Penyesuaian ini meliputi: transaksi penyesuaian akibat adanya perbedaan
waktu pengakuan transaksi seperti pengakuan piutang, akumulasi penyusutan di
akhir periode akuntansi, penyesuaian untuk SP2D yang belum diterbitkan untuk
pembelian/pembangunan aktiva tetap, dan penyesuaian penerimaan hibah berupa
aset.
Jurnal penyesuaian tersebut dicatat
dalam jurnal umum kemudian diposting ke buku besar serta diletakkan dalam kolom
“Penyesuaian” yang terdapat pada Kertas Kerja.
3. Penyusunan Laporan Realisasi
Anggaran PPKD Sebelum Konversi
Laporan Realisasi Anggaran PPKD (LRA
PPKD) sebagai kantor pusat, disusun setiap semester/tahunan. Laporan ini
menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja PPKD yang masing-masing diperbandingkan
dengan anggarannya dalam satu periode.
4. Jurnal Penutup
Jurnal Penutup adalah jurnal yang
dibuat untuk menutup saldo nominal sehingga menjadi nol pada akhir periode
akuntansi. Perkiraan nominal adalah perkiraan yang digunakan untuk Laporan Realisasi
Anggaran, yaitu Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan serta menutup
surplus/defisit ke ekuitasnya PPKD. Jurnal penutup yang dilakukan PPKD adalah
sebagai berikut:
5. Neraca PPKD sebelum Konversi
Setelah disusun LRA PPKD, selanjutnya
PPKD menyusun Neraca PPKD. Neraca ini menyajikan informasi tentang posisi
keuangan PPKD mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
6. Konversi Laporan Keuangan PPKD
Laporan keuangan yang dibuat oleh PPKD
yang dihasilkan oleh sistem ini menggunakan struktur akun belanja yang berbeda
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Untuk itu diperlukan sebuah
langkah konversi. Berikut bagan konversi yang dimaksud.
a. Konversi Untuk LRA - Pendapatan
Pendapatan yang merupakan wewenang
PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam LRA, seperti terlihat dalam bagan
di atas, harus dilakukan konversi, yaitu:
(i) Dari komponen Dana Perimbangan,
yakni: Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi-Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus ke Pendapatan Transfer.
(ii) Dari komponen Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah, yakni: Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus dan
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya ke komponen Pendapatan
Transfer dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah.
b. Konversi Untuk LRA - Belanja
Belanja Langsung bukan merupakan
kewenangan SKPKD sebagai PPKD, tetapi merupakan kewenangan SKPKD sebagai SKPD. Sedangkan
untuk Belanja Tidak Langsung tidak dikenal dalam format SAP, sehingga perlu
dikonversi ke Belanja Operasi, yang diuraikan sebagai berikut:
(i) Dari komponen belanja tidak
langsung, yaitu belanja tidak terduga ke komponen belanja tidak terduga, dan
(ii) Dari komponen belanja tidak
langsung, yaitu belanja bagi hasil dan belanja bantuan keuangan ke transfer/bagi
hasil ke desa. Dalam konversi agar sesuai dengan PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP,
pelaporan realisasi belanja dalam LRA tidak berdasarkan program dan kegiatan,
sebagaimana klasifikasi anggaran belanja langsung dalam APBD. Tetapi untuk
tujuan Penjabaran Laporan Realisasi APBD.
c. Konversi Untuk LRA – Pembiayaan
Penerimaan Pembiayaan yang merupakan
wewenang PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam Laporan Realisasi Anggaran
dan Neraca, seperti terlihat, dalam bagan di atas, harus dilakukan konversi,
yaitu:
(i) Dari akun penerimaan pinjaman
daerah ke pinjaman dalam negeri, Dan
(ii) Dari akun penerimaan piutang
daerah ke penerimaan kembali pinjaman Pengeluaran Pembiayaan yang merupakan
wewenang PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam LRA, seperti terlihat,
dalam bagan di atas, tidak perlu dilakukan konversi karena tidak terdapat perbedaan
yang berarti.
d. Konversi Untuk Neraca
Ketika akan melakukan konversi
Neraca, perlu diteliti lebih dahulu pada klasifikasi mana terjadi perbedaan
antara Permendagri No. 13 Tahun 2006 dengan PP No. 24 Tahun 2005, kemudian
lakukan konversi.
