Rabu, 18 Juni 2014

Seminar Akuntansi Sektor Publik



MATA KULIAH
SEMINAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

MAKALAH
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN ATAS NERACA
DI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


TUGAS INDIVIDU
DOSEN : DR. NUNUY NUR AFIAH, SE., MSI., AK

DI SUSUN OLEH:
ANJELITA
120620120505




MAGISTER AKUNTANSI – KEMENPU
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013


 
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang ikut serta menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keuangan daerah mencerminkan daya dukung manajemen pemerintahan daerah terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya.  Tingkat kemampuan keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk memahami tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu dicermati kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya. 
Perkembangan kinerja keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah seperti diatur dalam: (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah sangat terkait dengan kinerja pelaksanaan APBD dan kondisi neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD tidak terlepas dari struktur dan akurasi belanja (belanja langsung dan belanja tidak langsung) pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dan dana perimbangan. Sementara itu, neraca daerah akan mencerminkan perkembangan dari kondisi aset pemerintah daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah  serta kondisi ekuitas dana yang tersedia.
Fenomena
         Belum dimilikinya neraca oleh Pemerintah Daerah karena sistem dan pelaporan yang selama ini ada belum kondusif ke arah tersebut
         Bagaimana pengertian awal dan akhir pada neraca pemerinah daerah, mengigat organisasi Pemerintah Daerah sudah eksis jauh sebelum masa reformasi (Halim, 2002) (Budi Mulyana, 2006 : 69)
         Fenomena yang dapat diamati dalam pengelolaan APBD saat ini adalah menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik dan transparansi publik oleh organiasi sektor publik seperti unit-unit kerja pemerintah baik pusat maupun daerah, tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik (Mardiasmo, 2002 : 20) .

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melihat kinerja keuangan pemerintah daerah sangat terkait dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD dan aspek kondisi neraca daerah dalam Neraca Anggaran tahun 2012 provinsi jawa barat, kota bandung, dan kabupaten bandung.


.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah saat ini secara teknis memiliki kesamaan dengan proses dalam akuntansi secara umum, seperti gambar dibawah ini.


Laporan Keuangan pemerintah daerah terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Khusus CALK sementara ini belum dapat dihasilkan melalui aplikasi. Secara periode ketiga laporan tersebut dapat dihasilkan sesuai kebutuhan yang diinginkan yaitu bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan. Berikut penjelasan singkat dan formula dari Neraca, LRA dan LAK.
Perbedaan Keuangan Negara dan Keuangan Daerah dikembalikan pada  Undang- undang yang mengatur hal tersebut:
1. Undang Undang Nomor 17 Tahun Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa "Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut."
2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
3. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 1 angka 6 bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
Laporan keuangan Pemda merupakan laporan keuangan gabungan dari seluruh SKPD dan laporan keuangan PPKD sebagai PPKD/BUD. Laporan keuangan Pemda ini dibuat setiap semester/tahunan dan merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah untuk tahun anggaran tersebut.
Untuk bisa menyusun laporan keuangan Pemda, terlebih dahulu  disusun laporan keuangan Satuan Kerja secara terpisah, juga PPKD menyusun laporan keuangan sebagai PPKD/BUD. Pada saat akan disusun laporan keuangan pemda maka laporan keuangan SKPD dan PPKD digabungkan untuk menjadi laporan keuangan tingkat Pemda. Format laporan keuangan PPKD sama dengan laporan keuangan SKPD. Yang berbeda dari kedua laporan keuangan tersebut adalah cakupan transaksi dan akun yang digunakannya.
Komponen laporan keuangan yang disusun oleh PPKD terdiri dari:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b) Neraca;
c) Laporan Arus Kas; dan
d) Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan PPKD dikeluarkan 2 kali dalam satu tahun anggaran, yaitu:
1. Semester, yang dimulai dari periode Januari - Juni
2. Tahunan, yang dimulai dari periode Januari – Desember

Langkah-langkah dalam penyusunan laporan keuangan PKPD sesuai dengan kertas kerja yang dibuat terdiri atas: Neraca saldo, Jurnal  Penyesuaian, Neraca Saldo setelah Penyesuaian, Jurnal Penutupan, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebelum konversi dan Laporan Realisasi Anggaran setelah konversi, kemudian menyusun Neraca sebelum konversi dan Neraca setelah konversi.