Permendagri No. 13 Tahun 2006
ASET LANCAR
|
PP No. 24 Tahun 2005 tentang
SAP ASET LANCAR
|
Kas
|
|
|
|
Investasi
Jangka Pendek
|
|
Piutang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perbedaan pada kelompok Aset Lancar
terlihat pada akun piutang, selain piutang pajak dan piutang retribusi dalam
Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat akun Piutang Dana Bagi Hasil, Piutang
Dana Alokasi Umum, Piutang Dana Alokasi Khusus yang di dalam format menurut PP
No. 24 Tahun 2005 tidak disajikan contohnya, sehingga perlu ditambahkan. Kemudian
dalam format PP No. 24 Tahun 2005 diberikan kelompok akun Bagian Lancar
Pinjaman, yaitu akun Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara, Bagian
Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat, dan Bagian Lancar Pinjaman kepada
Pemerintah Daerah Lainnya yang di dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tidak ada.
7. Penyusunan Laporan Keuangan PPKD setelah
Konversi
a. Laporan Realisasi Anggaran PPKD setelah Konversi
Setelah melakukan konversi, maka format Laporan
Realisasi Anggaran PPKD yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
2005.
b. Neraca PPKD setelah Konversi
Setelah melakukan konversi, maka
format Neraca PPKD yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005
8. Penyusunan Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas disusun untuk
memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas selama periode
tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset
nonkeuangan, pembiayaan, dan transitoris.
Untuk kepentingan penyusunan Laporan
Arus Kas ini, nilai-nilai yang ditampilkan adalah yang ada di buku kas, baik
yang ada di SKPD maupun di PPKD, yang terdiri atas seluruh penerimaan kas yang
meliputi: pendapatan, penerimaan pembiayaan, dan transaksi transitoris. Juga ditampilkan
nilai-nilai dari seluruh pengeluaran kas, yang meliputi: belanja, pengeluaran
pembiayaan, dan transaksi transitoris.
Yang dimaksud dengan transaksi
transitoris di sini adalah transaksi yang dilakukan Pemda tetapi uangnya bukan
hak Pemda, melainkan hak pihak ketiga, sehingga Pemda di sini sifatnya hanya
perantara. Contoh transaksi transitoris adalah pemotongan pajak yang dilakukan
Pemda, seperti pemotongan pajak, IWP, Taperum, dan lainnya yang serupa.
9. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan
disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Laporan Arus Kas harus memiliki referensi silang dengan informasi
terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Dalam rangka menyusun dan
menyajikan neraca untuk pertama kali, Pemda (Pemda) terlebih dulu harus
menyusun neraca awal. Dalam rangka memberikan arahan/pedoman bagi Pemda untuk
mengatasi permasalahan akuntansi yang timbul dalam penyusunan neraca awal,
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) telah menerbitkan Buletin Teknis
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 02 tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Daerah.
Modul Penyusunan Neraca Awal
Pemda ini disusun untuk memudahkan pemahaman bagi entitas akuntansi dalam hal
ini Satuan Kerja Pemda (SKPD) maupun entitas pelaporan dalam hal ini diwakili
oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dalam penyusunan neraca
awal SKPD dan Pemda.
Definisi
Neraca merupakan salah satu
komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
pada tanggal tertentu. Posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi aset,
kewajiban, dan ekuitas dana.
Aset adalah sumber daya yang
dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah, dan dapat diukur dalam satuan uang. Sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya juga
termasuk dalam pengertian aset. Contoh aset antara lain kas, piutang, persediaan,
dan gedung/bangunan.
Kewajiban adalah utang yang
timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran
keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban mencakup utang yang berasal
dari pinjaman, utang biaya, dan utang lainnya yang masih harus dibayar. Contoh
kewajiban antara lain utang kepada pemerintah pusat, utang kepada entitas
pemerintah lain, dan utang perhitungan pihak ketiga.
Ekuitas Dana adalah kekayaan
bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.
Contoh Ekuitas Dana antara lain Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Ekuitas Dana
yang Diinvestasikan.
Neraca dan LRA adalah laporan
yang wajib disusun oleh SKPD, sedangkan PPKD selaku BUD hanya menyusun LAK dan
Konsolidasi Neraca SKPD dan LRA SKPD menjadi Neraca Pemda dan LRA Pemda.
Neraca mencerminkan persamaan akuntansi yang
umum dikenal yaitu:
Aset =
Kewajiban + Ekuitas
Ekuitas pada sektor pemerintahan disebut
ekuitas dana. Ekuitas dana berbeda dengan ekuitas pada sektor komersial.
Ekuitas di sektor komersial mencerminkan sumber dari sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan, sedangkan ekuitas dana pemerintah merupakan selisih aset
dengan kewajiban, sehingga persamaan akuntansinya menjadi:
Aset –
Kewajiban = Ekuitas Dana
Akun-akun neraca dikembangkan secara
berpasangan. Akun-akun aset dan kewajiban berpasangan dengan akun-akun yang ada
dalam ekuitas dana.
Contoh:
ü
Kas berpasangan
dengan SiLPA;
ü
Persediaan
berpasangan dengan Cadangan Persediaan;
ü
Piutang
berpasangan dengan Cadangan Piutang;
ü
Investasi Jangka
Panjang berpasangan dengan Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang;
ü
Aset Tetap
berpasangan dengan Diinvestasikan dalam Aset Tetap;
ü
Utang Jangka
Pendek berpasangan dengan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek.
STRUKTUR NERACA
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan
ekuitas dana. Aset diklasifikasikan menjadi lancar dan nonlancar. Aset lancar
terdiri dari kas atau aset lainnya yang dapat diuangkan atau dapat dipakai
habis dalam waktu 12 bulan mendatang. Aset nonlancar terdiri dari investasi
jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi jangka
pendek dan jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang akan
jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, sedangkan kewajiban
jangka panjang akan jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan.
Ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas
dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan.
Ilustrasi format neraca dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Transaksi yang menjadi sumber
dari mutasi rekening-rekening Neraca adalah sebagai berikut :
1.
Kas di
Kas Daerah
Mutasi
atas rekening ini didapatkan dari hasil STS yang telah di-validasi pada
BKU-BUD, baik STS Pendapatan, STS Pengembalian Belanja UP/GU/TU dan STS Pengembalian
LS.
Artinya
seluruh transaksi STS akan mempengaruhi rekening Kas di Kas Daerah, ditambah/dikurang jika terdapat penyesuaian
yang diperlukan pada jurnal memorial (jika ada).
2.
Kas di
Bendahara Penerimaan
Mutasi
atas rekening ini didapat dari hasil jurnal atas transaksi TBP dikurangi
transaksi STS yang telah di-BKU-kan pada Buku Penerimaan dan Penyetoran dari
Bendahara Penerimaan masing-masing SKPD. Sehingga jika ada TBP yang belum
disetorkan dengan dokumen STS ke BUD/Kas Daerah, akan berdapak adanya saldo
atas rekening tersebut padan Neraca SKPD.
3.
Kas di
Bendahara Pengeluaran
Mutasi
atas rekening ini didapat dari hasil jurnal atas transaksi SP2D UP/GU/TU
dikurangi SPJ dan juga dikurangi STS-Pengembalian Belanja. Jika Bendahara belum
menyetorkan saldo kas bendara dan kas hasil temuan pemeriksaan ke BUD, hingga
akhir periode APBD (31 Desember), maka pada Neraca SKPD akan diakui sebagai
Saldo pada rekening Kas di Bendahara Pengeluaran.
4.
Aset
untuk dikonsolidasikan
Rekening
Aset untuk dikonsolidasikan adalah rekening RK-SKPD. Rekening ini merupakan rekening
‘antara’ yang digunakan sebagai media konsolidasi antara SKPD dengan PPKD untuk
menghasilkan Neraca pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah memiliki 50 (lima
puluh) SKPD maka rekening RK-SKPD nya yang harus disiapkan pada kode rekening
1.1.9 , adalah sebanyak 50 (lima puluh) rekening juga. Rekening ini nantinya
akan muncul pada Neraca PPKD, sedangkan pada Neraca SKPD yang muncul adalah
RK-PPKD.