1. Neraca Saldo
Neraca saldo merupakan ikhtisar buku besar. Fungsi Akuntansi PPKD melakukan rekapitulasi saldo-saldo buku besar menjadi neraca saldo. Angka-angka saldo dari semua akun buku besar dipindahkan ke kolom Neraca Saldo dalam worksheet, sesuai dengan posisi debit atau kredit dalam saldo di buku besar masing-masing.

2. Jurnal Penyesuaian
Jurnal penyesuaian dimaksudkan agar nilai dari akun-akun LRA dan neraca sudah menunjukkan nilai wajar pada tanggal pelaporan. Penyesuaian ini meliputi: transaksi penyesuaian akibat adanya perbedaan waktu pengakuan transaksi seperti pengakuan piutang, akumulasi penyusutan di akhir periode akuntansi, penyesuaian untuk SP2D yang belum diterbitkan untuk pembelian/pembangunan aktiva tetap, dan penyesuaian penerimaan hibah berupa aset.
Jurnal penyesuaian tersebut dicatat dalam jurnal umum kemudian diposting ke buku besar serta diletakkan dalam kolom “Penyesuaian” yang terdapat pada Kertas Kerja.

3. Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran PPKD Sebelum Konversi
Laporan Realisasi Anggaran PPKD (LRA PPKD) sebagai kantor pusat, disusun setiap semester/tahunan. Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja PPKD yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

4. Jurnal Penutup
Jurnal Penutup adalah jurnal yang dibuat untuk menutup saldo nominal sehingga menjadi nol pada akhir periode akuntansi. Perkiraan nominal adalah perkiraan yang digunakan untuk Laporan Realisasi Anggaran, yaitu Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan serta menutup surplus/defisit ke ekuitasnya PPKD. Jurnal penutup yang dilakukan PPKD adalah sebagai berikut:

5. Neraca PPKD sebelum Konversi
Setelah disusun LRA PPKD, selanjutnya PPKD menyusun Neraca PPKD. Neraca ini menyajikan informasi tentang posisi keuangan PPKD mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.

6. Konversi Laporan Keuangan PPKD
Laporan keuangan yang dibuat oleh PPKD yang dihasilkan oleh sistem ini menggunakan struktur akun belanja yang berbeda dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Untuk itu diperlukan sebuah langkah konversi. Berikut bagan konversi yang dimaksud.

a. Konversi Untuk LRA - Pendapatan
Pendapatan yang merupakan wewenang PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam LRA, seperti terlihat dalam bagan di atas, harus dilakukan konversi, yaitu:
(i) Dari komponen Dana Perimbangan, yakni: Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi-Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam, Dana  Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus ke Pendapatan Transfer.
(ii) Dari komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, yakni: Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus dan Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya ke komponen Pendapatan Transfer dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah.

b. Konversi Untuk LRA - Belanja
Belanja Langsung bukan merupakan kewenangan SKPKD sebagai PPKD, tetapi merupakan kewenangan SKPKD sebagai SKPD. Sedangkan untuk Belanja Tidak Langsung tidak dikenal dalam format SAP, sehingga perlu dikonversi ke Belanja Operasi, yang diuraikan sebagai berikut:
(i) Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja tidak terduga ke komponen belanja tidak terduga, dan
(ii) Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja bagi hasil dan belanja bantuan keuangan ke transfer/bagi hasil ke desa. Dalam konversi agar sesuai dengan PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP, pelaporan realisasi belanja dalam LRA tidak berdasarkan program dan kegiatan, sebagaimana klasifikasi anggaran belanja langsung dalam APBD. Tetapi untuk tujuan Penjabaran Laporan Realisasi APBD.