Rekening
RK-SKPD pada Neraca PPKD harus sama dengan rekening RK-PPKD pada masing-masing Neraca
SKPD. Nilai RK-PPKD pada Neraca SKPD = Nilai SILPA + Kas di Bendahara
5.
Piutang
dan Persediaan
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial.
6.
Aktiva
Tetap
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi Jurnal korolari dan Jurnal memorial
korolari.
7.
Hutang
jangka pendek dan jangka panjang
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial.
8.
Ekuitas
Dana Lancar - Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Mutasi
atas rekening ini didapat dari hasil perhitungan transaksi APBD pada
masing-masing SKPD, yaitu atas transaksi STS, SP2D, SPJ dan Jurnal Memorial
yang diperlukan. Nilai
rekening ini harus sama dengan nilai SURPLUS/DEFISIT pada LRA masing-masing
SKPD.
9.
Ekuitas
Dana Lancar – Cadangan Piutang
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan
pasangan jurnal untuk rekening Piutang.
10.Ekuitas Dana Lancar – Cadangan Persediaan
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan
pasangan jurnal untuk rekening Persediaan.
11.Ekuitas Dana Lancar – Dana yg harus
disediakan utk pembayaran hutang jk. Pendek
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan
pasangan jurnal untuk rekening Hutang Jangka Pendek.
12.Ekutas Dana Investasikan pada Aktiva
tetap
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi Jurnal korolari dan Jurnal memorial
korolari, dan merupakan pasangan jurnal untuk seluruh rekening aktiva tetap.
13.Ekuitas Dana yang harus disediakan utk
pembayaran hutang jk. panjang
Mutasi
atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan
pasangan jurnal untuk rekening Hutang Jangka Panjang.
14.Ekuitas untuk dikonsolidasikan
Ekuitas
untuk dikonsolidasikan yang dimaksud adalah rekening RK-PPKD, mutasinya didapat
dari seluruh transaksi STS dan SP2D serta Jurnal Memorial yang diperlukan, pada
masing-masing SKPD.
BAB III
METODELOGI
Metode penelitian menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Menurut Mulyana,
hal 145 Pendekatan Deskriptif Kualitatif berdasarkan perspektif subyektif,
mencakup wawancara tidak berstruktur/mendalam dan melibatkan pengamatan
berperan serta dalam proses pengumpulan datanya. Selain itu, pendekatan
Deskriptif Kualitatif sangat menekankan penafsiran dibandingkan pengamatan
secara obyektif. Sehingga dalam
penelitian ini, partisipasi aktif seorang peneliti sangat diperlukan dalam
rangka memahami segala macam tindakan baik dari dalam, maupun dari luar. Dan
agar dapat memahami tindakan dari dalam,
Senada dengan Deddy Mulyana, Mardalis hal 25 juga mengungkapkan
bahwa pendekatan Deskriptif Kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan
apa-apa yang saat ini tengah berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi kondisi
yang saat ini terjadi atau ada.
Pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur.
Literatur yang diperiksa meliputi buku teks, artikel media massa, dan
penelusuran literatur on-line.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kinerja
Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat
Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007 hingga
tahun 2009, digunakan sebagai dasar dalam revisi RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008-2013.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai
kontribusi yang cukup siginifikan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat, dengan rata-rata realisasi pertumbuhan mengalami kenaikan sebesar 14,06%
per tahun selama tiga tahun terakhir (2007-2009). Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan fiscal pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat termasuk kategori cukup
mampu. Namun demikian, selama 2 tahun terakhir (2008-2009), trend kontribusi PAD terhadap APBD
relatif stagnan yang menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan PAD belum mampu
mengimbangi pertumbuhan kebutuhan belanja daerah.
Pertumbuhan Rata-Rata Realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2007-2009
Provinsi Jawa Barat
No.
|
Uraian
|
2007
(Rp)
|
2008
(Rp)
|
2009
(Rp)
|
Rata-rata Pertumbuhan(%)
|
1
|
PENDAPATAN
|
6.008.260.131.846,00
|
7.275.007.134.689,00
|
7.787.181.567.577,00
|
14,06
|
1.1.
|
Pendapatan Asli Daerah
|
4.221.668.696.233,00
|
5.275.051.504.266,00
|
5.520.994.690.390,00
|
14,81
|
1.1.1.
|
Pajak daerah
|
3.889.839.394.944,00
|
4.926.338.153.202,00
|
4.979.386.048.300,00
|
13,86
|
1.1.2.
|
Retribusi daerah
|
30.807.390.861,00
|
35.398.710.486,00
|
38.008.734.422,00
|
11,14
|
1.1.3.
|
Hasil pengelolaan keuangan daerah yang
dipisahkan
|
122.316.435.096,00
|
138.674.865.159,00
|
179.835.133.266,00
|
21,53
|
1.1.4.
|
Lain-lain PAD yang sah
|
178.705.475.332,00
|
174.639.775.419,00
|
323.764.774.402,00
|
41,56
|
1.2.
|
Dana Perimbangan
|
1.756.094.284.825,00
|
1.903.729.826.416,00
|
2.172.729.233.053,00
|
11.27
|
1.2.1.
|
Dana bagi hasil pajak /bagi hasil bukan pajak
|
822.658.284.825,00
|
999.370.911.216,00
|
1.188.431.409.053,00
|
20,20
|
1.2.2.
|
Dana alokasi umum
|
933.436.000.000,00
|
904.358.915.200,00
|
984.297.824.000,00
|
2,86
|
1.2.3.
|
Dana alokasi khusus
|
-
|
-
|
-
|
|
1.3.
|
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
|
30.497.150.788,00
|
96.225.804.007,00
|
93.457.644.134,00
|
106,32
|
1.3.1
|
Hibah
|
|
|
|
|
1.3.2
|
Dana darurat
|
|
|
|
|
1.3.3
|
Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya **)
|
|
|
|
|
1.3.4
|
Dana penyesuaian dan otonomi khusus***)
|
-
|
-
|
24.646.761.500,00
|
100,00
|
1.3.5
|
Bantuan keuangan dari provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya
|
9.904.917.324,00
|
14.299.481.677,00
|
10.925.216.668,00
|
10,39
|
1.3.6
|
Lain-lain Pemerimaan
|
20.592.233.464,00
|
81.926.322.330,00
|
57.885.665.966,00
|
134,25
|
*) Sesuaikan atau diisi dengan
nama provinsi/kabupaten/kota;
**) Diisi sesuai dengan ketersediaan data.
***) Berlaku untuk kabupaten/kota;
Pertumbuhan realisasi PAD menunjukkan
disparitas tinggi yang berarti bahwa tingkat kepastiannya masih rendah. Kondisi
ini disebabkan karena belum optimalnya strategi dan kebijakan yang dijalankan,
serta tingginya ketergantungan penerimaan daerah terhadap kondisi ekonomi dan
kebijakan Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dimengerti karena pendapatan daerah utamanya diperoleh dari
pajak kendaraan bermotor yang bersifat closed
list dan pertumbuhannya memiliki keterbatasan (terbatasi oleh ketersediaan
ruang dan sarana prasarana infrastruktur), sehingga rentan terhadap perubahan
kondisi ekonomi. Oleh karena itu, ke depan perlu segera dicari terobosan untuk
mendapatkan sumber pendapatan lain yang prospektif.
Perbandingan antara target dengan
realisasi penerimaan PAD selama kurun waktu yang sama, menunjukkan kenaikan
dengan rata-rata sebesar 14,81%. Selain itu, rata-rata realisasi pendapatan
yang dicapai melampaui rata-rata target yang telah ditetapkan dengan rasio efektivitas PAD mencapai 116,56% sampai
130,08%. Hal ini menggambarkan bahwa
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah efektif dalam melakukan penggalian
sumber-sumber pendapatan daerah. Selain itu, sumber-sumber potensi pendapatan
daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai sumber
pendanaan bagi pembangunan daerah.
Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pada APBD Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007–2009.