c. Konversi Untuk LRA – Pembiayaan
Penerimaan Pembiayaan yang merupakan wewenang PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca, seperti terlihat, dalam bagan di atas, harus dilakukan konversi, yaitu:
(i) Dari akun penerimaan pinjaman daerah ke pinjaman dalam negeri, Dan
(ii) Dari akun penerimaan piutang daerah ke penerimaan kembali pinjaman Pengeluaran Pembiayaan yang merupakan wewenang PPKD untuk mencatat dan melaporkannya dalam LRA, seperti terlihat, dalam bagan di atas, tidak perlu dilakukan konversi karena tidak terdapat perbedaan yang berarti.
d. Konversi Untuk Neraca
Ketika akan melakukan konversi Neraca, perlu diteliti lebih dahulu pada klasifikasi mana terjadi perbedaan antara Permendagri No. 13 Tahun 2006 dengan PP No. 24 Tahun 2005, kemudian lakukan konversi.
Permendagri No. 13 Tahun 2006
ASET LANCAR
PP No. 24 Tahun 2005 tentang
SAP ASET LANCAR
Kas
  1. Aset Lancar
  1. Kas di Kas Daerah
  1. Kas di Kas Daerah
Investasi Jangka Pendek
  1. Investasi Jangka Pendek
Piutang
  1. Piutang Pajak
  1. Piutang Pajak
  1. Piutang Retribusi
  1. Piutang Retribusi
  1. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
  1. Piutang Dana Bagi Hasil
  1. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
  1. Piutang Dana Alokasi Umum
  1. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat
  1. Piutang Dana Alokasi Khusus
  1. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah
  1. Piutang Lain-lain
  1. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran

  1. Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

  1. Piutang Lainnya
Perbedaan pada kelompok Aset Lancar terlihat pada akun piutang, selain piutang pajak dan piutang retribusi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat akun Piutang Dana Bagi Hasil, Piutang Dana Alokasi Umum, Piutang Dana Alokasi Khusus yang di dalam format menurut PP No. 24 Tahun 2005 tidak disajikan contohnya, sehingga perlu ditambahkan. Kemudian dalam format PP No. 24 Tahun 2005 diberikan kelompok akun Bagian Lancar Pinjaman, yaitu akun Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara, Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat, dan Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya yang di dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tidak ada.
7. Penyusunan Laporan Keuangan PPKD setelah Konversi
a. Laporan Realisasi Anggaran PPKD setelah Konversi
Setelah melakukan konversi, maka format Laporan Realisasi Anggaran PPKD yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005.
b. Neraca PPKD setelah Konversi
Setelah melakukan konversi, maka format Neraca PPKD yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005
8. Penyusunan Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas disusun untuk memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan transitoris.
Untuk kepentingan penyusunan Laporan Arus Kas ini, nilai-nilai yang ditampilkan adalah yang ada di buku kas, baik yang ada di SKPD maupun di PPKD, yang terdiri atas seluruh penerimaan kas yang meliputi: pendapatan, penerimaan pembiayaan, dan transaksi transitoris. Juga ditampilkan nilai-nilai dari seluruh pengeluaran kas, yang meliputi: belanja, pengeluaran pembiayaan, dan transaksi transitoris.
Yang dimaksud dengan transaksi transitoris di sini adalah transaksi yang dilakukan Pemda tetapi uangnya bukan hak Pemda, melainkan hak pihak ketiga, sehingga Pemda di sini sifatnya hanya perantara. Contoh transaksi transitoris adalah pemotongan pajak yang dilakukan Pemda, seperti pemotongan pajak, IWP, Taperum, dan lainnya yang serupa.
9. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus memiliki referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Dalam rangka menyusun dan menyajikan neraca untuk pertama kali, Pemda (Pemda) terlebih dulu harus menyusun neraca awal. Dalam rangka memberikan arahan/pedoman bagi Pemda untuk mengatasi permasalahan akuntansi yang timbul dalam penyusunan neraca awal, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) telah menerbitkan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 02 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah.
Modul Penyusunan Neraca Awal Pemda ini disusun untuk memudahkan pemahaman bagi entitas akuntansi dalam hal ini Satuan Kerja Pemda (SKPD) maupun entitas pelaporan dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dalam penyusunan neraca awal SKPD dan Pemda.
Definisi
Neraca merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu. Posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Aset adalah sumber daya yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah, dan dapat diukur dalam satuan uang. Sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya juga termasuk dalam pengertian aset. Contoh aset antara lain kas, piutang, persediaan, dan gedung/bangunan.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban mencakup utang yang berasal dari pinjaman, utang biaya, dan utang lainnya yang masih harus dibayar. Contoh kewajiban antara lain utang kepada pemerintah pusat, utang kepada entitas pemerintah lain, dan utang perhitungan pihak ketiga.
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Contoh Ekuitas Dana antara lain Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Ekuitas Dana yang Diinvestasikan.
Neraca dan LRA adalah laporan yang wajib disusun oleh SKPD, sedangkan PPKD selaku BUD hanya menyusun LAK dan Konsolidasi Neraca SKPD dan LRA SKPD menjadi Neraca Pemda dan LRA Pemda.
Neraca mencerminkan persamaan akuntansi yang umum dikenal yaitu:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Ekuitas pada sektor pemerintahan disebut ekuitas dana. Ekuitas dana berbeda dengan ekuitas pada sektor komersial. Ekuitas di sektor komersial mencerminkan sumber dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan ekuitas dana pemerintah merupakan selisih aset dengan kewajiban, sehingga persamaan akuntansinya menjadi:
Aset – Kewajiban = Ekuitas Dana
Akun-akun neraca dikembangkan secara berpasangan. Akun-akun aset dan kewajiban berpasangan dengan akun-akun yang ada dalam ekuitas dana.
Contoh:
ü  Kas berpasangan dengan SiLPA;
ü  Persediaan berpasangan dengan Cadangan Persediaan;
ü  Piutang berpasangan dengan Cadangan Piutang;
ü  Investasi Jangka Panjang berpasangan dengan Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang;
ü  Aset Tetap berpasangan dengan Diinvestasikan dalam Aset Tetap;
ü  Utang Jangka Pendek berpasangan dengan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek.