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
Rasio Efektivitas
|
||
PAD
|
Pertumbuhan
|
PAD
|
Pertumbuhan
|
||
2007
|
3.621.802.762.512
|
4.221.668.696.233
|
116,56
|
||
2008
|
4.055.119.336.950
|
11,96
|
5.275.051.504.266
|
24,95
|
130,08
|
2009
|
5.176.292.473.000
|
27,65
|
5.520.994.690.390
|
4,66
|
106,66
|
2010
|
5.622.864.544.262
|
8,63
|
|||
Rata-rata Per Tahun
|
16,08
|
14,81
|
Realisasi dan Target Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Pada APBD Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007–2009
Neraca
Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11
tahun 2001, Neraca Daerah adalah neraca yang disusun berdasarkan standar
akuntansi pemerintah secara bertahap sesuai dengan kondisi masing‑masing
pemerintah. Neraca Daerah
memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang),
dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan
ekuitas dana merupakan rekening utama yang masih dapat dirinci lagi menjadi sub
rekening sampai level rincian obyek.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan
keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sangat penting
bagi manajemen pemerintah daerah, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban
peraturan perundang-undangan yang berlaku saja, tetapi juga sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya
ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Kinerja Neraca
Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2007-2009.
Aset daerah merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber daya
ekonomi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat
ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, serta dapat diukur dalam uang. Selama
kurun waktu 2007-2009, pertumbuhan rata-rata jumlah aset daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai
50,66% yang berarti bahwa jumlah aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat
sebesar 50,66% setiap tahun. Aset tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan
serta sarana mobilitas dan peralatan kantor yang semuanya dipergunakan untuk
menunjang kelancaran tugas pemerintahan.
Pertumbuhan rata-rata aset lancar
mencapai 630,82%, meskipun piutang menurun sebesar 3,82%. Hal ini disebabkan karena komponen aset
lancar, yaitu kas dan persediaan, mengalami kenaikan yang cukup signifikan
masing-masing sebesar 58,72% dan 575,91%. Tingginya pertumbuhan aset lancar ini
menunjukkan bahwa kondisi aset pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada
kondisi sehat.
Kewajiban, baik Jangka Pendek maupun
Jangka Panjang, memberikan informasi tentang utang pemerintah daerah kepada
pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah.
Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau
tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu yang dalam penyelesaiannya
mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
Kewajiban Pemerintah Provinisi Jawa Barat dalam kurun waktu 3 tahun (2007-2009)
dengan rata-rata sebesar -4,61%, yang berarti bahwa kewajiban kepada pihak
ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah dari tahun
2007 sampai dengan 2009 mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tersebut selalu dapat
melaksanakan kewajiban finansial jangka
pendek yang cukup tinggi secara tepat waktu.
Rata-rata Pertumbuhan Neraca
Daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat Tahun
2007-2009
No.
|
Uraian
|
Rata-rata
Pertumbuhan
(%)
|
1.
|
ASET
|
|
1.1.
|
ASET LANCAR
|
630,82
|
1.1.1.
|
Kas
|
58,72
|
1.1.2.
|
Piutang
|
-3,82
|
1.1.3.
|
Persediaan
|
575,91
|
1.2
|
INVESTASI
|
22,00
|
1.3.
|
ASET TETAP
|
34,50
|
1.3.1.
|
Tanah
|
-1,10
|
132.2.
|
Peralatan
dan mesin
|
13,07
|
1.3.3.
|
Gedung dan bangunan
|
8,62
|
1.3.4.
|
Jalan, irigasi, dan jaringan
|
4,43
|
1.3.5.
|
Aset tetap lainnya
|
10,96
|
1.3.6.
|
Konstruksi dalam
pengerjaan
|
-4,09
|
1.4.
|
ASET LAINNYA
|
307,66
|
1.4.1.
|
Tagihan penjualan angsuran
|
-3,91
|
1.4.2.
|
Tagihan
tuntutan ganti kerugian daerah
|
0,94
|
1.4.3.
|
Kemitraan dengan pihak kedua
|
|
1.4.4.
|
Aset tak berwujud
|
|
1.4.5.
|
Aset Lain-Lain
|
310,63
|
|
JUMLAH ASET DAERAH
|
50,66
|
2.
|
KEWAJIBAN
|
|
2.1.
|
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
|
-4,61
|
2.1.1.
|
Utang perhitungan pihak ketiga
|
0,00
|
2.1.2.
|
Uang muka
dari kas daerah
|
|
2.1.3.
|
Pendapatan diterima dimuka
|
|
2.1.4.
|
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Pokok Pinjaman
|
52,59
|
2.1.5
|
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Bunga Pinjaman
|
15,05
|
2.1.6
|
Utang Bagi Hasil Pajak-Retribusi kepada
PEMKAB/PEMKOT
|
-5,83
|
3.
|
EKUITAS DANA
|
|
3.1.
|
EKUITAS DANA LANCAR
|
|
3.1.1.
|
SILPA
|
34,84
|
3.1.2.
|
Cadangan piutang
|
53,99
|
3.1.3.
|
Cadangan persediaan
|
312,96
|
3.1.4.
|
Pendapatan yang Ditangguhkan
|
-80,92
|
3.1.5
|
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Pendek
|
-4,56
|
3.2.
|
EKUITAS DANA INVESTASI
|
|
3.2.1.
|
Diinvestasikan dalam aset tetap
|
2,59
|
3.2.2.
|
Diinvestasikan dalam aset lainnya
|
8,83
|
3.2.3.
|
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
|
26,81
|
|
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
|
50,66
|
Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan
Daerah Tahun 2007-2009.
Ekuitas Dana yang meliputi Dana
Lancar, Dana Investasi, dan Dana Cadangan, merupakan selisih antara aset dengan
kewajiban pemerintah daerah. Ekuitas Dana Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama
kurun waktu 3 tahun mengalami pertumbuhan sebesar 50,66% yang berarti bahwa
ekuitas dananya cukup tinggi.
Selanjutnya, tingkat kualitas pengelolaan keuangan daerah dapat diketahui
berdasarkan analisis rasio atau perbandingan antara kelompok/elemen laporan
keuangan yang satu dengan kelompok yang lain. Beberapa rasio yang dapat
diterapkan di sektor publik adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan
rasio utang. Rasio likuiditas terdiri rasio lancar (current ratio), rasio kas (cash
ratio) dan rasio cepat (quick ratio).
Sedangkan rasio lancar (current ratio) adalah
rasio standar untuk menilai kesehatan organisasi. Rasio ini menunjukkan apakah
pemerintah daerah memiliki aset yang cukup untuk melunasi kewajiban yang jatuh
tempo. Kualitas pengelolaan keuangan daerah dikategorikan baik apabila nilai
rasio lebih dari satu.
Hasil analisis rasio menunjukkan bahwa rasio
lancar Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007-2009 mempunyai nilai
lebih dari satu, yang berarti bahwa pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat dapat
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.
Rasio lancar pada tahun 2007 mencapai 9,36% yang berarti bahwa aset
lancar pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah 9,36 kali lipat bila dibandingkan
dengan kewajiban yang jatuh tempo. Persediaan masuk dalam kategori aset lancar,
namun memerlukan tahap untuk menjadi kas. Persediaan pada pemerintah daerah
bukan merupakan barang dagangan, sehingga merupakan faktor pengurang dalam aset
lancar.
Analisis Rasio Keuangan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007-2009
NO
|
Uraian
|
2007
(%-hari)
|
2008
(%-hari)
|
2009
(%-hari)
|
1.
|
Rasio lancar (current ratio)
|
9,36 %
|
10,39
%
|
50,20
%
|
2.
|
Rasio quick (quick
ratio)
|
9,20%
|
10,29%
|
43,25%
|
3.
|
Rasio total hutang terhadap total asset
|
0,01%
|
0,01%
|
0,01%
|
4.
|
Rasio hutang terhadap modal
|
0,01%
|
0,01%
|
0,01%
|
5.
|
Rata-rata umur piutang
|
92 hari
|
1 hari
|
-
|
6.
|
Rata-rata umur persediaan
|
349 hari
|
349 hari
|
349 hari
|
Sumber :
Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009
Sama seperti halnya rasio lancar, rasio quick (quick ratio) Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mempunyai nilai
yang baik, yaitu mencapai 9,20% pada tahun 2007. Rasio quick merupakan salah
satu ukuran likuiditas terbaik, karena mengindikasikan apakah pemerintah daerah
dapat membayar kewajibannya dalam waktu dekat.