STRUKTUR NERACA
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Aset diklasifikasikan menjadi lancar dan nonlancar. Aset lancar terdiri dari kas atau aset lainnya yang dapat diuangkan atau dapat dipakai habis dalam waktu 12 bulan mendatang. Aset nonlancar terdiri dari investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, sedangkan kewajiban jangka panjang akan jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan.
Ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan.
Ilustrasi format neraca dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Transaksi yang menjadi sumber dari mutasi rekening-rekening Neraca adalah sebagai berikut :
1.     Kas di Kas Daerah
Mutasi atas rekening ini didapatkan dari hasil STS yang telah di-validasi pada BKU-BUD, baik STS Pendapatan, STS Pengembalian Belanja UP/GU/TU dan STS Pengembalian LS.
Artinya seluruh transaksi STS akan mempengaruhi rekening Kas di Kas Daerah,  ditambah/dikurang jika terdapat penyesuaian yang diperlukan pada jurnal memorial (jika ada).
2.     Kas di Bendahara Penerimaan
Mutasi atas rekening ini didapat dari hasil jurnal atas transaksi TBP dikurangi transaksi STS yang telah di-BKU-kan pada Buku Penerimaan dan Penyetoran dari Bendahara Penerimaan masing-masing SKPD. Sehingga jika ada TBP yang belum disetorkan dengan dokumen STS ke BUD/Kas Daerah, akan berdapak adanya saldo atas rekening tersebut padan Neraca SKPD.
3.     Kas di Bendahara Pengeluaran
Mutasi atas rekening ini didapat dari hasil jurnal atas transaksi SP2D UP/GU/TU dikurangi SPJ dan juga dikurangi STS-Pengembalian Belanja. Jika Bendahara belum menyetorkan saldo kas bendara dan kas hasil temuan pemeriksaan ke BUD, hingga akhir periode APBD (31 Desember), maka pada Neraca SKPD akan diakui sebagai Saldo pada rekening Kas di Bendahara Pengeluaran.
4.     Aset untuk dikonsolidasikan
Rekening Aset untuk dikonsolidasikan adalah rekening RK-SKPD. Rekening ini merupakan rekening ‘antara’ yang digunakan sebagai media konsolidasi antara SKPD dengan PPKD untuk menghasilkan Neraca pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah memiliki 50 (lima puluh) SKPD maka rekening RK-SKPD nya yang harus disiapkan pada kode rekening 1.1.9 , adalah sebanyak 50 (lima puluh) rekening juga. Rekening ini nantinya akan muncul pada Neraca PPKD, sedangkan pada Neraca SKPD yang muncul adalah RK-PPKD.
Rekening RK-SKPD pada Neraca PPKD harus sama dengan rekening RK-PPKD pada masing-masing Neraca SKPD. Nilai RK-PPKD pada Neraca SKPD = Nilai SILPA + Kas di Bendahara
5.     Piutang dan Persediaan
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial.
6.     Aktiva Tetap
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi Jurnal korolari dan Jurnal memorial korolari.
7.     Hutang jangka pendek dan jangka panjang
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial.
8.     Ekuitas Dana Lancar - Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Mutasi atas rekening ini didapat dari hasil perhitungan transaksi APBD pada masing-masing SKPD, yaitu atas transaksi STS, SP2D, SPJ dan Jurnal Memorial yang diperlukan. Nilai rekening ini harus sama dengan nilai SURPLUS/DEFISIT pada LRA masing-masing SKPD.
9.     Ekuitas Dana Lancar – Cadangan Piutang
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan pasangan jurnal untuk rekening Piutang.
10.Ekuitas Dana Lancar – Cadangan Persediaan
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan pasangan jurnal untuk rekening Persediaan.
11.Ekuitas Dana Lancar – Dana yg harus disediakan utk pembayaran hutang jk. Pendek
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan pasangan jurnal untuk rekening Hutang Jangka Pendek.
12.Ekutas Dana Investasikan pada Aktiva tetap
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi Jurnal korolari dan Jurnal memorial korolari, dan merupakan pasangan jurnal untuk seluruh rekening aktiva tetap.
13.Ekuitas Dana yang harus disediakan utk pembayaran hutang jk. panjang
Mutasi atas rekening ini didapat dari transaksi jurnal Memorial, dan merupakan pasangan jurnal untuk rekening Hutang Jangka Panjang.
14.Ekuitas untuk dikonsolidasikan
Ekuitas untuk dikonsolidasikan yang dimaksud adalah rekening RK-PPKD, mutasinya didapat dari seluruh transaksi STS dan SP2D serta Jurnal Memorial yang diperlukan, pada masing-masing SKPD.





BAB III
METODELOGI

Metode penelitian menggunakan metode deskriptif-kualitatif.  Menurut Mulyana, hal 145 Pendekatan Deskriptif Kualitatif berdasarkan perspektif subyektif, mencakup wawancara tidak berstruktur/mendalam dan melibatkan pengamatan berperan serta dalam proses pengumpulan datanya. Selain itu, pendekatan Deskriptif Kualitatif sangat menekankan penafsiran dibandingkan pengamatan secara  obyektif. Sehingga dalam penelitian ini, partisipasi aktif seorang peneliti sangat diperlukan dalam rangka memahami segala macam tindakan baik dari dalam, maupun dari luar. Dan agar dapat memahami tindakan dari dalam,
Senada dengan Deddy Mulyana, Mardalis hal 25 juga mengungkapkan bahwa pendekatan Deskriptif Kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini tengah berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi kondisi yang saat ini terjadi atau ada.
Pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur. Literatur yang diperiksa meliputi buku teks, artikel media massa, dan penelusuran literatur on-line.






BAB IV
PEMBAHASAN

Kinerja Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat
Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007 hingga tahun 2009, digunakan sebagai dasar dalam revisi RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai kontribusi yang cukup siginifikan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat, dengan rata-rata realisasi pertumbuhan mengalami kenaikan sebesar 14,06% per tahun selama tiga tahun terakhir (2007-2009). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiscal pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat termasuk kategori cukup mampu. Namun demikian, selama 2 tahun terakhir (2008-2009), trend kontribusi PAD terhadap APBD relatif stagnan yang menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan PAD belum mampu mengimbangi pertumbuhan kebutuhan belanja daerah.
Pertumbuhan Rata-Rata Realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2007-2009
Provinsi Jawa Barat
No.
Uraian
2007
(Rp)
2008
(Rp)
2009
(Rp)
Rata-rata Pertumbuhan(%)
1
PENDAPATAN
 6.008.260.131.846,00
 7.275.007.134.689,00
  7.787.181.567.577,00
14,06
1.1.
Pendapatan Asli Daerah
4.221.668.696.233,00
5.275.051.504.266,00
  5.520.994.690.390,00
14,81
1.1.1.
Pajak daerah
  3.889.839.394.944,00
 4.926.338.153.202,00
      4.979.386.048.300,00
13,86
1.1.2.
Retribusi daerah
        30.807.390.861,00
       35.398.710.486,00
           38.008.734.422,00
11,14
1.1.3.
Hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan
     122.316.435.096,00
      138.674.865.159,00
         179.835.133.266,00
21,53
1.1.4.
Lain-lain PAD yang sah
     178.705.475.332,00
      174.639.775.419,00
         323.764.774.402,00
41,56
1.2.
Dana Perimbangan
  1.756.094.284.825,00
 1.903.729.826.416,00
  2.172.729.233.053,00
11.27
1.2.1.
Dana bagi hasil pajak /bagi hasil bukan pajak
     822.658.284.825,00
      999.370.911.216,00
     1.188.431.409.053,00
20,20
1.2.2.
Dana alokasi umum
     933.436.000.000,00
      904.358.915.200,00
        984.297.824.000,00
2,86
1.2.3.
Dana alokasi khusus
                                        -
                                      -  
                                         -  

1.3.
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
       30.497.150.788,00
      96.225.804.007,00
       93.457.644.134,00
106,32
1.3.1
Hibah




1.3.2
Dana darurat




1.3.3
Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya **)




1.3.4
Dana penyesuaian dan otonomi khusus***)
                                      -  
                                    -  
           24.646.761.500,00
100,00
1.3.5
Bantuan keuangan dari provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya
          9.904.917.324,00
       14.299.481.677,00
           10.925.216.668,00
10,39
1.3.6
Lain-lain Pemerimaan
       20.592.233.464,00
        81.926.322.330,00
              57.885.665.966,00
134,25
*)      Sesuaikan atau diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota;
**)     Diisi sesuai dengan ketersediaan data.
***)      Berlaku untuk kabupaten/kota;

Pertumbuhan realisasi PAD menunjukkan disparitas tinggi yang berarti bahwa tingkat kepastiannya masih rendah. Kondisi ini disebabkan karena belum optimalnya strategi dan kebijakan yang dijalankan, serta tingginya ketergantungan penerimaan daerah terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dimengerti karena  pendapatan daerah utamanya diperoleh dari pajak kendaraan bermotor yang bersifat closed list dan pertumbuhannya memiliki keterbatasan (terbatasi oleh ketersediaan ruang dan sarana prasarana infrastruktur), sehingga rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, ke depan perlu segera dicari terobosan untuk mendapatkan sumber pendapatan lain yang prospektif.  
Perbandingan antara target dengan realisasi penerimaan PAD selama kurun waktu yang sama, menunjukkan kenaikan dengan rata-rata sebesar 14,81%. Selain itu, rata-rata realisasi pendapatan yang dicapai melampaui rata-rata target yang telah ditetapkan dengan rasio efektivitas PAD mencapai 116,56% sampai 130,08%. Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah efektif dalam melakukan penggalian sumber-sumber pendapatan daerah. Selain itu, sumber-sumber potensi pendapatan daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan daerah.
Realisasi  dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pada APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007–2009.

Tahun
Target
Realisasi
Rasio Efektivitas
PAD
Pertumbuhan
PAD
Pertumbuhan
2007
3.621.802.762.512

4.221.668.696.233

116,56
2008
4.055.119.336.950
11,96
5.275.051.504.266
24,95
130,08
2009
5.176.292.473.000
27,65
5.520.994.690.390
4,66
106,66
2010
5.622.864.544.262
8,63



Rata-rata Per Tahun
16,08

14,81



Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pada APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007–2009
Neraca Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2001, Neraca Daerah adalah neraca yang disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintah secara bertahap sesuai dengan kondisi masing‑masing pemerintah. Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana merupakan rekening utama yang masih dapat dirinci lagi menjadi sub rekening sampai level rincian obyek.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sangat penting bagi manajemen pemerintah daerah, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban peraturan perundang-undangan yang berlaku saja, tetapi juga sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2007-2009.
Aset daerah merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, serta dapat diukur dalam uang. Selama kurun waktu 2007-2009, pertumbuhan rata-rata jumlah aset daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai 50,66% yang berarti bahwa jumlah aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat sebesar 50,66% setiap tahun. Aset tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan serta sarana mobilitas dan peralatan kantor yang semuanya dipergunakan untuk menunjang kelancaran tugas pemerintahan.
Pertumbuhan rata-rata aset lancar mencapai 630,82%, meskipun piutang menurun sebesar 3,82%.  Hal ini disebabkan karena komponen aset lancar, yaitu kas dan persediaan, mengalami kenaikan yang cukup signifikan masing-masing sebesar 58,72% dan 575,91%. Tingginya pertumbuhan aset lancar ini menunjukkan bahwa kondisi aset pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada kondisi sehat.
Kewajiban,  baik Jangka Pendek maupun Jangka Panjang, memberikan informasi tentang utang pemerintah daerah kepada pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Kewajiban Pemerintah Provinisi Jawa Barat dalam kurun waktu 3 tahun (2007-2009) dengan rata-rata sebesar -4,61%, yang berarti bahwa kewajiban kepada pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah dari tahun 2007 sampai dengan 2009 mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tersebut selalu dapat melaksanakan kewajiban finansial jangka pendek yang cukup tinggi secara tepat waktu.

Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009
No.
Uraian
Rata-rata Pertumbuhan
(%)
1.
ASET

1.1.
ASET LANCAR
630,82
1.1.1.
Kas
58,72
1.1.2.
Piutang
-3,82
1.1.3.
Persediaan
575,91
1.2
INVESTASI
22,00
1.3.
ASET TETAP
34,50
1.3.1.
Tanah
-1,10
132.2.
Peralatan dan mesin
13,07
1.3.3.
Gedung dan bangunan
8,62
1.3.4.
Jalan, irigasi, dan jaringan
4,43
1.3.5.
Aset tetap lainnya
10,96
1.3.6.
Konstruksi dalam pengerjaan
-4,09
1.4.
ASET LAINNYA
307,66
1.4.1.
Tagihan penjualan angsuran
-3,91
1.4.2.
Tagihan tuntutan ganti kerugian daerah
0,94
1.4.3.
Kemitraan dengan pihak kedua

1.4.4.
Aset tak berwujud

1.4.5.
Aset Lain-Lain
310,63

JUMLAH ASET DAERAH
50,66
2.
KEWAJIBAN

2.1.
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
-4,61
2.1.1.
Utang perhitungan pihak ketiga
0,00
2.1.2.
Uang muka dari kas daerah

2.1.3.
Pendapatan diterima dimuka

2.1.4.
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Pokok Pinjaman
52,59
2.1.5
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Bunga Pinjaman
15,05
2.1.6
Utang Bagi Hasil Pajak-Retribusi kepada PEMKAB/PEMKOT
-5,83
3.
EKUITAS DANA

3.1.
EKUITAS DANA LANCAR

3.1.1.
SILPA
34,84
3.1.2.
Cadangan piutang
53,99
3.1.3.
Cadangan persediaan
312,96
3.1.4.
Pendapatan yang Ditangguhkan
-80,92
3.1.5
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
-4,56
3.2.
EKUITAS DANA INVESTASI

3.2.1.
Diinvestasikan dalam aset tetap
2,59
3.2.2.
Diinvestasikan dalam aset lainnya
8,83
3.2.3.
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
26,81

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
50,66
Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009.

Ekuitas Dana yang  meliputi Dana Lancar, Dana Investasi, dan Dana Cadangan, merupakan selisih antara aset dengan kewajiban pemerintah daerah. Ekuitas Dana Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 3 tahun mengalami pertumbuhan sebesar 50,66% yang berarti bahwa ekuitas dananya cukup tinggi.
Selanjutnya, tingkat kualitas pengelolaan keuangan daerah dapat diketahui berdasarkan analisis rasio atau perbandingan antara kelompok/elemen laporan keuangan yang satu dengan kelompok yang lain. Beberapa rasio yang dapat diterapkan di sektor publik adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio utang. Rasio likuiditas terdiri rasio lancar (current ratio), rasio kas (cash ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Sedangkan rasio lancar (current ratio) adalah rasio standar untuk menilai kesehatan organisasi. Rasio ini menunjukkan apakah pemerintah daerah memiliki aset yang cukup untuk melunasi kewajiban yang jatuh tempo. Kualitas pengelolaan keuangan daerah dikategorikan baik apabila nilai rasio lebih dari satu.
 Hasil analisis rasio menunjukkan bahwa rasio lancar Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007-2009 mempunyai nilai lebih dari satu, yang berarti bahwa pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat dapat memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.  Rasio lancar pada tahun 2007 mencapai 9,36% yang berarti bahwa aset lancar pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah 9,36 kali lipat bila dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh tempo. Persediaan masuk dalam kategori aset lancar, namun memerlukan tahap untuk menjadi kas. Persediaan pada pemerintah daerah bukan merupakan barang dagangan, sehingga merupakan faktor pengurang dalam aset lancar.
Analisis Rasio Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007-2009

NO
Uraian
2007
(%-hari)
2008
(%-hari)
2009
(%-hari)
1.
Rasio lancar (current ratio)
9,36 %
10,39 %
50,20 %
2.
Rasio quick (quick ratio)
9,20%
10,29%
43,25%
3.
Rasio total hutang terhadap total asset
0,01%
0,01%
0,01%
4.
Rasio hutang terhadap modal
0,01%
0,01%
0,01%
5.
Rata-rata umur piutang
92 hari
1 hari
-
6.
Rata-rata umur persediaan
349 hari
349 hari
349 hari
    Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009

Sama seperti halnya rasio lancar, rasio quick (quick ratio) Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mempunyai nilai yang baik, yaitu mencapai 9,20% pada tahun 2007. Rasio quick merupakan salah satu ukuran likuiditas terbaik, karena mengindikasikan apakah pemerintah daerah dapat membayar kewajibannya dalam waktu dekat.
Rasio solvabilitas, yaitu perbandingan total aset dengan total utang, dapat digunakan untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang, rata-rata rasio total kewajiban terhadap total aset dan rasio kewajiban terhadap modal adalah 0,93%. Hal ini menunjukan bahwa total kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat ditutupi oleh total aset ataupun oleh modal pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rata-rata umur piutang pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan, yaitu dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi 1 hari pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin baik karena mampu melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi hanya 1 hari pada tahun 2008.
Rata-rata umur persediaan adalah yaitu rasio untuk melihat berapa lama dana tertanam dalam bentuk persediaan (menggunakan persediaan untuk memberi pelayanan publik). Pada sektor pelayanan publik semakin lama rata-rata umur persediaan adalah  semakin baik. Rata-rata umur persedian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, selama kurun waktu 2007-2009 mencapai 349 hari per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada tingkat aman karena mempunyai persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama kurang lebih 349 hari. 






















BAB V
KESIMPULAN

Rasio lancar Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007-2009 dapat memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.  Rasio lancar pada tahun 2007 mencapai 9,36% dengan demikian aset lancar pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah 9,36 kali lipat bila dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh tempo.
Rasio quick (quick ratio) Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mempunyai nilai yang baik, yaitu mencapai 9,20% pada tahun 2007 maka pemerintah daerah dapat membayar kewajibannya dalam waktu dekat.
Rata-rata rasio total kewajiban terhadap total aset dan rasio kewajiban terhadap modal adalah 0,93% maka total kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat ditutupi oleh total aset ataupun oleh modal pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rata-rata umur piutang pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan, yaitu dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi 1 hari pada tahun 2008 dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin baik karena mampu melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada tingkat aman karena mempunyai persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama kurang lebih 349 hari. 







DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim,2002, Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah Edisi pertama, Salemba empat, Jakarta.
Mardalis. 2000. Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Grasindo.
Mulyana, Deddy. 2008.  Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Mulyana, Budi. 2006. Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pen­gelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol.2.pp. 65-78.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2013. Perubahan  RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 – 2013
Pemerintah provinsi jawa barat. 2013. Ringkasan laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2012
Pemerintah kabupaten bandung. 2013. Ringkasan laporan realisasi anggaranpendapatan dan belanja daerah untuk tahun yang berakhir s/d 31 desember 2012
Pemerintah kota bandung. 2013. Laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2012
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2010, standar akuntansi pemerintahan.
http://sipkd.magelangkab.go.id/materi/27122011/ PENYIAPAN_LAPORAN_KEUANGAN_PEMERINTAH_DAERAH.pdf.







LAMPIRAN CONTOH FORMAT PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD
1.      NERACA SALDO
2.      KERTAS KERJA/WORKSHEET
3.      LAPORAN REALISASI ANGGARAN SEBELUM KONVERSI
4.      NERACA SEBELUM KONVERSI
5.      LAPORAN REALISASI ANGGARAN SETELAH KONVERSI
6.      NERACA SETELAH KONVERSI
7.      LAPORAN ARUS KAS
8.      CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
9.      LAPORAN REALISASI ANGGARAN SEMESTERAN













Lampiran 1 Format neraca saldo



Lampiran 2 Format Kertas kerja/worksheet


Lampiran 3 Format Laporan realisasi anggaran sebelum konversi





Lampiran 4 Format Neraca sebelum konversi

















Lampiran 5 Format Laporan realisasi anggaran setelah konversi

Lampiran 6 Format Neraca setelah konversi

Lampiran 7 Format Laporan arus kas








Lampiran 8 Format Catatan atas laporan keuangan


Lampiran 9 Format Laporan realisasi anggaran semesteran





Tidak ada komentar:

Posting Komentar