Rasio solvabilitas, yaitu perbandingan
total aset dengan total utang, dapat digunakan untuk melihat kemampuan
pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka
pendek maupun jangka panjang, rata-rata rasio total kewajiban terhadap total
aset dan rasio kewajiban terhadap modal adalah 0,93%. Hal ini menunjukan bahwa
total kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat ditutupi oleh total aset
ataupun oleh modal pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rata-rata umur piutang pemerintah Provinsi Jawa Barat
menunjukkan penurunan, yaitu dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi 1 hari pada
tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin
baik karena mampu melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas dari 92
hari pada tahun 2007 menjadi hanya 1 hari pada tahun 2008.
Rata-rata umur persediaan adalah yaitu rasio untuk melihat berapa lama
dana tertanam dalam bentuk persediaan (menggunakan persediaan untuk memberi
pelayanan publik). Pada sektor pelayanan publik semakin lama rata-rata umur
persediaan adalah semakin baik.
Rata-rata umur persedian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, selama kurun waktu
2007-2009 mencapai 349 hari per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
Provinsi Jawa Barat berada pada tingkat aman karena mempunyai persediaan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan selama kurang lebih 349 hari.
BAB
V
KESIMPULAN
Rasio lancar
Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007-2009 dapat memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo. Rasio lancar pada
tahun 2007 mencapai 9,36% dengan demikian aset lancar pemerintah Provinsi Jawa
Barat adalah 9,36 kali lipat bila dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh
tempo.
Rasio quick (quick ratio) Pemerintah Provinsi Jawa
Barat juga mempunyai nilai yang baik, yaitu mencapai 9,20% pada tahun 2007 maka
pemerintah daerah dapat membayar kewajibannya dalam waktu dekat.
Rata-rata rasio total kewajiban
terhadap total aset dan rasio kewajiban terhadap modal adalah 0,93% maka total
kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat ditutupi oleh total aset ataupun
oleh modal pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rata-rata umur piutang pemerintah Provinsi Jawa Barat
menunjukkan penurunan, yaitu dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi 1 hari pada
tahun 2008 dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat
semakin baik karena mampu melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berada
pada tingkat aman karena mempunyai persediaan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan selama kurang lebih 349 hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Halim,2002, Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah Edisi
pertama, Salemba empat, Jakarta.
Mardalis. 2000. Analisis Data Kualitatif,
Jakarta: Grasindo.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
PT RemajaRosdakarya.
Mulyana, Budi.
2006. Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan
Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal
Akuntansi Pemerintah, Vol.2.pp. 65-78.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2013. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 – 2013
Pemerintah
provinsi jawa barat. 2013. Ringkasan laporan realisasi anggaran pendapatan dan
belanja daerah tahun anggaran 2012
Pemerintah
kabupaten bandung. 2013. Ringkasan laporan realisasi anggaranpendapatan dan
belanja daerah untuk tahun yang berakhir s/d 31 desember 2012
Pemerintah kota
bandung. 2013. Laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun
anggaran 2012
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2010, standar akuntansi
pemerintahan.
http://sipkd.magelangkab.go.id/materi/27122011/
PENYIAPAN_LAPORAN_KEUANGAN_PEMERINTAH_DAERAH.pdf.
LAMPIRAN
CONTOH FORMAT PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD
1.
NERACA SALDO
2.
KERTAS
KERJA/WORKSHEET
3.
LAPORAN REALISASI
ANGGARAN SEBELUM KONVERSI
4.
NERACA SEBELUM
KONVERSI
5.
LAPORAN REALISASI
ANGGARAN SETELAH KONVERSI
6.
NERACA SETELAH
KONVERSI
7.
LAPORAN ARUS KAS
8.
CATATAN ATAS LAPORAN
KEUANGAN
9.
LAPORAN REALISASI
ANGGARAN SEMESTERAN
Lampiran 1 Format neraca
saldo
Lampiran 2 Format Kertas
kerja/worksheet
Lampiran 3 Format Laporan
realisasi anggaran sebelum konversi
Lampiran 4 Format Neraca
sebelum konversi
Lampiran 5 Format Laporan
realisasi anggaran setelah konversi
Lampiran 6 Format Neraca
setelah konversi
Lampiran 7 Format Laporan
arus kas
Lampiran 8 Format Catatan
atas laporan keuangan
Lampiran 9 Format Laporan realisasi anggaran
semesteran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar